Cerita

Cerita Ante Bakmaz dan Pentingnya Belajar Bahasa Asing

Bek anyar Madura United, Ante Bakmaz, unjuk kebolehan berbahasa Indonesia meski baru merasakan panasnya kompetisi Liga 1 2019 pertengahan musim ini. Bek berdarah Kroasia yang lahir dan besar di Australia ini sedikit banyak memberikan pesan pentingnya mempelajari bahasa asing bagi pesepak bola.

Dalam cuitan di akun resmi klub, saat diwawancara Ante Bakmaz mengaku mempelajari bahasa Indonesia dari sebuah aplikasi dan coba mempraktekkannya ketika bercakap-cakap dengan para pemain dan staf klub Laskar Sapeh Kerrab lainnya.

“Karena ini Indonesia jadi penting (untuk berbahasa Indonesia) dan berbeda kalau saya di Australia pasti bicara dalam bahasa Inggris,” ucap eks pemain klub Lebanon, Al-Nejmeh, ini.

Sepak bola Indonesia yang disesaki banyaknya pemain dan pelatih asing dari tahun ke tahun tentu tak disangkal dapat menghadirkan permasalahan berbahasa, baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan, di dalam sesi konferensi pers maupun keseharian para ekspatriat di negeri ini.

Ante Bakmaz mungkin jadi salah satu contoh yang baik ketika para pemain asing mau belajar bahasa Indonesia demi tampil maksimal bersama klub.

Namun tak jarang para pemain dan pelatih asing ada yang kesulitan berbahasa Indonesia, sehingga tak jarang menimbulkan miskomunikasi di dalam maupun luar lapangan. Terlebih bagi mereka yang kurang fasih berbahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

Sebut saja dua contoh dari dua tim yang kini berjuang untuk tetap bertahan di kasta tertinggi, Semen Padang dan Persija Jakarta.

Baca juga: PSM Makassar: 104 Tahun Berlayar di Lapangan Hijau

Saya teringat kisah kecil yang dilontarkan mantan pelatih Semen Padang, Syafrianto Rusli, di Piala Presiden 2019 beberapa waktu lalu. Rusli memaparkan kesulitannya berkomunikasi dengan bek asal Uzbekistan, Shukurali Pulatov, yang tak lancar berbahasa Inggris, sehingga cukup menyulitkan klub. Apa lagi pemain yang dilepas di bursa transfer tengah musim tersebut sempat menjabat sebagai kapten Kabau Sirah.

Serupa dengan cerita Pulatov, ada jurang pemisah di ruang ganti Persija saat dinakhodai eks asisten pelatih Leeds United, Julio Banuelos. Meski cukup fasih berbahasa Inggris, kadang pesan dan makna yang ingin disampaikan pelatih berusia 48 tahun itu tetap sepenuhnya tak dapat diterima pemain Macan Kemayoran, sekalipun dibantu oleh legenda sekaligus asisten pelatih, Antonio ‘Toyo’ Claudio.

Alasannya sederhana. Toyo merupakan orang Brasil, yang kini sudah berstatus WNI, dan memiliki bahasa ibu Portugis, sementara Julio dan asisten pelatih lainnya, Eduardo Perez, merupakan orang Spanyol.

Selain terbelenggu sebagai satu-satunya negara berbahasa Portugis, di Amerika Latin terdapat banyak perbedaan bahasa antara bahasa Spanyol asli dengan bahasa Spanyol-Amerika Latin, mulai dari permasalahan gramatika, kosakata, bahkan ungkapan kebahasaan seperti peribahasa dan kata-kata kiasan yang kerap digunakan dalam percakapan.

Baca juga: Wiljan Pluim: “Kami Saling Memahami di Lapangan Berkat ‘Bahasa Sepak Bola’”

Contohnya kata Vosotros (kamu – jamak) yang digunakan dalam rangkaian kalimat dalam bahasa Spanyol asli memiliki kata yang hampir berbeda dalam bentuk tutur Spanyol-Amerika Latin yakni Ustedes.

Namun uniknya padanan kata Vos (kamu – tunggal) dalam bentuk tutur Spanyol-Amerika Latin yakni hanya digunakan di Argentina dan Uruguay, sementara di Bolivia, Cile, dan Guatemala masih setia dengan kata asli Vos. Sudah lihat perbedaannya, ‘kan?

Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing

Rasa-rasanya sikap Ante Bakmaz yang mengetahui pentingnya belajar bahasa asing tak serta merta dilakukan para pesepak bola nasional. Rasanya sulit mencari pemain Indonesia yang fasih berbahasa Inggris secara baik dan benar ketika berada di luar negeri ataupun melangsungkan pertandingan di level internasional, baik bersama klub maupun tim nasional.

Jika para pesepak bola lokal kita sedikit malas berbahasa asing, para millennials di Indonesia terkadang kelewat keminggris dalam percakapan sehari-hari.

Dialek Jakarta Selatan (aka Jaksouth) yang mencampuradukkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam satu kalimat sering jadi bahan candaan di media sosial, atau bahkan kerap kita dengarkan sehari-hari, which is kadang membuat kita literally bingung, ‘kan?

Namun di era global seperti sekarang, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing seperti Inggris harus seimbang dipelajari dan digunakan. Jika melihat latar belakang Ante Bakmaz yang lahir dan besar di Australia, rasanya tidak asing mendengar bahasa Indonesia di Negeri Kanguru.

Baca juga: PTT Rayong Bubar, Bagaimana Nasib Victor Igbonefo?

Pasalnya selain banyaknya pelajar, pekerja ataupun warga negara Indonesia yang tinggal di Australia, beberapa sekolah di Australia juga memasukkan pelajaran bahasa Indonesia ke dalam kurikulumnya.

Jika seorang Ante Bakmaz dan beberapa pemain asing lain mau belajar menggunakan bahasa Indonesia demi kelancaran kariernya, bagaimana dengan pemain lokal? Atau mungkin kendala bahasa ini yang kadang membuat pemain kita tak memiliki karier yang mulus ketika bermain di luar negeri.

Nampaknya perlu ada kesadaran bagi klub untuk terus melatih kemampuan bahasa asing para pemain lokal, pun sebaliknya para pemain asing juga harus difasilitasi dengan baik agar mampu mengenal dan belajar menggunakan bahasa Indonesia.

Keuntungan yang didapatkan tak hanya berguna bagi karier mereka sebagai pesepak bola. Memiliki kemampuan menguasai banyak bahasa dirasa penting di era sekarang di saat kehidupan manusia seolah tak mengenal batas dan jarak lagi.