Semua bermula ketika Bandar Makassar dijadikan pusat pemerintahan Indonesia Timur oleh Hindia Belanda. Kapal-kapal asing menjadikan kota pelabuhan tersebut sebagai pusat pelayaran mereka, sedangkan kapal-kapal domestik menjadikan Bandar Makassar sebagai persinggahan sekaligus memanfaatkan waktu untuk menjual rempah dan hasil bumi mereka.
Interaksi yang terjadi kemudian bukan hanya tentang perdagangan. Sepak bola yang sangat digandrungi penduduk bumi ikut terbawa. Dalam sepak bola, elite Hindia Belanda dan masyarakat pribumi berbaur bersama. Tepat pada 2 November 1915 hadirlah Makassar Voetbal Bond atau MVB yang kini dikenal sebagai PSM Makassar.
Seiring waktu, muncullah Bond-Bond lain di Nusantara. Mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, hingga Bali ada. Pertandingan-pertandingan persahabatan mulai mereka lakukan. Kemenangan demi kemenangan didapatkan MVB dan pemainnya bernama Sangkala yang begitu tersohor hingga ke luar negeri pada masanya. Dengan kehebatannya, MVB bisa dikatakan Bond yang disegani di masa Hindia Belanda.
Kehadiran Jepang menduduki Nusantara kemudian memaksa semua aktivitas berbau Belanda terhenti. Tidak terkecuali sepak bola. Namun peraturan Jepang itu jugalah yang kemudian membuat putra-putra Makassar mengubah nama Makassar Voetbal Bond atau MVB, menjadi Persatuan Sepakbola Makassar.
Meski di bawah radar Jepang, putra-putra Makassar terus bermain sepak bola. Berlatih dan terus membesarkan nama PSM Makassar terus dilakukan.
Baca juga: Wawancara: Hendra Wijaya dan Totalitasnya
Semerdekanya Indonesia, PSM Makassar semakin bersinar. Kompetisi yang diadakan PSSI dijuarai. Pun dengan kelahiran pemain hebat bernama Ramang yang melegenda.
Sebagai putra daerah kelahiran Burru, Andi Ramang tumbuh dan berkembang bersama PSM Makassar. Pemain yang dikenal dengan tendangan kersanya ini kemudian bukan hanya membantu PSM berprestasi. Sebagai anggota tim nasional, ia juga bersinar. Indonesia pernah diantarkan menuju prestasi tertinggi bahkan nyaris bermain di Piala Dunia waktu itu.
Berkat semua pencapaian bersama PSM Makassar dan tim nasional, namanya melegenda. Bukan hanya bagi masyarakat Makassar dan Indonesia, tapi juga dikenal dunia. Bahkan FIFA mengenang perjalanannya.
Tepat pada tahun peringatan ke-25 kematiannya, Rabu (26/9/2012), FIFA menerbitkan tulisan dengan judul “Indonesian who inspired ’50s meridian”, yang mengisahkan perjalanan Ramang di era 1950-an.
Sebagai klub besar, PSM Makassar telah mencatat banyak prestasi. Enam gelar perserikatan dikantongi. Untuk era Liga Indonesia, hingga kini satu gelar juara direngkuh di tahun 2000, dan lima kali jadi runner-up (musim 1995/1996, 2001, 2003, 2004, dan 2018).
Baca juga: Mattoanging, Si Tembok Tua Penentu Juara
Sebagai daerah yang dikenal dengan kapal Pinisi dan pelaut-pelaut hebat, bukan hanya sepak bola dalam negeri yang dijelajahi PSM Makassar. Terhitung hingga kini empat kali Ayam Jantan dari Timur berpartisipasi di kompetisi Asia. Pencapaian terbaiknya adalah semi-final 2005.
Sedangkan sebagai kota pelabuhan yang nyaman, Makassar juga pernah dijadikan tuan rumah perempat-final Liga Champions Asia. Itu adalah kali pertama bagi Indonesia dan menghadirkan klub-klub asal Jepang, Korea, dan Cina.
Sayangnya, meski terus konsisten mengarungi sepak bola dan selalu konsisten sebagai klub papan atas, belum ada trofi juara lagi yang singgah ke Makassar sejak tahun 2000. Hingga kini puasa gelar belasan tahun belum mampu terputus. Meski tahun ini Pasukan Ramang menjuarai Piala Indonesia, rasanya belum lengkap bila belum berhasil memutus puasa juara liga.
Itu juga yang hingga kini menjadi harapan seluruh pendukung setianya. Seperti yang selalu mereka kumandangkan seusai laga.
“Rebut kembali kejayaan itu.. Kami rindu di masa itu. Sejarah berbicara tentang kita… Dan ku yakin kau pasti bisa.”