Suara Pembaca

Barito Putera dan Proyek Panjang yang Gagal Dieksekusi

Barito Putera di awal musim boleh dibilang adalah salah satu tim favorit juara Shopee Liga 1 2019. Bersama dengan Bali United dan Madura United, mereka dengan serius merekrut pemain berkualitas demi membangun tim yang solid untuk mengarungi liga.

Berbagai nama terkenal sekaligus potensial seperti Evan Dimas, Bayu Pradana, hingga Frisca Womsiwor berhasil mereka dapatkan musim ini. Tambahkan pula nama-nama lama seperti Rizky Pora dan Samsul Arif, tim ini harusnya layak untuk ditakuti tiap tim di Indonesia.

Alasan mengapa mereka layak disebut kandidat juara di awal musim bukan hanya itu. Pelatih berpengalaman, Jacksen F. Thiago, yang menangani tim sejak tiga musim ke belakang juga menjadi faktor. Pelatih asal Brasil ini diserahi proyek besar oleh manajemen Laskar Antasari untuk menjadikan Barito Putera tim juara dalam tiga tahun.

Dengan durasi lamanya proyek berjalan, tentu pelatih berpengalaman ini memiliki waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan tim kebanggaan Banjarmasin tersebut.

Faktor pelatih berpengalaman dengan waktu adaptasi dengan tim yang relatif lama dibanding pelatih lain di Shopee Liga 1 2019, dan materi pemain yang tak banyak mengalami perombakan, tentu membuat para suporter Laskar Antasari dengan bangga menganggap tim kebanggaannya sebagai calon juara. Manajemen pun juga bersiap menuai hasil dari proyek panjang mereka dengan menargetkan coach Jacksen meraih gelar juara di tahun ketiganya. 

Baca juga: Tren Pemecatan Pelatih di Liga Indonesia dan Akibatnya

Namun entah bagaimana ceritanya, tim Barito Putera justru tampil di bawah ekspektasi. Menjalani empat laga awal tanpa kemenangan ditambah dua catatan kekalahan di hadapan publik sendiri, cukup untuk membuat manajemen bertindak.

Coach Jacksen pun terpaksa kehilangan jabatan yang sudah ia emban selama lebih dari dua tahun. Asisten pelatih Yunan Helmi yang ditunjuk juga tak beda jauh hasilnya. Ia hanya berhasil membukukan dua kemenangan dari total sepuluh laga yang dijalani. Hal ini membuat Barito Putera tercecer di posisi 15 dengan hanya mengumpulkan 12 poin dari 14 pertandingan.

Situasi yang tentu membuat para Bartman (pendukung Barito Putera) bertanya-tanya, apa yang salah dari Barito Putera musim ini?

Jika dilihat dari komposisi pemain, tim ini memang tak banyak mengalami perubahan. Namun jika diteliti lagi, Barito Putera secara mengejutkan mengganti semua pemain asing yang telah bersama coach Jacksen dalam dua musim terakhir. Keputusan tersebut tentu mengejutkan semua pihak, mengingat semua penggawa asing mereka sebelumnya tampil baik.

Baca juga: Kunci Sukses Barito Putera di Putaran Pertama Go-Jek Liga 1 2018

Hal ini diyakini banyak pihak sebagai alasan di balik merosotnya prestasi Barito Putera. Aaron Evans yang senantiasa mengawal lini belakang Laskar Antasari mereka lepas menuju PSM Makassar, jenderal lapangan tengah Matias Cordoba serta sosok game-changer Douglas Packer yang tampil sangat memuaskan pun juga tak mereka pertahankan.

Akibatnya, manajemen dan pelatih harus mendapatkan pengganti yang sepadan dengan mereka. Bukan pekerjaan yang mudah tentunya bagi coach Jacksen untuk menggantikan sosok yang sudah paham gaya main Barito dengan pemain asing yang harus beradaptasi lagi.

Keadaan ini diperparah dengan pengambilan pemain asing yang buruk. Entah faktor kelalaian manajemen dalam mencari pemain atau justru kepercayaan yang berlebihan dari pelatih kepada pemain lokal di lini depan, pemain asing baru yang direkrut oleh Barito Putera adalah tiga pemain belakang dan satu pemain depan.

Di awal musim pemilihan pemain asing ini banyak dipuji karena memberikan kesempatan pemain lokal untuk menempati pos penyerang, sesuatu yang tak diberikan oleh banyak tim di Shopee Liga 1 2019.

Namun hal tersebut seakan menjadi bumerang bagi mereka. Duo bek Brasil, Lucas Silva dan Arthur Vieira, yang diplot menggantikan peran Aaron Evans, gagal menjadi tembok kokoh bagi Laskar Banua. Hingga saat ini, Barito Putera menjadi salah satu tim dengan pertahanan terburuk.

Total dari 14 laga mereka kebobolan 25 gol, hanya kalah oleh Perseru Badak Lampung FC sebagai tim dengan pertahanan terburuk dengan catatan 28 kali kemasukan. Bukan torehan yang patut dibanggakan mestinya dengan dua pemain asing berada di depan penjaga gawang.

Sementara peran pengatur permainan yang sebelumnya diemban oleh Matias Cordoba tak mampu diteruskan dengan baik oleh Evan Dimas. Kedua pemain memang memiliki gaya yang cukup berbeda dalam mengatur tempo permainan, dan berbeda pula dalam naluri bermain.

Cordoba, meskipun berperan sebagai pengatur tempo, ia memiliki naluri untuk membangun serangan juga. Ketika ditekan ia mampu bersikap tenang dan mencoba melewati pemain lawan untuk mengalirkan bola secara enak ke depan. Sesuatu yang tak dimiliki oleh Evan Dimas tentunya.

Baca juga: Terjatuh dan Bangkit Seperti Aaron Evans

Hal ini tak murni salah Evan Dimas sebenarnya. Evan tetaplah pemain berkualitas dalam mengatur tempo permainan. Namun naluri yang ia punya tak sama dengan Cordoba. Ia lebih mementingkan untuk bermain aman dengan penguasaan bola selama mungkin.

Jadi ketika ia ditekan, bola akan selalu kembali ke belakang terlebih dahulu. Itulah sebabnya ia butuh sosok yang bisa menjadi jembatan antara dirinya dengan lini depan, peran yang musim lalu juga diemban oleh Matias Cordoba.

Paulo Sitanggang yang beberapa kali dicoba menjalankan peran itu sendiri tak mampu tampil maksimal. Ia lebih banyak bergerak liar di depan, lebih sering out of position, sehingga ketika Evan Dimas harus mengalirkan bola ke depan dengan cepat, tak ada yang menjadi jembatan yang dapat menghubungkannya.

Faktor inilah yang membuat Evan Dimas lebih sering mengembalikan bola ke belakang, atau memilih umpan panjang dalam membangun serangan. Sebuah strategi yang bukan keahlian Barito Putera.

Baca juga: Kisah Tokoh Bangsa dan Sepak Bola Indonesia

Untuk pemain asing lainnya seperti Yoo Jae-hoon? Kiper dari Korea Selatan ini boleh dibilang adalah pembelian paling gagal untuk Barito Putera. Niat hati ingin memperkuat sektor penjaga gawang, mantan kiper Persipura ini justru lebih banyak duduk di bangku cadangan. Ia hanya menjadi pilihan ketiga setelah Adhitya Harlan dan M. Riyandi.

Satu-satunya pembelian yang cukup oke bagi Barito Putera musim ini mungkin hanya Rafael Silva. Penyerang asal Negeri Samba ini selain mempunyai insting yang tajam di dalam kotak penalti, juga punya gaya permainan yang ngotot.

Ia adalah tipe pemain yang tak bisa diam menunggu bola di depan dan lebih memilih melebar maupun menjemput bola ke belakang. Sosok penyerang yang benar-benar dibutuhkan oleh Barito Putera.

Selain Rafael Silva, semua pemain asing Barito di putaran pertama musim ini adalah kegagalan. Pemilihan pemain asing yang salah telah merusak proyek yang menjadi mimpi para Bartman melihat klub kebanggaannya mengangkat piala. Satu kesalahan besar yang tentu menjadi tamparan keras bagi manajemen.

Ketika proyek besar mereka memasuki masa untuk menuai hasil, mereka gagal mengeksekusinya dengan baik. Karena itulah Barito Putera sementara masih terpuruk di papan bawah Shopee Liga 1 2019, dan mungkin akan tetap terpuruk hingga akhir musim bila tak segera berbenah.

 

*Penulis merupakan seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang gemar menganalisis sepak bola Indonesia. Bisa dihubungi di ID LINE: achmzulfikar