Suara Pembaca

Chelsea, Lampard, dan Jejak Para Legenda di Kursi Pelatih

Chelsea menunjuk Frank Lampard sebagai pelatih baru menggantikan Maurizio Sarri yang hengkang ke Juventus. Lampard sebelumnya menjabat sebagai pelatih klub Divisi Championship (kasta kedua kompetisi di Inggris), Derby County.

Pelatih yang juga pernah bermain di Major League Soccer (MLS) bersama New York City FC ini dikontrak selama 3 tahun, sekaligus menjadikannya pelatih Chelsea kedua di era Roman Abramovich yang dikontrak lebih dari 2 tahun usai Jose Mourinho dengan durasi kontrak dari tahun 2004 hingga 2007.

Tugas besar menanti pelatih yang sewaktu bermain berposisi sebagai gelandang ini. Pasalnya, selain ia harus bersaing dengan klub-klub besar dan kuat lainnya di Liga Primer Inggris seperti Arsenal, Liverpool, Manchester City, Manchester United dan Tottenham Hotspur, ia juga harus setidaknya menyamai pencapaian Maurizio Sarri yang bisa dibilang cukup berhasil membawa Chelsea kembali ke Liga Champions dan meraih trofi Liga Europa.

Ditambah lagi, ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa Chelsea dilarang melakukan pembelian pemain untuk dua jendela transfer terhitung mulai musim panas ini. Hanya dua pemain yang mampu didapatkan The Blues sejauh ini, dan hanya satu pemain saja yang benar-benar bisa dibilang baru, yakni Christian Pulisic dari Borussia Dortmund.

Baca juga: Christian Pulisic di Chelsea: Beban Berat Penerus Eden Hazard

Satu pemain lagi yakni Mateo Kovacic, mereka datangkan karena merupakan pemain yang dipinjam musim sebelumnya dari Real Madrid, dan dipermanenkan sebelum hukuman transfernya dimulai.

Frank Lampard menjadi pelatih kedua yang melatih mantan klubnya di lingkup The Big Six Liga Primer Inggris untuk musim depan, setelah Ole Gunnar Solskjaer bersama Manchester United. Seperti diketahui, Lampard adalah mantan pemain Chelsea dan timnas Inggris, bahkan ia sudah dianggap sebagai legenda klub meskipun tidak menghabiskan seluruh kariernya bersama The Blues.

Penunjukkan Lampard atau seorang legenda klub menjadi pelatih sudah menjadi hal biasa yang memang sering juga dilakukan banyak klub-klub lainnya selain Chelsea. Seorang mantan pemain terlebih lagi seorang legenda klub memang seolah-olah mempunyai ‘jatah’ untuk melatih mantan kesebelasannya. Seorang legenda klub bakal selalu muncul dalam pilihan calon pelatih baru, baik itu memang pertimbangan asli klub atau sekadar rumor belaka.

Seorang mantan pemain dipilih sebagai pelatih bukan semata-mata karena kemampuan melatihnya saja. Banyak pelatih yang kemampuan dan prestasi melatihnya belum teruji, tapi langsung dipilih sebagai pelatih. Itu karena dirasa punya pengalaman yang mumpuni untuk bisa dibagikan kepada para pemain, juga dinilai dengan pengalamannya mampu mengatasi permasalahan di lapangan.

Apa lagi seorang legenda, selalu punya nilai lebih ketika menjadi kandidat pelatih, karena dianggap sudah paham filosofi dan kondisi klub, sehingga diharapkan mampu mengatasi masalah internal klub.

Namun penunjukan seorang legenda klub menjadi pelatih bukan hanya karena alasan itu saja. Alasan lain dipilihnya seseorang yang sudah menjadi idola sekaligus panutan para fans ialah karena dirasa mampu memberikan stabilitas bagi klub, terlebih lagi stabilitas hubungan klub dengan para pendukung.

Ditunjuknya seorang legenda klub mengisi posisi juru taktik, hampir selalu ketika performa klub sedang menurun atau ada kekecewaan yang dari para fans kepada pihak klub. 

Lihat saja penunjukkan Solskjaer oleh Manchester United, dilakukan setelah performa buruk mereka di bawah asuhan Jose Mourinho. AC Milan bahkan menunjuk empat mantan pemainnya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, yakni Clarence Seedorf, Filippo Inzaghi, Christian Brocchi, dan terakhir Gennaro Gattuso, karena menurun drastisnya performa klub berjuluk I Rossoneri tersebut yang sudah lama tak bermain di Liga Champions.

Baca juga: Gennaro Gattuso, (Bukan) Perusak Segalanya

Zinedine Zidane di Madrid, dipilih karena performa El Real di bawah pelatih sebelumnya, Carlo Ancelotti, dianggap menurun yang tak mampu mempertahankan gelar Liga Champions. Bahkan kala seorang Pep Guardiola ditunjuk menjadi suksesor Frank Rijkaard pun, karena prestasi Barcelona yang menurun di beberapa musim terakhirnya.

Kedatangan seorang legenda menjadi bagian dari klub, apa lagi menjadi pelatih kepala, dianggap mampu memunculkan aura positif kepada para fans juga memunculkan semangat dan optimisme mereka.

Kekecewaan sekaligus kemarahan para pendukung diharapkan mampu teredam dengan datangnya seorang legenda, apalagi kecintaan mereka yang besar kepada sang mantan pemain juga dianggap mampu membuat para supporter tak terlalu menyuarakan kekecewaannya, baik lewat kritikan ataupun cemoohan.

Begitu pun untuk penunjukkan Frank Lampard. Performa Chelsea dalam komando Sarri musim lalu tidaklah buruk. Kembali ke Liga Champions dengan finis di peringkat ketiga dilengkapi juara Liga Europa, merupakan sebuah pencapaian yang bagus untuk pelatih yang baru memulai musim pertamanya bersama klub baru, kompetisi baru, dan atmosfer baru.

Baca juga: Frank Lampard dan Chelsea: Reuni yang Penuh Risiko

Namun kedatangan Lampard dengan tujuan meredam kemarahan dan kekecewaan fans itu muncul dari hal lain, yakni perginya bintang andalan Chelsea, yang merupakan pemain terbaik mereka musim lalu, Eden Hazard. Para supporter pasti marah dan kecewa pihak klub tak mampu mempertahankan aset berharga The Blues, terlebih saat mereka sedang dalam hukuman transfer.

Bagaimana tidak, Frank Lampard belum punya prestasi mentereng sebagai pelatih. Ia baru memulai karier kepelatihannya musim lalu, itu pun dengan hasil gagal meloloskan Derby County ke Liga Primer Inggris, namun justru langsung ditunjuk menjadi pelatih di klub sebesar Chelsea.

Entah memang tujuan manajemen menunjuk Lampard adalah seperti itu atau bukan, yang jelas kesedihan ditinggal Hazard langsung berubah karena mayoritas penduduk The Blues saat ini sedang dalam euforia akan kedatangan Lampard.

Duduknya seorang legenda di kursi kepelatihan tim senior memang membawa dampak positif di awal kedatangannya. Tak hanya bagi London Biru, tapi juga terjadi di Manchester, Milan, Barcelona, hingga Real Madrid dan banyak klub lainnya.

Soal bagaimana prestasi sang legenda ke depannya itu lain hal. Terpenting adalah bagaimana semangat dan rasa optimisme dari para fans mampu dimanfaatkan dan dipegang dengan baik. Maka, sang legenda bisa menjadi legenda baru, sebagai pemain juga sebagai pelatih.

 

*Penulis bisa ditemui di akun Instagram @aprilian1996