Suara Pembaca

Satu Leg Netral Harusnya Final Ideal

Gelaran Piala Indonesia 2018/2019 telah memasuki jenjang terakhir. Dua tim penuh sejarah, dua tim terbaik yang mewakili Indonesia di ajang Asia, Persija Jakarta dan PSM Makassar, akan bertemu demi merebut gelar yang terakhir didapatkan Persibo Bojonegoro.

Final dua leg telah diputuskan oleh federasi. Leg pertama tanggal 21 Juli 2019, Persija Jakarta akan bertindak selaku tuan rumah, disusul leg kedua tanggal 28 Juli 2019 di kandang PSM Makassar.

Final dua leg ini sebenarnya bukan pertama terjadi di Indonesia. Sebelum Shopee Liga 1 2019 dimulai, Piala Presiden 2019 yang merupakan ajang pra-musim menggunakan format sama. Kala itu Arema FC berhasil menjadi juara setelah menahan imbang Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, dan menundukkan pasukan Bajul Ijo di Stadion Kanjuruhan.

Final berformat dua leg memang terkesan tidak biasa. Banyak ajang bergengsi dunia seperti Liga Champions Eropa, Piala Eropa, hingga Piala Dunia, selalu menggunakan format satu kali final di tempat netral. Namun jika melirik ke ranah Asia, praktek tersebut memang lebih lazim digunakan.

Baca juga: Rentetan Kesialan Persija Jelang Kualifikasi Liga Champions Asia

Dalam skala klub, Liga Champions Asia secara reguler telah menetapkan sistem final dua leg untuk kompetisi tertinggi Asia ini. Terbukti dari segi bisnis, banyak keuntungan yang dapat diraup, baik oleh tim yang bertanding maupun oleh federasi Asia (AFC).

Akan tetapi jika melihat kondisi sepak bola Indonesia saat ini, tentu final dua leg bukan final ideal. Final dua leg akan memberikan keuntungan besar bagi tim yang mendapat giliran tuan rumah di leg kedua. Secara moral piala telah mampir ke stadion mereka, tentu spirit untuk mengangkat piala tersebut di depan pendukung sendiri sangat besar.

Liga Champions Asia pun juga sama. Namun yang membedakan skala Liga Champions Asia dengan skala Piala Indonesia tentu adalah kedewasaan suporter tuan rumah leg kedua, melihat piala yang mereka idamkan diangkat oleh tim lawan. 

Di ajang Liga Champions Asia 2018, hal tersebut terjadi. Wakil Jepang, Kashima Antlers, meraih gelar juara setelah di leg kedua mereka berhasil menahan imbang tim kuat Iran, Persepolis, di Stadion Azadi, Tehran, Iran.

Meskipun suporter Persepolis saat itu kecewa, mereka bisa menerima melihat Kashima Antlers mengangkat piala tahunan paling bergengsi di Asia tersebut. Tak terdengar kericuhan besar yang terjadi. Yang jadi pertanyaan sekarang, siapkah suporter kita dengan hal yang sama?

Jika melihat dua tim yang bertanding, tentu tak perlu sekhawatir final gelaran Piala Presiden 2019. Berbeda dengan Arema FC dan Persebaya Surabaya yang memiliki rivalitas panjang menjurus kekerasan, persaingan Persija Jakarta dan PSM Makassar jarang terdengar sampai ke fisik. 

Akan tetapi ini Indonesia. Tidak ada yang tahu kapan puncak kekecewaan suporter, dan bagaimana mereka melampiaskannya.

Suporter PSM Makassar mungkin tidak memiliki sejarah permusuhan dengan Jakmania, suporter Persija Jakarta. Namun kekecewaan terhadap tim tentu akan terjadi apabila mereka harus melihat sang rival berpesta di Makassar.

Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan suporter untuk melampiaskannya, apakah dengan dewasa seperti suporter Persepolis di Liga Champions Asia, atau malah masuk stadion yang kerap dilakukan beberapa oknum suporter tim lain di Indonesia.

Baca juga: Suporter adalah Nyawa, Bukan Pemburu Nyawa

Selain masalah kedewasaan suporter, masalah padatnya jadwal Shopee Liga 1 2019 juga membuat final dua leg ini tidak ideal. Berdasarkan jadwal Shopee Liga 1 2019, Persija Jakarta dan PSM Makassar harus melakoni pekan ke-10 menghadapi Semen Padang dan Kalteng Putra di tanggal yang sama dengan final leg pertama, dan mereka juga harus melakoni pekan ke-11 di tanggal yang berdekatan dengan tanggal main final leg kedua. 

Berkaca dari pengalaman ketika PSM Makassar dan Persija Jakarta berlaga di ajang Asia, satu tim saja berubah jadwal, banyak tim yang akan kena imbasnya. Kali ini dengan adanya dua leg final yang telah ditentukan jadwalnya,  otomatis akan ada empat pertandingan liga yang mengalami perubahan jadwal.

Berarti selain kontestan final, akan aada empat tim lain yang ikut kena imbas, dan efek domino dari perubahan jadwal ini tentu akan berimbas ke tim lain yang akan berlaga melawan tim yang mengalami penundaan.

Apalagi PSM dan Persija masih memiliki tabungan laga tunda yang cukup banyak. Juku Eja masih menyisakan dua laga tunda, sementara Macan Kemayoran masih menantikan satu laga tunda yang belum mereka lakoni. Dengan adanya dua leg final kali ini, tentu mereka akan menabung dua laga tunda lagi di Shopee Liga 1 2019.

Ketidakjelasan perpindahan jadwal tentu akan mempengaruhi fisik maupun mental pemain, karena itulah satu leg final di tengah padat dan karut marutnya jadwal liga merupakan format ideal.

Baca juga: Haduh… Jadwal Liga Indonesia Masih Saja Berantakan

Sebenarnya apabila dapat memilih, satu laga final di Kalimantan akan adil bagi kedua tim. Selain mempertimbangkan jadwal yang cukup padat, pemilihan tempat yang netral harus dijaga. Berhubung venue laga puncak ditentukan setelah kontestan diketahui, tentu lebih sulit menentukan tempat yang netral.

Kalimantan dapat dibilang cocok di final kali ini. Selain Kalimantan yang ramah terhadap suporter tim sepak bola manapun, jarak dari kota kontestan final pun cukup adil. Kedua suporter tim harus melintas pulau terlebih dahulu untuk menyaksikan tim kebanggaannya berlaga di final. Apalagi sarana stadion yang layak dipakai untuk gelaran final di Kalimantan begitu melimpah.

Namun satu hal yang mungkin tidak menarik dari format final satu leg di Kalimantan adalah dari segi bisnis yang berjalan. Dua tim dengan basis suporter besar tentu akan lebih menarik uang ketika bermain dua kali di kandang masing-masing, daripada satu kali di tempat netral.

Meskipun begitu, federasi harus sadar bahwa bisnis berjalan di atas kepercayaan bersama. Apabila federasi menetapkan berbagai keputusan yang membuat sistem kompetisi, baik liga maupun Piala Indonesia makin kacau hanya demi menguntungkan bisnis, tentu mereka harus siap untuk ditinggalkan suporter maupun partner bisnis lainnya. 

 

*Penulis merupakan mahasiswa Astronomi ITB yang gemar mengamati perkembangan sepak bola Indonesia. Dapat dihubungi di ID LINE: achmzulfikar