Cerita

Menikmati Warisan Monchi di AS Roma

Bila diibaratkan sebuah pasar, maka AS Roma adalah pengepul pemain muda yang akan menjualnya saat mereka telah menunjukkan potensinya. Tak ayal, itu membuat  I Giallorossi mendapatkan sebutan dengan AS RoMart – merujuk pada salah satu gerai toko di Indonesia.

Sebutan itu semakin paripurna ketika Monchi, Direktur Olahraga Sevilla, datang pada 2017 silam. Mantan penjaga gawang Sevilla itu memutuskan untuk pergi dari Sevilla menuju Italia. Namun, perpisahan Monchi dan Sevilla hanya berlangsung sebentar, lantaran ia memutuskan untuk kembali ke Sevilla.

Pergi untuk kembali. Mungkin itu frasa yang tepat untuk menggambarkan kisah romantis Monchi dan Sevilla.

Monchi cerdas, tapi tidak untuk AS Roma

Karier sepak bola Monchi memang tak moncer. Terlahir dengan nama Ramon Rodriguez Verdejo, ia bukanlah pemain jempolan.

Namun, ketidaksempurnaan Monchi saat menjadi pemain tak berlaku saat ia bekerja di balik layar. Sebagai Direktur Olahraga, namanya melejit. Bisa jadi, posisinya sebagai penjaga gawang yang berada di barisan paling belakang sebuah susunan tim, membuat ia menjadi lebih jeli memindai kualitas pemain.

Nama-nama hebat muncul dari sentuhan dan kejelian Monchi di Sevilla. Dani Alves dan Ivan Rakitic mungkin tak akan meroket bila Monchi tak mengambil peran. Kehebatannya saat itu tak hanya membuat Sevilla dipenuhi talenta-talenta muda berpotensi dunia, namun juga berbuah gelar juara. Tiga gelar Liga Europa – yang didapat beruntun – ia berikan untuk Sevilla.

Baca juga: AS Roma yang Lebih dari Sekadar Klub ‘Supermarket’

Kegemilangan itu membuat banyak klub ingin memboyongnya. Ia dianggap tak hanya mampu mencari pemain muda potensial, namun juga memberikan garansi gelar juara.

Salah satu yang tertarik adalah AS Roma, dan pada 2017 ia pindah ke ibu kota Italia. Sisanya seperti yang kita ketahui bersama: ia gagal.

Lalu, mengapa ia sukses di Sevilla dan gagal di AS Roma?

Saya menyukai argumen dari Yoga Cholanda. Dalam suatu kesempatan, ia menyebut bahwa Monchi datang ke AS Roma yang saat itu berada dalam situasi yang setengah matang. Berbeda dengan di Sevilla yang saat itu tengah melakukan perombakan besar-besaran. Maka secara sistem, AS Roma sudah memiliki pondasinya sendiri.

Pondasi yang sudah terbangun itu lantas membuat Monchi tak bisa melakukan semuanya dengan bebas. Ia terhalang dengan adanya dorongan dari banyak pihak untuk segera mengakhiri puasa gelar. Bandingkan dengan Sevilla yang harus menunggu cukup lama sentuhan Monchi hingga akhirnya menuai hasil pada 2013 hingga 2016.

Situasi ini diperburuk dengan minimnya pengalaman Monchi mengatur pemain bintang. Diakui atau tidak, skuat AS Roma saat Monchi datang jauh lebih mentereng dibandingkan Sevilla saat ia masih menjabat.

Baca juga: Masa Depan AS Roma Ada di Kaki Pemain-Pemain Ini

Mari menikmati warisan Monchi

Sesaat setelah Monchi masuk pada 2017, ia langsung melakukan berbagai perubahan. Salah satu yang mendasar adalah memboyong pelatih Eusebio Di Francesco dari Sassuolo. Langkah yang dilakukan Monchi jelas: regenerasi tim. Nama-nama lain yang ia datangkan, adalah pemain muda yang memiliki potensi untuk berkembang suatu saat nanti (dan akan laku dengan harga mahal).

Setidaknya ada tiga warisan yang diberikan oleh Monchi. Ketiganya tersebut bermuara pada satu hal: para pemain muda.

Selama kurang lebih dua tahun berada di Roma, Monchi banyak memboyong pemain-pemain berusia muda. Beberapa nama tua yang diboyong pun ia datangkan dengan harga murah. Sebut saja Hector Moreno dan Maxime Gonalons dengan harga lima juta euro. Praktis, hanya Steven N’Zonzi yang ia datangkan dengan harga mahal.

Hal ini tak berlaku untuk pemain muda yang ia boyong. Sebut saja Cengiz Under, Nicolo Zaniolo, dan Justin Kluivert. Ketiga nama muda inilah yang suatu saat nanti akan menjadi komoditas panas di bursa transfer AS Roma. Ketiga nama di atas akan menjadi salah satu modal James Pallotta untuk membangun stadion baru bagi AS Roma.

Nah, warisan kedua yang ditinggalkan Monchi adalah stadion. Ia mungkin tak turun langsung menyelesaikan sengketa tanah antara pihak klub dengan pemerintah. Namun, secara tidak langsung ia menyiapkan dana segar.

Baca juga: Logo AS Roma Disensor di Iran karena Memperlihatkan Puting Serigala

Bukan rahasia lagi jika Jim – panggilan Pallotta – memiliki ambisi besar untuk membangun stadion sendiri untuk AS Roma. Jika pembangunan itu terjadi, maka mereka butuh kucuran dana besar dan ini nama-nama muda yang diboyong oleh Monchi akan menjadi salah satu sumber dananya.

Opsi lain jika para pemain muda Roma tidak pergi adalah mereka akan menjadi masa depan AS Roma. Saat kucuran dana difokuskan untuk membangun stadion, maka kemungkinan untuk tidak aktif di bursa transfer semakin terbuka lebar. Ketika itu terjadi, maka Roma hanya bisa berharap para pemain yang ada memiliki kesetiaan dan tidak hengkang.

Warisan ketiga yang ditinggalkan Monchi adalah terkait dengan kehidupan. Saya mencoba menjadi warga Indonesia seutuhnya yang selalu berusaha mencari hikmah di balik sebuah ujian.

Kegagalan Monchi di AS Roma memunculkan satu hikmah, bahwa karma itu nyata. AS Roma kualat karena melepas Kevin Strootman dan Radja Nainggolan dan kini mereka menanggung akibatnya setelah melepas pemain yang memberikan sepenuh hatinya untuk AS Roma.