Cerita

Javier Pastore dan Rumah Bernama AS Roma

“Aku tak mampu bersaing dengan Neymar, sebab ia merupakan pemain yang sangat hebat. Seorang pesepak bola yang begitu fenomenal”.

Seperti itulah pengakuan yang dibuat oleh penggawa baru AS Roma berpaspor Argentina yang direkrut via mahar senilai 24,7 juta euro dari Paris Saint-Germain (PSG), Javier Pastore.

Bagi penikmat sepak bola, apa yang diungkapkan oleh figur berusia 29 tahun tersebut jelas mengejutkan. Pasalnya, selama ini kita mengenal Pastore sebagai salah satu gelandang kreatif terbaik yang dimiliki oleh Negeri Tango. Kemampuannya sungguh prima dalam mengatur ritme permainan, mengkreasikan peluang lewat giringan aduhai sampai melepas umpan-umpan ajaib yang membelalakkan mata.

Di luar daripada itu, Pastore juga kondang sebagai gelandang yang amat serbabisa. Jangan heran apabila posisi yang ia tempati di satu laga, dapat berubah-ubah pada laga-laga selanjutnya.

Fakta di atas pula yang membuat Les Parisiens rela merogoh kocek senilai 39,8 juta euro pada Agustus 2011 silam guna memboyong Pastore dari Palermo. Aktivitas transfer itu ditunaikan PSG untuk menginisiasi dominasinya sebagai kesebelasan terbaik di Prancis.

Selama tujuh musim membaktikan diri di Stadion Parc des Princes, Pastore merumput sebanyak 269 kali pada seluruh kompetisi serta mengemas 45 gol dan 62 asis. Bersamaan dengan itu pula, ia berhasil menggamit 16 trofi juara yang kesemuanya berasal dari ajang domestik.

Namun seiring berjalannya waktu, kepercayaan dari para pelatih PSG kepada Pastore terlihat makin menurun. Bila di awal-awal kariernya membela panji Les Parisiens berbuah kesempatan bermain lebih dari 30 kali pada seluruh ajang, hal tersebut semakin pudar dalam beberapa musim pamungkas. Wajar bila kemudian, ada perasaan gusar yang merambat di dalam benaknya.

Lebih jauh, kebijakan transfer PSG yang saban musim mendatangkan pemain anyar berkualitas ciamik dengan banderol selangit, disebut-sebut juga menjadi faktor lain yang bikin Pastore memilih cabut dari Negeri Anggur dan menerima pinangan I Giallorossi.

Di sisi lain, pengakuan Pastore yang merasa tak sanggup bersaing memperebutkan posisi utama dengan Neymar adalah sebuah pertanda jika rumah bernama PSG tak lagi nyaman untuknya.

Maka dari itu, pencarian rumah baru nan nyaman yang bisa dijadikannya sebagai tempat membuktikan diri secara paripurna sekaligus mendapat status inti (termasuk bisa kembali masuk ke tim nasional Argentina), adalah sebuah keharusan mengingat usianya juga masih berada di periode matang.

Oleh sebagian pengamat, keputusannya pindah ke Roma jelang musim 2018/2019 bergulir dinilai amat tepat karena ia juga sudah mengenal iklim Serie A dengan fasih. Pastore pun menyatakan kepada publik jika mudik ke Negeri Pizza adalah sesuatu yang sangat diidam-idamkannya.

Lagipula, potensinya buat jadi pilihan nomor satu Eusebio Di Francesco (allenatore Roma), lebih tinggi ketimbang bertahan di PSG yang akan ditukangi oleh Thomas Tuchel.

Penggemar sepak bola pun tahu bila kesebelasan yang bermarkas di Stadion Olimpico tersebut baru saja melego salah satu gelandang andalannya, Radja Nainggolan, ke Internazionale Milano sehingga kehadiran Pastore dirasa begitu ideal sebagai suksesor. Dirinya pun bisa memperebutkan satu posisi lowong yang ada di sektor tengah I Giallorossi atau bahkan mengisi slot tersebut secara otomatis.

Memindai Tugas Radja Nainggolan di Internazionale Milano

Bagi Di Francesco, bergabungnya pemilik 29 caps bersama timnas Argentina itu ke kubu asuhannya bakal memberi sejumlah opsi baru guna meramu taktik. Seperti yang telah saya paparkan di bagian awal artikel, keserbabisaan Pastore untuk bermain di sejumlah posisi berbeda, (mulai dari gelandang tengah, gelandang serang, gelandang serang yang beroperasi via sayap hingga winger), bikin ia memiliki nilai plus tersendiri sehingga Di Francesco dapat memberinya tugas beraneka ragam di dalam strategi pilihannya.

Mengingat kualitas hebat yang Pastore miliki, berkolaborasi dengan gelandang-gelandang lain I Giallorossi macam Bryan Cristante, Daniele De Rossi, Maxime Gonalons, Lorenzo Pellegrini, atau Kevin Strootman, tampaknya bukan hal yang kelewat elusif.

Kini, Romanisti akan menunggu performa menawan yang sanggup Pastore tunjukkan di rumah barunya. Akan tetapi, lelaki kelahiran Cordoba tersebut harus sadar bahwa selain kesabaran untuk menunggu, ada ekspektasi menjulang yang beranak-pinak di dalam dada mereka perihal aksinya tiap kali merumput. Jika Pastore kepayahan untuk membuktikan kapasitas briliannya, maka hujan kritik adalah keniscayaan.