Cerita

Berbagi Peran dalam Sepak Bola

Selain menyajikan pertandingan-pertandingan seru, Piala Presiden juga menyajinkan dua “aksi” suporter. Pertama, aksi BCS pendukung militan PSS Sleman. Kemudian yang kedua adalah aksi Bobotoh yang tidak terima klub kebanggaannya harus tersingkir dini dari Piala Presiden tahun ini.

Di luar dugaan, pertandingan pertama PSS Sleman sepi penonton. Tribun selatan, tempat berdirinya Brigata Curva Sud, tidak berpenghuni. Tidak ada aksi koreo yang biasa tersaji. Sore itu Super Elang Jawa dibiarkan berjuang sendirian.

Ini adalah aksi lanjutan BCS yang berharap sepak bola Sleman dapat lebih baik ke depannya. Sebelumnya BCS mengajukan 8 tuntutan pada PT. Putra Sleman Sembada (PT. PSS) selaku manajemen PSS Sleman. Selama 8 tuntutan belum dipenuhi, mereka akan terus melakukan boikot seluruh pertandingan PSS Sleman.

Delapan poin tuntutan yang diajukan BCS kepada PT. PSS adalah program pembinaan dan akademi usia muda PSS Sleman, mes untuk pemain PSS Sleman, lapangan untuk berlatih, marketing & bussines development, penghapusan peran dan posisi ganda, manfaatkan dan utamakan peran official media PSS, penyelenggaraan pertandingan yang profesional, dan standar operasional prosedur yang jelas dalam perusahaan.

Aksi kedua tersaji di Bandung. Bobotoh yang tidak puas dengan performa tim, mengkambinghitamkan pelatih baru mereka. Milijan Radovic yang pernah menjadi idola ketika hadir sebagai pemain, dirasa belum pantas menangani klub sebesar Persib. Ini menyusul hasil minor yang didapat dari enam pertandingan awal Maung Bandung di bawah kendali pria asal Montenegro tersebut.

Kekecewaan memuncak usai Persib Bandung tersingkir dini dari Piala Presiden 2019. Selepas kalah atas Persebaya Surabaya, ratusan Bobotoh merangsek masuk ke lapangan pertandingan. Suasana memanas. Dalam rekaman video yang beredar bahkan nampak beberapa orang melakukan serangan fisik terhadap Radovic.

Baca juga: Niretika Siaran Langsung Sepak Bola oleh Indosiar

Sudah seharusnya dilakukan suporter

Suporter sebagai salah satu elemen klub tentu mengharap yang terbaik untuk klub dan kebanggannnya. Sudah seharusnya suporter berperan bila merasa ada yang tidak beres dengan klub. Ada sebuah prinsip lama, “Bila pemain bermain buruk, timpuk. Bila manajemen bobrok, gruduk”. Namun kini prinsip tersebut haruslah disikapi dengan lebih dewasa.

Apa yang dilakukan BCS dan Bobotoh memang sudah seharusnya dilakukan. Sayangnya, apa yang dilakukan Bobotoh justru melampaui batas dan bukan tidak mungkin akan merugikan klub itu sendiri.

Bukan hanya BCS dan Bobotoh, aksi serupa pernah dilakukan suporter-suporter lain sebelumnya. Musim lalu, sebelum menjadi juara, Macan Kemayoran pernah tampil mengecewakan. Tulisan “Angkat Kaki Sekarang Juga Bila Tak Sanggup Juara” terpampang besar dan menjadi satu-satunya kalimat yang terbentang di dalam Stadion Sultan Agung, Bantul. Setelahnya, pelatih dan pemain seakan tersengat dan kembali dalam jalur juara.

Aksi serupa terjadi di Bali. Menjelang akhir kompetisi, saat Bali United menghadapi Persija, tribun utara Stadion I Wayan Dipta penuh asap. Kembang api dan suar betebaran di mana-mana. Ini adalah aksi unjuk kekecewaan suporter Serdadu Tridatu terhadap manajemen mereka.

Suporter berharap manajemen mempersiapkan tim dengan target juara. Hasilnya, musim ini manajemen nampak lebih serius dengan mendatangkan pemain berkualitas guna merealisasikan target tersebut.

Baca juga: 5 Rivalitas Suporter Liga Indonesia yang Berhasil Didamaikan

Segitiga sama sisi: suporter, manajemen dan tim

Suporter, manajemen, dan tim -pelatih dan pemain- merupakan tiga elemen saling berhubungan dalam suatu klub. Dengan perannya masing-masing, ketiganya haruslah memiliki jarak yang sama guna menjadi poros ideal bergulirnya klub menuju tujuannya. Tidak ada yang boleh terlalu jauh, dan tidak bisa ketiganya memiliki jarak yang lebih dekat.

Peran suporter memberi dukungan pada tim dan mengawasi manajemen klub. Peran manajemen mengatur tim sesuai target dan mendengar aspirasi suporter. Sementara peran tim, bekerja untuk manajemen dan memberi pembuktian pada suporternya.

Bila ada jarak yang terlalu dekat di antara ketiganya, dikhawatirkan akan menghilangnya perannya masing-masing. Sebagai contoh jarak suporter dan manajemen yang terlaku dekat. Ini akan berakibat pada keseganan suporter ketika hendak mengkritisi manajemen yang tidak bekerja dengan semestinya.

Pun bila suporter terlalu dekat dengan tim. Bagaimanapun juga dalam sepak bola profesional pemain dan pelatih sangat mungkin datang dan pergi. Cukuplah mereka dipuji bukan dipuja. Karena bila saatnya tiba, akan sangat berat melepaskan mereka yang sudah kadung terlalu dekat.

Namun sebaliknya, dari ketiganya juga tidak bisa berjarak terlalu jauh bahkan hingga terkesan berjalan sendiri-sendiri. Ketiganya harus selalu menjaga jarak dan selalu sadar akan perannya masing-masing. Ketiganya adalah sesuatu yang saling membutuhkan.

Baca juga: Persepsi ‘Harus Menang’ yang Menyesatkan