Suara Pembaca

Agenda Setting ala Sepak Bola Inggris

Membicarakan Brasil, Argentina, Italia, Spanyol, Prancis, Belanda, dan Italia, maka kita langsung mengingat bahwa negara-negara tersebut adalah negara-negara besar dan hebat jika berbicara soal sepak bola, begitu juga dengan Inggris.

Negara Tiga Singa dianggap sebagai salah satu tim kuat di sepak bola Eropa bahkan dunia, dengan selalu dihuni pemain-pemain bintang dari masa ke masa membuat Inggris selalu diperhitungkan setiap kali mereka berkompetisi.

Tak hanya soal tim nasionalnya saja, sepak bola Inggris juga dikenal dengan kompetisi domestiknya, Liga Primer Inggris. Bersama dengan liga-liga lain seperti Serie A, LaLiga, dan Bundesliga, Liga Primer Inggris menjadi salah satu liga top Eropa.

Tak mengherankan, mengingat kompetisi ini diikuti klub-klub besar seperti Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Manchester United yang juga selalu dihuni pemain-pemain top seperti Mesut Oezil, Eden Hazard, Mohamed Salah, dan Paul Pogba.

Baca juga: Pergulatan Kasta Terbawah Liga Primer Inggris

Bukan sekedar liga top, bahkan banyak yang menganggap bahwa Liga Primer Inggris merupakan liga paling menarik bagi para pencinta sepak bola di seluruh dunia. Tak mengherankan, karena liga di Negeri Ratu Elizabeth ini memang dianggap sebagai kompetisi paling kompetitif, di mana jarak poin di klasemen sangat dekat. Tak hanya itu, bahkan Liga Inggris juga dianggap sebagai liga terbaik di Eropa bahkan dunia.

Tapi benarkah Liga Inggris memang liga terbaik?

Jika berbicara soal yang terbaik, maka tolok ukurnya adalah gelar atau prestasi. Soal kompetisi yang terbaik, maka harus diakui bahwa gelar yang didapat klub peserta dari kompetisi tersebut di kompetisi internasional yang bakal menjadi barometernya. Dengan alasan tersebut, maka Liga Inggris bukanlah yang terbaik di Eropa apalagi dunia.

Kita ambil saja tolok ukurnya dalam 10 tahun terakhir. Sedekade terakhir, praktis hanya Chelsea (2012) yang berhasil meraih trofi kompetisi tertinggi antar klub-klub Eropa, Liga Champions, sedangkan dalam 3 kesempatan lain di laga final, tak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Manchester United (2009), (2011), dan Liverpool (2018) yang tak bisa meraih trofi Si Kuping Besar.

Lalu kenapa masih banyak orang yang menganggap Liga Primer Inggris merupakan liga terbaik ?

Dalam ilmu komunikasi, apa yang saat ini masih dipercayai publik dan yang selama ini dilakukan Liga Primer Inggris atau bahkan sepak bola Inggris secara garis besar dikenal dengan istilah agenda-setting. Itu merupakan sebuah teori komunikasi massa yang dikemukakan oleh dua pakar komunikasi, Maxwell McCombs dan Donald Shaw.

Baca juga: Salah Kaprah Rainbow Laces di Liga Primer Inggris

Mereka berasumsi bahwa suatu isu yang terus-menerus diulang-ulang oleh media akan dianggap penting oleh publik. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu, Tanah Air dihebohkan dengan kasus kopi bersianida. Kasus itu setiap hari diberitakan terus-menerus oleh hampir semua media mainstream, hingga kasus itu pun menjadi heboh bahkan kalau tidak salah hingga setahun lamanya.

Padahal, bukan bermaksud mengecilkan, orang yang terlibat dalam kasus tersebut baik itu korban ataupun tersangka bukanlah seorang publik figur yang bisa menyedot banyak perhatian khalayak. Bahkan jika dilihat dari segi kasusnya pun, ada banyak kasus lain yang sebenarnya bisa saja lebih banyak mendapat perhatian publik. Namun karena agenda-setting dari hampir semua media saat itu, kasus tersebut pun mendapat banyak perhatian publik dan seolah menjadi suatu kasus yang sangat penting bagi publik.

Hal yang serupa juga dilakukan Liga Primer Inggris. Sepak bola Inggris selalu menahbiskan diri sebagai kompetisi dan sepak bola terbaik, dibantu dengan eksodus para pemilik klub yang memiliki kekayaan berlimpah, yang tak segan mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan banyak pemain bintang.

Ketertarikan khalayak pada Liga Primer Inggris pun meningkat, sehingga pesan-pesan tadi akan semakin banyak dan semakin sering diterima oleh publik. Opini publik pun akhirnya terbentuk, bahwa Liga Primer Inggris dan sepak bola Inggris adalah yang terbaik di Eropa bahkan dunia. Padahal sebenarnya pendapat tersebut sangat bisa diperdebatkan, bahkan jika dilihat dari data pun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar.

Baca juga: Kesuksesan Timnas Inggris dan Sumbangsih Empat Pelatih Liga Primer Inggris

Di level klub yang merujuk ke kompetisi, seperti yang diuraikan di atas tadi, hanya Chelsea saja yang berhasil meraih trofi level Eropa dalam sedekade terakhir, sedangkan yang mendominasi kompetisi Eropa adalah klub-klub dari Spanyol dengan 7 gelar, di mana 5 gelar di antaranya diraih berturut-turut dalam 5 musim terakhir. Sisanya masing-masing diraih satu klub Serie A yakni Inter Milan (2010) dan satu klub Bundeliga, Bayern Muenchen (2013).

Dari data tersebut pun dapat dilihat bahwa kompetisi terbaik saat ini adalah LaLiga. Dari segi tim nasional pun, Inggris belum bisa meraih prestasi bergengsi apapun. Piala Eropa di tiga gelaran terakhir diraih dua negara lain, Spanyol (2008, 20012) dan Portugal (2016), bahkan Piala Dunia pun dalam empat perhelatan terakhir diraih empat negara besar Eropa lainnya, yaitu Italia (2006), Spanyol (2010), Jerman (2014), dan terakhir Prancis (2018).

Bahkan di masa yang sering mereka sebut sebagai generasi emas, saat masih diperkuat David Beckham, Frank Lampard, Steven Gerrard, Wayne Rooney, dan pemain-pemain lainnya pun tak mampu mempersembahkan apapun. Yang ada hanyalah sebuah agenda-setting yang mereka lakukan, dengan selalu membesar-besarkan negara, kompetisi, klub, bahkan pemain-pemain yang mereka miliki.

Baca juga: Antara Raisa-Isyana dan Gerrard-Lampard

Padahal justru kebanyakan pemain-pemain yang selalu mereka anggap sebagai pemain kelas dunia tersebut tak bisa menorehkan sebuah prestasi fenomenal, setidaknya untuk level Eropa.

Dari apa yang sudah dilakukan sepak bola Inggris dan contoh kasus tadi, kita bisa mengambil pelajaran dan mengetahui bahwa media massa, dan/atau sesuatu yang punya ketertarikan publik yang banyak, mempunyai nuansa agenda-setting.

Kita pun harus berperan aktif tentang apa yang diberitakan media, seperti anti-tesis agenda-setting, yakni teori uses and gratification yang ditulis Elihu Katz, bahwa khalayak berperan aktif, dalam artian, khalayak bisa memilih dan memilah isu atau topik yang memang penting bagi mereka.

Kita bisa menilai sesuatu benar-benar dengan objektif dan secara umum menghindari pengalihan isu yang coba dimanfaatkan sekelompok orang melalui media lewat agenda-setting.