Mengemban status debutan di Piala Dunia 1998, tak ada satupun pengamat yang menyangka apabila tim nasional Kroasia justru sanggup mengukir prestasi sekaligus sejarah pasca-finis sebagai tim peringkat tiga.
Impresifnya laju Vatreni yang saat itu diperkuat nama-nama seperti Slaven Bilic, Zvonimir Boban, Robert Prosinecki, Dario Simic hingga Davor Suker, sudah tampak sedari babak penyisihan grup.
Alhasil, kampanye Kroasia pada turnamen perdananya itu bak sebuah dongeng indah tak terperi. Hati seisi skuat, staf kepelatihan, petinggi asosiasi sepak bola Kroasia (HNS) dan para suporternya seakan melayang-layang tinggi di angkasa.
Namun ironis, prestasi hebat kala itu malah bertransformasi layaknya beban berat yang menjerat kaki-kaki Kroasia untuk tampil sempurna di ajang-ajang sepak bola mayor sesudahnya. Berturut-turut, mereka selalu rontok pada babak penyisihan grup saat mentas di Piala Dunia 2002, 2006 dan 2014. Bahkan di Piala Dunia 2010, Vatreni malah gagal lolos akibat terhempas pada babak kualifikasi zona Eropa.
Sementara di turnamen kelas wahid antarnegara Benua Biru, pencapaian terbaik Kroasia adalah menjejak fase perempat-final Piala Eropa 2008. Di ajang yang sama pada tahun 2016, kampanye mereka selesai di babak 16 besar, sementara dalam penyelenggaraan tahun 2004 serta 2012, laju mereka tamat di babak penyisihan grup. Namun yang paling menyedihkan, tentu kegagalan Kroasia lolos ke Piala Eropa 2000 walau baru saja mencatat prestasi apik.
“Kroasia tak pernah memperlihatkan aksi hebat lagi di kancah internasional sejak dua dekade silam. Padahal, dengan kualitas yang ada, kami bisa mengulangi atau bahkan melebihi capaian spektakuler ketika itu. Seiring berjalannya waktu, performa ciamik di Piala Dunia 1998 justru terlihat seperti bayang-bayang menakutkan untuk kami”, jelas Zlatko Dalic, pelatih Kroasia kepada salah satu kanal televisi di negaranya.
Terdengar ironis memang, tapi apa yang diutarakan oleh pembesut Kroasia sejak tahun 2017 silam itu ada benarnya. Dianugerahi talenta-talenta brilian, mulai dari Eduardo Da Silva, Kovac bersaudara (Niko dan Robert), Ivica Olic, Stipe Pletikosa, Dario Srna, sampai kini dibela Marcelo Brozovic, Mario Mandzukic, Luka Modric, Ivan Perisic serta Ivan Rakitic, prestasi Kroasia stagnan.
Harus diakui, presensi mereka di berbagai kejuaraan amat lekat dengan status pelengkap. Pencapaian negara-negara yang kualitasnya sedikit di bawah Kroasia, misalnya saja Swiss dan Yunani, justru lebih mentereng daripada negeri dengan ibu kota Zagreb tersebut.
Mengacu pada situasi demikian, Dalic bersama anak asuhnya yang bertempur di Piala Dunia 2018, berambisi untuk menyudahi aksi-aksi semenjana itu. Terlebih, mereka baru saja lolos dari babak penyisihan grup dengan membungkus tiga kemenangan sekaligus buat melaju ke babak 16 besar, dan bakal beradu taktik serta teknik lawan kesebelasan Eropa lainnya, Denmark.
Melihat kekuatan sang calon lawan, potensi untuk meraih kemenangan terbilang cukup besar. Akan tetapi, Kroasia tak boleh lengah begitu saja karena Danish Dynamite menyimpan kekuatan yang luar biasa. Salah melakukan pendekatan, kesebelasan dengan motif seragam kotak-kotak tersebut akan menanggung malu sekali lagi.
“Saya percaya bahwa kami bisa menyamai atau bahkan melampaui pencapaian Suker dan kolega dua puluh tahun silam. Sungguh, kami ingin mengukir sejarah gemilang bagi timnas supaya di masa yang akan datang, pembicaraan utama tentang sepak bola Kroasia tak melulu soal generasi emas di Piala Dunia 1998”, urai Rakitic, gelandang pilar Kroasia yang sekarang merumput bersama Barcelona, yang diamini oleh Dalic.