Piala Dunia 2018

Piala Dunia 2018, Islandia vs Kroasia: Dongeng Strákarnir Okkar yang Tidak Semanis Piala Eropa 2016

Setidaknya kita mendengar Viking Thunder Clap yang terkenal itu di Piala Dunia untuk yang terakhir kalinya di edisi kali ini di Rostov Arena. Gugurnya Islandia harus banyak diapresiasi sangat tinggi, walau mengakhiri turnamen sebagai juru kunci, namun mereka pernah menahan juara dunia dua kali, Argentina.

Islandia datang ke Piala Dunia dengan memegang catatan manis perjalanan di Euro 2016. Di mana mereka saat itu yang tak diunggulkan sama sekali mampu melaju hingga babak delapan besar sebelum dikalahkan tuan rumah Prancis. Hebatnya penampilan mereka sempat menjadi bahan perbincangan semua media sepak bola karena di babak 16 besar sanggup mengalahkan tim bertabur bintang Inggris dengan skor tipis 1-2. Selepas pertandingan, selebrasi Viking Thunder Clap ala mereka viral di berbagai penjuru dunia.

Melawan Kroasia yang sudah memastikan diri lolos, pelatih Heimir Hallgrimsson menurunkan susunan pemain terbaik, termasuk sang kapten Gylfi Sigurdsson dan pencetak gol ke gawang Argentina Alfred Finnbogasson.

Sementara itu Kroasia justru menyimpan beberapa pemain kunci di lini serang seperti Mario Mandzukic, Ante Rebic, Marcelo Brozovic, dan Ivan Rakitic, terlebih nama-nama tersebut akan absen di 16 besar jika mendapat kartu kuning di partai ini. Sang pelatih Zlatko Dalic mencoba skema lini tengah baru dengan memasangkan Luka Modric dengan Mateo Kovacic dan Milan Badelj untuk mendukung pemain depan seperti Ivan Perisic, Andrej Kramaric, serta Marko Pjaca.

Skema line-up tersebut, seperti yang sudah bisa ditebak, membuat Kroasia lebih banyak mengatur ritme pertandingan namun sang lawan Islandia yang mengandalkan beberapa serangan balik sanggup menciptakan beberapa peluang emas. Terutama di lima menit akhir babak pertama, dimana setidaknya ada dua peluang emas yang sanggup diciptakan Sigurdsson dan kawan-kawan.

Dari sisi skema, gelandang Islandia terutama sosok Emil Hallfredsson beberapa kali sanggup menghentikan skema serangan yang dibangun Modric, Kovacic, ataupun Ivan Perisic. Sehingga tidak aneh jika melihat catatan statistik di babak pertama dimana Kroasia tidak sanggup sama sekali mencatat tendangan tepat sasaran.

Namun, tetap saja pada akhirnya pengalaman anak asuh Dalic yang banyak bermain di eropa menjadi pembeda di paruh kedua. Dengan dimotori Modric, Kroasia sanggup memecah kebuntuan lewat sepakan first time dari Milan Badelj di menit ke 53. Satu menit sebelum gol ini, sang kreator Modric juga membahayakan gawang Hannes Halldorsson dimana tendangan jarak jauhnya membentur mistar gawang.

Selepas Modric keluar di menit 65 digantikan Filip Bradaric, kontrol lini tengah dipegang oleh rekannya di Real Madrid, Kovacic. Pemain yang diisukan ingin hengkah dari Madrid musim panas ini, tunjukkan ketangguhannya dalam bertahan dan mengawali serangan timnya.

Walau begitu, Islandia buka tanpa perlawanan. Mereka sanggup menyamakan kedudukan di menit ke-76 lewat penalty Gylfi Sigurdsson, sebelum di masa injury time, Ivan Perisic menciptakan gol kemenangan bagi Kroasia.

Skor  1-2 untuk keunggulan Kroasia bertahan hingga laga jeda dan membuat mereka meraih poin sempurna sembilan poin, sedangkan Islandia harus di juru kunci dengan raihan satu poin saja.

Pembuktian Generasi Terbaik Setelah 1998

Dengan sapu bersih tiga kemenangan di fase grup, termasuk melawan Argentina, Kroasia membuktikan jika generasi terbaik mereka bukan hanya sekedar omong kosong. Predikat tersebut disematkan berbagai media jika melihat komposisi skuat mereka saat ini dengan edisi Piala Dunia 1998, 20 tahun yang lalu, saat sanggup raih peringkat ketiga.

Prestasi lolos fase grup di peringkat pertama ini jelas sangat jauh lebih baik jika dibanding pencapaian mereka empat tahun silam di edisi Brasil, saat dimana generasi emas ini mulai terbentuk. Ketika itu, Kroasia yang dilatih Niko Kovac gagal lolos 16 besar setelah harus puas berada di peringkat 3 dibawah Brasil dan Meksiko.

Setelah kegagalan total di Piala Dunia 2014, federasi berbenah jelang Euro 2016 termasuk dengan menunjuk Ante Cacic sebagai pelatih. Perubahan dasar ini mampu membuat Kroasia tampil jauh lebih baik di ajang Euro dengan menjuarai grup D di atas Spanyol, Turki dan Republik Ceko. Sayang mereka kalah beruntung di babak 16 besar, di mana harus takluk lewat perpanjangan waktu dari Portugal lewat gol Ricardo Quaresma di menit 117.

Di edisi 2018 kali ini, untuk membuktikan predikat generasi emas, mereka harus bisa mengatasi perlawanan Denmark di babak 16 besar.