Nasional Bola

Poin-Poin Penting yang Perlu Diperbaiki oleh Panitia Piala Presiden 2019

Piala Presiden 2018 telah berakhir. Persija Jakarta yang tampil luar biasa dengan Super Simic-nya berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Bali United dengan skor mencolok, 3-0. Marko Simic tampil luar biasa dengan mencetak dua gol disusul dengan satu gol dari Novri Setiawan.

Sriwijaya FC yang di laga semifinal ditaklukkan oleh Bali United, sukses mengunci peringkat ketiga setelah mengalahkan sesama wakil dari Sumatera, PSMS Medan, dengan skor yang tak kalah mencolok, 4-0.

Dengan hasil ini, Piala Presiden 2018 resmi berakhir. Apakah semuanya bisa selesai begitu saja? Tidak! Tahun depan, sesuai ucapan dari Steering Committee Piala Presiden 2018, Maruarar Sirait, Piala Presiden akan kembali digelar dengan jumlah hadiah yang akan lebih besar. Bahkan, banyak sponsor yang telah mengantre.

Jika itu benar, maka sudah saatnya Piala Presiden digarap dengan lebih serius dan terstruktur. Tak boleh lagi ada kejadian di Piala Presiden 2018 yang terulang lagi di tahun 2019 mendatang.

Manajemen jadwal yang amburadul

Satu hal mendasar yang layak disoroti dari gelaran Piala Presiden 2018 adalah jadwal yang kacau. Tidak karuan. Berantakan. Jadwal Piala Presiden yang notabene hanya turnamen pra-musim, nyatanya bisa “menggeser” jadwal kompetisi resmi Liga 1.

Lebih parah lagi, turnamen ini bentrok jadwalnya dengan kompetisi regional Asia, Piala AFC. Bahkan dua wakil Indonesia di Piala AFC, Bali United dan Persija Jakarta, harus menurunkan pemain lapis kedua mereka demi bisa fokus di turnamen pra-musim.

Kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan kedua klub tersebut. Mereka hanya menjalankan pertandingan sesuai dengan jadwal. Ketika mereka memutuskan untuk menurunkan tim kedua mereka di kompetisi Asia, itu hak merek, walau tentu bagi penikmat sepak bola Indonesia, hal itu cukup mengganggu. Justru yang harus disoroti adalah pengaturan jadwal oleh pihak pelaksana.

Pihak penyelenggara juga harus memikirkan ulang format turnamen mereka. Tak boleh ada lagi semifinal yang menggunakan format dua leg seperti laiknya semifinal Liga Champions Eropa. Cukup satu laga saja, karena itu tak akan menurunkan gengsi turnamen.

Sekali lagi, ini hanya turnamen pra-musim!

Urgensi perihal Piala Presiden

Pada sejarahnya, Piala Presiden hanyalah turnamen biasa untuk mengisi kekosongan kompetisi ketika FIFA menghukum PSSI. Saat itu, kompetisi Indonesia Super League tidak digelar dan untuk mengisi kekosongan, diadakan turnamen Piala Presiden yang pada edisi pertama diadakan pada tahun 2015 yang dimenangkan oleh Persib Bandung.

Setelah kompetisi resmi sudah bergulir, untuk apa turnamen ini kembali digelar? Jika sekadar turnamen pra-musim, mengapa turnamen ini dimainkan terlalu lama?

Jika melihat ke Eropa, di liga top Eropa tak memiliki turnamen pra-musim yang diikuti oleh semua klub kasta tertinggi. FIGC (PSSI-nya Italia) misalnya, tak membuat Presidente Cup yang wajib diikuti semua klub Serie A. FIGC mungkin bisa memaklumi bahwa setiap tim memiliki standarnya masing-masing dalam melakukan pemanasan menuju kompetisi yang sesungguhnya.

Ada klub yang “mencari nafkah” dengan mengadakan tur ke Asia. Ada klub yang menggembleng pasukan mereka dengan latihan fisik pasca-libur panjang. Setiap klub memiliki caranya masing-masing untuk memanaskan mesin.

Hal ini yang (mungkin) luput dari para penyelenggara. Mereka kira, semua klub melakukan pemanasan dengan mengikuti turnamen pra-musim yang lama. Dengan harapan mesin mereka panas. Ternyata, mereka salah. Turnamen ini hanya akan membuat mesin para klub panas dan akan kembali dingin ketika memasuki kompetisi yang sebenarnya. Bagaimana tidak dingin kalau efek dari turnamen ini adalah adanya pemain yang menderita cedera?

Biarkan klub melakukan pemanasan sesuai dengan standarnya mereka sendiri. Biarkan mereka membuat pertandingan dan turnamen pra-musim ala mereka sendiri.

Banyak masukan yang menyarankan agar Piala Presiden nantinya dijadikan seperti Piala Liga di Inggris (Piala Carabao) yang mempertemukan semua klub di Indonesia. Karena gengsi dan atmosfer dari Piala Presiden memang sudah melebihi dari sekadar turnamen pra-musim biasa, saya rasa saran tersebut sangat layak untuk dicoba.

Jadikan Piala Presiden sebagai turnamen pendamping kompetisi resmi. Saya sangat setuju jika nantinya PSSI akan menjadikan Piala Presiden seperti Piala Carabao atau Piala FA. Pertanyaannya mungkin satu: memang mereka bisa mengatur dua turnamen besar? Mengurus Liga 1 saja masih belum fasih, kok.

Author: Alief Maulana (@aliefmaulana_)
Ultras Gresik yang sedang belajar menulis di serigalagiras.wordpress.com