Kolom

Malfungsi Sistem dan Peran Tiemoue Bakayoko di Chelsea

Didatangkan dengan banderol 36 juta + bonus 14 juta paun dari AS Monaco, Tiemoue Bakayoko digadang-gadang pendukung Chelsea akan menjadi pengganti sempurna dari Nemanja Matic yang dilego ke Manchester United. Fisiknya sama seperti gelandang Serbia tersebut: tinggi besar, kaki panjang, dan sangat kokoh. Bila Matic sudah berusia 29 tahun, Bakayoko baru 22 tahun. Terasa seperti pembelian yang pas dan bagus.

Awalnya, semua berjalan baik. Sempat cedera di awal kedatangannya, Bakayoko sejauh ini sudah tampil 13 kali di Liga Inggris dan menyumbang satu gol serta dua asis. Tapi, seiring perubahan taktik dan sistem Antonio Conte dalam satu bulan terakhir, performa gelandang muda Prancis ini jadi sorotan.

Semua bermula dari dua laga kontra AS Roma di Liga Champions Eropa. Bertemu dua kali dengan Serigala Roma, The Blues kewalahan dan dipaksa menelan enam gol ke gawang dan hanya mendapat satu hasil seri dan satu kekalahan telak di kandang Roma. Sejak saat itu, David Luiz menjadi pesakitan dengan dipinggirkan oleh Conte, sementara taktik 3-4-3 andalan Conte, berganti menjadi 3-5-2.

Perubahan ini juga salah satu upaya mengakomodir kemampuan terbatas Bakayoko, yang perlahan mulai terasa seiring musim yang berjalan. Tak seperti Matic, yang selain kokoh sebagai gelandang bertahan, tapi juga pengoper yang baik, Bakayoko tak memiliki ini. Perbedaan sistem dari Conte dan Leonardo Jardim, serta karakter N’Golo Kante yang berbeda dari Fabinho, membuat Bakayoko sering menjadi titik mati di lini tengah Chelsea.

Mari kita bahas dari dua laga terakhir Bakayoko yang berakhir horor, dimulai dari laga melawan Atletico Madrid, di matchday terakhir Liga Champions.

Bakayoko vs Atletico: Kalah duel, banyak pelanggaran, dan terisolasi

Berdasarkan data dari Wyscout, Bakayoko mengalami laga yang buruk kala meladeni Atletico. Turun sebagai salah satu dari tiga gelandang tengah bersama Kante dan Cesc Fabregas, Bakayoko tak berkutik meladeni empat gelandang Atleti yang padat dan kokoh dalam diri Saul Niguez, Koke, Gabi, dan Thomas Partey.

Dari 10 defensive duels, Bakayoko hanya memenangkan 2 di antaranya. Ia juga menjadi pemain yang paling banyak melakukan pelanggaran sebanyak tiga kali, meski hanya bermain selama 64 menit sebelum digantikan oleh Pedro Rodriguez. Selain itu, bermain dengan instruksi agak sedikit di atas Kante, dan sedikit di bawah Fabregas, gelandang setinggi 189 sentimeter ini terisolasi di tengah kepungan medium block Atletico yang memang terkenal tangguh.

Berikut sedikit gambaran pemosisian dan alur passing Chelsea selama Bakayoko bermain melawan Atleti:

Sumber: Wyscout

Di grafis, terlihat bahwa opsi umpan yang dilakukan Bakayoko hanya mengarah kepada Eden Hazard dan tidak ada umpan menyebar yang dilepaskan oleh Bakayoko ke sisi sayap yang dihuni Davide Zappacosta, atau membuat umpan vertikal ke depan kepada Fabregas yang kala itu menjadi advanced playmaker.

Terisolasinya Bakayoko di tengah, juga memaksa Kante beberapa kali terpaksa menyebar umpan ke sisi sayap, yang mana itu cukup sulit selain kemampuan Kante yang bukan pengoper bola yang sangat baik, juga karena pressing gelandang Atletico sangat baik.

Hal ini yang membuat Bakayoko menjadi kartu mati. Dengan kaki panjang dan fisik tinggi besarnya, ia justru ‘menghilang’. Tidak ada kehadiran nyata dari pemuda Prancis ini dalam permainan Chelsea di lini tengah. Di hadapan gelandang-gelandang elite milik Los Rojiblancos, Bakayoko bak ditelan Bumi. Wajar bila kemudian banyak pundit melabeli penampilan pemain dengan gaya rambut eksentrik ini sebagai penampilan horor.

Dan sialnya, performa buruk Bakayoko ini berulang lagi empat hari kemudian di laga kontra West Ham United.

Bakayoko vs West Ham: Tidak memberi opsi dalam serangan

Tak seperti pendahulunya, Matic, yang bisa menjadi pengawal serangan dengan umpan vertikal yang bagus, Bakayoko memang tidak dianugerahi kemampuan serupa. Ia lebih menyerupai box to box midfielder yang diberkahi stamina dan daya jelajah tinggi.

Sayangnya, stamina dan daya jelajah itu tak diimbangi kepekaan akan pemosisian di atas lapangan. Masih dengan kesalahan yang sama, pemosisian Bakayoko, yang kali ini berada di atas dua gelandang, Fabregas dan Kante, masih gagal menjadi platform bagi lini tengah Chelsea untuk mengakses Alvaro Morata dan Hazard di depan. Pun, dengan tinggi badannya yang menjulang, Bakayoko jarang merangsek masuk ke kotak penalti untuk menjadi tujuan umpan silang, yang di babak pertama, banyak dilepaskan oleh Marcos Alonso dari sisi kiri.

Berikut gambaran pemosisian Bakayoko dan alur passing Chelsea selama babak pertama kontra West Ham:

Sumber: Wyscout

Walau berdiri lebih di atas dua gelandang tengah Chelsea lainnya, Bakayoko tak bermain layaknya gelandang box to box dengan goal threat yang tinggi laiknya Aaron Ramsey, misalnya. Ia pasif, kembali terisolasi di tengah, dan bahkan kewalahan meladeni Manuel Lanzini dan Mark Noble, yang secara fisik jauh lebih inferior dari dirinya.

Saya rasa sekelumit gambaran di atas adalah sebuah kewajaran kenapa di awal babak kedua, Bakayoko langsung ditarik keluar oleh Conte, sekaligus melengkapi minggu yang suram bagi pemain 22 tahun ini.

Selanjutnya….

Sudah jelas di sini bahwa Conte adalah pihak yang perlu memecahkan masalah ini. Ia memang kecewa karena Matic dijual ke rival satu liga, dan walau kedatangan dua gelandang dalam diri Bakayoko dan Danny Drinkwater, keduanya tidak memiliki spesifikasi seperti yang dimiliki eks pemain Benfica tersebut.

Perubahan dari 3-4-3 menjadi 3-5-2 sebenarnya upaya positif dari Conte untuk menambah jumlah gelandang dan meringankan beban Bakayoko di lini tengah. Tapi, dengan adanya dua gelandang lain di tengah, Bakayoko seperti kebingungan memposisikan diri dan mudah sekali terisolir oleh pressing lawan, bahkan oleh gelandang sekelas Mark Noble.

Conte perlu sesegera mungkin paham bahwa Matic sudah tidak ada dan ia harus hidup dengan dua gelandang baru, dengan salah satunya adalah pemuda rantau yang baru musim ini menjajal kerasnya Liga Inggris. Sebagai sosok pelatih adaptif, menemukan formula untuk mengatasi performa buruk Bakayoko adalah tantangan bagi kegeniusan taktik Conte yang patut ditunggu realisasinya.

Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis