Riuh rendah terjadi di salah satu grup Facebook khusus penggemar AC Milan. Pasalnya, selentingan kabar menyebutkan bahwa Alessandro Nesta disebut akan menjadi pelatih Milan yang baru. Tentu, apabila Vincenzo Montella dipecat. Banyak yang tidak setuju, banyak pula yang mendukung. Sebenarnya, pelatih seperti apa yang dibutuhkan Rossoneri?
Penolakan atas kabar penunjukkan Nesta, sebagian besar dilandasi oleh rasa sayang kepada mantan pemain. Mengapa? Nesta adalah salah satu legenda yang begitu membekas di hati Milanisti. Banyak yang tak sampai hati apabila kelak Nesta berada di posisi Montella. Rundungan dan cacian bisa membanjiri media sosial milik Nesta.
Selain itu, Nesta sendiri masih “terbilang hijau” dan belum punya pengalaman untuk mengatasi masalah berat yang tengah dialami Milan. Saat ini, Nesta baru saja mengakhiri masa baktinya sebagai manajer Miami FC, klub divisi dua MLS. Pengalamannya bersama Miami FC dipandang belum cukup untuk menjadi modal Nesta menyelamatkan Milan.
Sementara itu, Milanisti yang setuju jika manajemen menunjuk Nesta, juga didasari oleh rasa sayang. Milanisti memandang sosok legenda bisa menjadi pembeda. Ia akan mendapatkan rasa hormat yang semestinya dari para pemain. Modal tersebut bisa dimanfaatkan Nesta untuk mendinginkan suasana ruang ganti Milan.
Dengan begitu, ketika ruang ganti lebih bersahabat dan para pemain menaruh hormat yang semestinya, Nesta bisa bekerja dengan nyaman. Mantan pemain Lazio tersebut tentu akan lebih mudah membahasakan idenya ketika didengarkan oleh semua pemain. Romantisme Pep Guardiola dan Barcelona menjadi salah satu alasannya.
Pun, banyak yang memandang Nesta tidak akan bernasib serupa seperti Filippo Inzaghi, mantan pemain, sekaligus legenda, yang terdekap karena gagal. Kekuatan mental menjadi salah satu alasannya.
Pada dasarnya, sangat sulit untuk menentukan pendapat mana yang mengandung kebenaran. Mengapa? Karena memang tidak ada bukti kuat yang bisa menerangkan bahwa Nesta akan berhasil atau gagal. Semuanya masih dalam ranah “mungkin”. Dan karena kita berbicara dalam ranah penuh ketidakpastian ini, mari kita susun kriteria “mungkin” seorang pelatih ideal untuk Setan Merah dari Italia ini.
Punya ide yang jelas
Salah satu kritikan yang dialamatkan kepada Montella adalah ketika ia memaksa diri bermain menggunakan tiga bek demi memfasilitasi Leonardo Bonucci. Memang, keputusan ini harus ia ambil lantaran sebelum sudah terlebih dahulu membeli Mateo Musacchio. Karena tak bisa mencadangkan Musacchio atau Alessio Romagnoli, maka Montella memutuskan untuk memainkan semuanya bersamaan.
Di atas kertas, sebenarnya keputusan tersebut tidak salah. Bonucci tentu akan menambah kualitas lini pertahanan Milan. Namun sayangnya, skema tiga bek tidak cocok dengan ide Montella, yang musim lalu nyaman menggunakan pendekatan 4-3-3.
Baca juga: Polemik Kepantasan Leonardo Bonucci sebagai Kapten AC Milan
Setelah melewati beberapa kali hasil buruk, Montella baru berani lagi menggunakan skema dua bek, dengan mencadangkan salah satu dari Romagnoli atau Musacchio. Namun sayang, performa Milan sudah kadung jeblok. Montella kesulitan memperbaiki situasi. Apalagi, penampilan Bonucci sendiri, beberapa kali justru menjadi kelemahan Milan.
Apakah sebenarnya Bonucci bukan pemain yang dibutuhkan Montella? Apakah kedatangan Bonucci hanya menjadi bagian dari kampaye manajemen Milan saja? Jika benar, maka Montella memang kesulitan mempertahankan idenya sendiri di depan manajemen. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelatih yang bisa tegas, teguh mempertahankan idenya.
Ide tak hanya berkaitan skema di atas lapangan. Usaha mencapai performa terbaik sudah dimulai sejak dalam tahap pemilihan pemain, hingga proses latihan. Jika suara Montella tak didengar manajemen yang tengah berusaha memoles paras Milan yang baru, maka yang terjadi adalah pembelian pemain yang sebenarnya hanya membuang uang semata.
Milan, sebesar apapun dana yang dimiliki, tak selalu berbanding lurus dengan performa di atas lapangan. Pemain mahal tak selalu berarti prestasi. Sudah banyak fakta dan contoh di luar sana untuk mendukung pernyataan pada kalimat pertama dan kedua tersebut. Untuk soal ini, sosok pelatih dengan ide yang jelas, sekaligus tegas, sangat dibutuhkan Milan.
Berani melawan ombak
Kriteria kedua ini masih berhubungan kriteria pertama. Pelatih baru Milan nanti harus berani untuk berkata “tidak”, ketika manajemen hendak membeli pemain yang tak sesuai dengan kebutuhan tim. Untuk urusan pemain dan penggunannya di atas lapangan, hanya pelatih yang boleh menjadi penentu. Tanpa seizin pelatih, manajemen tak seharusnya membeli pemain sesuai selera atau demi kepentingan promosi semata.
Apalagi, saat ini, Milan sudah punya 12 pemain baru. Boleh dikata, Milan membeli skuat yang betul-betul baru, di mana bisa jadi ada beberapa pemain yang sebetulnya tak dibutuhkan Montella.
Montella mungkin lebih membutuhkan Gerard Deulofeu ketimbang Hakan Calhanoglu. Montella mungkin lebih membutuhkan Nikola Kalinic ketimbang Andre Silva. Montella mungkin lebih membutuhkan Carlos Bacca ketimbang Fabio Borini. Montella mungkin lebih membutuhkan manajemen mempertahankan Mattia De Sciglio, ketimbang membeli Bonucci.
Berkata “tidak” di depan manajemen yang tengah beruapa membangun citra baru dibutuhkan nyali besar. Mengapa? Karena dengan pemain pilihannya sendiri, si pelatih harus bisa membuktikan sesuatu. Jika belum bisa meraih gelar juara, setidaknya bisa menunjukkan level konsistensi demi masuk zona Liga Champions.
Sosok pemersatu
Kriteria ketiga berhubungan dengan kemampuan pelatih memegang skuat yang sangat baru. Si pelatih harus bisa menemukan kecocokan di antara pemain. Maklum, memang sangat susah ketika tiba-tiba 10 dari 11 yang merumput adalah pemain baru. Apalagi, persiapan Milan dengan skuat baru ini sangat minim.
Jujur saja, sangat sulit menemukan pelatih dengan kriteria ini. Siapa saja pelatih papan atas di Eropa, selalu membutuhkan setidaknya satu musim untuk betul-betul menemukan satu skuat yang paling ideal.
Contohnya adalah Pep Guardiola, yang musim pertamanya bersama Manchester City tak berjalan dengan mulus. Bongkar-pasang skuat akan terjadi, uji coba skema baru akan terus berjalan, dan durasi adaptasi pemain juga perlu dipertimbangkan. Maka, ketika masuk tahun kedua, dengan pemain pilihannya sendiri, Guardiola bisa menyajikan sebuah penampilan yang tak hanya atraktif, namun efektf.
Untuk alasan ini, menjadi terang apabila manajemen masih ragu untuk memecat Montella. Manajemen menyadari bahwa Montella berhadapan dengan pemain-pemain yang sepenuhnya ia kenal. Jika memakai logika, tak mengherankan apabila Montella membutuhkan tiga musim untuk menyatukan skuat anyar ini.
Namun, Montella tengah berlayar di tengah pusaran ganas bernama investasi. Musim ini, Milan tak boleh tidak harus lolos ke Liga Champions. Jika tidak, segala logika terkait faktor teknis akan menjadi kabur. Dan pada ujungnya, karier Montella yang dipertaruhkan.
Nah, tiga kriteria di atas mungkin belum cukup untuk menyelamatkan Milan. Atau mungkin juga sudah cukup. Atau Montella pun sebenarnya sudah cukup? Kita tak akan pernah benar-benar bisa mengukur kemungkinan seperti itu.
Untuk alasan itu pula, saya tak menyodorkan satu nama yang paling ideal. Di kepala Anda, pasti tengah berputar-putar satu nama sesuai SELERA masing-masing setelah membaca tiga kriteria di atas.
Bisa Diego Simeone, Carlo Ancelotti, Thomas Tuchel, Julian Negelsmann, Pep Guardiola (mengapa tidak, bukan?), atau…Paolo Maldini. Betul, ada satu anggota grup Facebook Milan yang menyarankan, ketimbang Nesta, mending Maldini. Saya kehabisan kata-kata.
Nah, pada akhirnya, saya serahkan perdebatan menemukan satu nama kepada pembaca. Selamat berburu!
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen