Untuk bisa bersaing di banyak kompetisi, setidaknya, sebuah tim membutuhkan 22 pemain dengan kualitas yang merata. Itu artinya, satu posisi diisi dua pemain yang bisa saling bergantian, tanpa menurunkan level sebuah tim. Ide itulah yang ditekankan Carlo Ancelotti kepada Antonio Conte.
“Musim lalu, Conte memenangi Liga Primer Inggris menggunakan pemain yang sama sepanjang waktu. Timnya kala itu punya kualitas dan sudah cukup untuk berkompetisi di satu liga. Untuk Liga Champions, ia harus membeli banyak pemain yang tepat. Ia perlu pemain baru dengan level yang lebih tinggi,” tegas Ancelotti kepada Goal.
Di tengah kelambanan yang terasa, Chelsea sudah melepas tiga pemain, yaitu John Terry, Nathan Ake dan Asmir Begovic. Untuk menggant tempat mereka, Chelsea memulangkan Andres Christensen, memboyong Antonio Rüdiger dan mendatangkan Willy Caballero secara gratis. Namun, apakah itu cukup?
Tingkat kesulitan
Musim depan, tingkat kesulitan Liga Champions jelas akan bertambah. Selain Chelsea, Inggris akan diwakili Manchester United, Manchester City, dan Tottenham Hotspur. Jika Liverpool lolos dari babak penyisihan, wakil Inggris tentu akan bertambah. United dan City tengah dalam proses perbaikan skuat dan skuat Spurs sudah hampir komplet.
Dari Italia, rasa penasaran Juventus akan laga final akan menjadi pemantik yang berbahaya. Dua final dalam tiga tahun dan sama-sama ditumbangkan oleh wakil Spanyol tentu sebuah catatan yang menyakitkan. Niat membalas dendam bisa membuat siapa saja menjadi sosok berbahaya, tak terkecuali Nyonya Tua dari Turin.
Di sisi lain, Barcelona dan Bayern München tentu mengincar hal yang sama: balas dendam. Kegagalan lolos ke semifinal boleh dibilang kekecewaan yang besar. Sama seperti Paris Saint-Germain, ketika klub tersebut minimal akan bersaing untuk menembus semifinal. Sebuah target yang memang wajib untuk tim besar dan kaya raya.
Jangan lupakan juga Real Madrid, juara bertahan, sekaligus pemegang rekor menjadi juara berturut-turut. Ancelotti membanjiri Zinedize Zidane, pelatih Madrid, mantan asistennya itu, dengan berbagai pujian manis.
“Zizou berhasil melakukan sesuatu yang sebelum tak terpikirkan. Belum ada yang pernah bisa memenangi dua Liga Champions di dua tahun pertama masa kepelatihannya. Luar biasa. Kemenangan itu hasil dari kemampuannya melatih, kualitas luar biasa dari para pemainnya, kedekatan yang menyatukan pelatih dan pemain, dan ikatan yang kuat di antara mereka,” ungkap Ancelotti.
Rotasi yang adil dan kepercayaan yang merata kepada semua pemain menjadi kekuatan utama Madrid. Musim 2017/2018, keistimewaan itu masih akan terjaga. Dan bukan tidak mungkin, dengan skuat yang tak banyak berubah, dengan para pemain muda yang semakin matang, Madrid akan mencetak hattrick, juara Liga Champions tiga kali berturut-turut.
Melihat situasi tersebut, tingkat kesulitan Liga Champions meroket tajam. Dan tanpa persiapan dan pembelian pemain yang tepat, masa depan Conte jelas terancam.
Ia yang penuntut dan perbaikan skuat
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilik Chelsea, Roman Abramovich, adalah seseorang yang rasa dahaganya akan prestasi sulit dipuaskan. Ia akan menuntut siapa saja yang duduk di kursi panas manajer untuk memandikannya dengan gemilang kemasyhuran. Sebuah target tinggi sudah menjerat leher manajer, bahkan sebelum musim dimulai jauh-jauh hari.
Dan gelar Liga Inggris saja tak cukup bagi taipan asal Rusia tersebut. Gelar tertinggi, Liga Champions, adalah sasaran yang mutlak masuk dalam rencana Conte.
Oleh sebab itu, melakukan aktivitas transfer dengan tepat menjadi salah satu modal Conte memuaskan dahaga Abramovich. Apakah Rüdiger sudah cukup untuk memperkuat lini belakang? Apakah Christensen sudah cukup bertaji untuk dipulangkan dari masa peminjaman? Pertanyaan-pertanyaan yang menarik.
Selain bek tengah, Chelsea juga akan menemui masalah di bek kanan, ketika Cesar Azpilicueta masuk dalam daftar belanja Barcelona, saingan langsung mereka di Liga Champions.
Musim lalu, Azpilicueta banyak bermain sebagai bek tengah sebelah kanan. Ia sangat konsisten, dan sejak Kurt Zouma cedera, keberadaannya semakin tak tergantikan. Kembalinya Christensen dan bergabungnya Rüdiger membuatnya bisa digeser kembali ke pos bek sayap kanan. Bagaimana jika pemain asal Spanyol tersebut memutuskan hengkang?
Mencari bek sayap modern bukan urusan mudah. Selain diminati banyak klub, bek sayap modern akan dibanderol tinggi. Usaha Conte mengonversi Victor Moses menjadi bek sayap kanan membawa hasil yang manis. Namun tentu tak selalu bisa dilakukan. Tak semua pemain sayap bisa dijadikan bek sayap.
Beranjak ke lini tengah, musim lalu, trio Nemanja Matic, N’Golo Kante, dan Cesc Fabregas menjadi tiang andalan. Tentu, mereka bertiga tak akan selalu bisa diandalkan musim depan, apalagi ketika rumor kepindahan Matic masih juga terdengar.
Chelsea sendiri sudah dalam tahap akhir menyelesaikan transfer Tiemoue Bakayoko. Namun, apakah Bakayoko cukup untuk melengkapi trio di atas. Sebuah pertanyaan yang muncul seiring tudingan bahwa kualitas Bakayoko masih di bawah Matic (jika untuk keperluan menggantikan), dan masih di bawah Kante, untuk urusan berperan sebagai gelandang perebut bola.
Di lini serang, Conte tak hanya harus segera menyelesaikan saga transfer Diego Costa dan cinta abadinya untuk Atletico Madrid. Betul, Conte harus memikirkan cara merotasi Eden Hazard dengan bijak. Membeli pemain dengan level mendekati Hazard akan menguras tabungan.
Sementara itu, membeli pemain dengan kualitas di bawah Hazard hanya akan menurunkan tingkat kompetitif The Blues. Pelik!
Beban yang berat terlihat jelas di pundak Conte. Di tengah kelambanan proses belanja pemain, Conte harus menakar semua risiko yang dibawa pemain baru. Jika ia sudah kalah di meja perundingan, jangan harap Chelsea bisa berbicara banyak di panggung Eropa.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen