Hanya dua pemain menurut saya, yang mendekati ketenangan dan karisma Zinedine Zidane di atas lapangan. Mereka adalah Dennis Bergkamp dan Juan Roman Riquelme. Zidane menjadi legenda bukan karena ia jago bermain sepak bola. Zizou, panggilan akrabnya, adalah pangeran sepak bola Prancis yang menerima tongkat estafet dari Michel Platini.
Selain visi bermain dan kegeniusannya, Zidane punya aura yang membuat penonton seharusnya merasa tenang dan nyaman. Saya sulit menjelaskan ini dengan kata-kata, tapi ini semacam perasaan yang kamu rasakan ketika kamu bermain di tim sepak bola dan memiliki satu pemain super jago di timmu. Kamu merasa bisa tenang bermain dan merasa aman di atas lapangan. Pemain seperti ini, ia tak hanya piawai dengan bola, namun ia juga karismatik di luar lapangan.
Saya rasa hanya Zidane, satu-satunya pemain yang keluar dari masa pensiunnya, mengantar negaranya lolos ke final Piala Dunia, tampil antiklimaks di final lalu terkena kartu merah, tapi hingga detik ini, masih dipuja-puja sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah lahir di dunia ini. Hampir tidak ada cacian untuk Zidane, tak seperti yang diterima Moacir Barbosa di Brasil.
Zidane adalah salah satu aktor kunci dari generasi emas Prancis yang menjuarai Piala Dunia dan Piala Eropa secara beruntun di tahun 1998 dan 2000 lalu. Bahkan, pada perjalanan di Piala Dunia 2006 lalu, Zidane adalah sumber inspirasi Prancis. Ia menjemput bola, membawanya jauh ke dalam pertahanan lawan, membuat peluang, mencatat asis dan bahkan, ia sendiri yang mencetak angka. Spanyol adalah salah satu korban Zidane kala itu.
Ia pensiun dengan kartu merah dan tandukan kepalanya yang ikonik ke Marco Materazzi, lalu mengawali karier barunya sebagai pelatih persis seperti cara ia dulu bermain: Elegan dan tenang, namun mematikan.
Karier manajerial di Real Madrid
Hampir sebagian besar orang heran ketika Zidane mengambil jabatan pelatih Real Madrid pada Januari 2016 lalu. Kala itu, Madrid tengah limbung. Sejak era keemasan Vicente del Bosque yang diakhiri dengan kontroversial, tim ibu kota ini tak pernah menemukan sosok yang memberi mereka rentetan prestasi yang memuaskan. Carlo Ancelotti memberi mereka La Decima hanya untuk didepak satu musim berikutnya. Apa yang sebenarnya diinginkan tim ini?
Jawabnya mungkin, sudah mengendap lama di dalam tubuh manajemen Madrid sendiri. Zinedine Zidane sudah berkecimpung di El Real tepat setelah ia gantung sepatu bersama Los Blancos lewat partai perpisahan yang mengharukan itu. Ia berkecimpung di akademi dan sudah meniti langkah manajerial dengan menjadi asisten pelatih di Los Galacticos. Bahkan, semua anak Zidane bermain di akademi El Real.
Baca juga: Empat Zidane Junior dengan Masa Depan Cerah
Ia membawa aura dan karisma kala bermain dahulu, ke dalam tim yang diasuhnya kini. Benar bahwa ada nama megabintang Cristiano Ronaldo di situ, tapi kalau boleh jujur, Ronaldo tak sedikitpun mendekati karisma seorang Zinedine Yazid Zidane. Ia putra imigran Aljazair yang dipuja di Prancis yang bukan tanah leluhurnya. Anak seorang imigran yang memimpin negara tujuan migrasi orang tuanya merengkuh supremasi tertinggi di sepak bola dunia. Tanpa mengurangi hormat pada deretan rekor Ronaldo, tapi di depan Zidane, cahaya terang Ronaldo tak berarti sedikitpun.
Saya rasa itulah kunci utama yang ditemukan Florentino Perez pada diri Zidane. Zidane memenangkan ruang ganti Madrid yang tersohor di media sebagai salah satu yang paling egois dan angkuh, hanya dengan kehadirannya. Di tim saat ini, hanya Sergio Ramos yang memiliki waktu kebersamaan dengan Los Blancos yang sedikit mendekati waktu kebersamaan Zidane di Madrid.
Mungkin, ucapan dari Raphael Varane ini membuatmu paham seberapa besar pengaruh karismatik Zidane bagi ruang ganti Madrid. “Kesuksesan Zidane adalah bagaimana ia memanfaatkan ketenangannya dan tidak pernah mengubah pendekatannya dalam situasi apapun”, ujar Varane pada France Football.
Lebih jauh, Varane bahkan membandingkan apa yang Zidane miliki kini, dengan apa yang dilakukan eks pelatihnya dahulu, Jose Mourinho. “Zidane memberi rasa aman dengan kepercayaan diri dan ketenangannya di depan kami. Dia berbicara sangat sedikit, tapi sekali ia berbicara, itu selalu memberi efek masif. Sesuatu yang tak dimiliki oleh Jose (Mourinho)”, pungkas Varane seperti dikutip oleh soccerladuma.
Saya tidak akan membahas lebih jauh kemampuan taktikal Zidane di atas lapangan, mengingat sudah banyak yang menganalisisnya musim lalu. Bagi saya, menonton Madrid musim lalu, jauh lebih menyenangkan daripada Madrid dalam satu windu ke belakang. Madrid-nya Zidane mencetak banyak gol dan bermain dengan sederhana. Bagi penonton seperti saya, cara main Zidane dan Madrid adalah salah satu yang enak ditonton.
Mereka punya skuat yang sempurna dan bermain selayaknya komposisi skuat yang mereka miliki. Saya rasa, Madrid-nya Zidane sukses mengejawantahkan apa yang dimaksud Johan Cruyff dengan diktumnya yang ikonik itu, “Sepak bola itu sederhana, tapi bermain sepak bola dengan sederhana itu susah”. Saya rasa, Zidane sukses menerapkan diktum legendaris tersebut dengan baik di Madrid.
Hari ini, Zidane berulang tahun ke-45. Usia yang masih cukup muda bagi ukuran pelatih sepak bola profesional. Ia punya waktu yang panjang dan bila ia konsisten seperti musim lalu dan piawai memanfaatkan aura dirinya secara positif ke ruang ganti, bukan tak mungkin Zinedine “Zizou” Zidane akan menjadi Sir Alex Ferguson versi Real Madrid.
Itu semua bukan angan belaka. Zidane punya semua yang dimiliki Ferguson, bahkan lebih, mengingat Zidane pernah menjuarai Piala Dunia, sementara Ferguson tidak. Zidane juga karismatik dan disegani pemainnya. Secara taktikal, ia sangat sederhana dan cukup efektif. Secara skuat, ia diberkahi deretan pemain kelas satu hampir di semua posisi.
Dalam sisi transfer, ia juga melatih salah satu kesebelasan di dunia yang bisa menggelontorkan 200 juta euro dengan sekali jentikan jari. Asal Florentino tak kambuh sisi gilanya dan Zidane bisa konsisten seperti satu setengah musim ke belakang, kita akan menyaksikan Real Madrid yang tengah bersiap membangun dinastinya bersama salah satu pria botak paling keren di dunia selain George Carlin.
Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis sembari menari balet.