Kolom Eropa

N’Golo Kante: Seorang Pemain Penting dan Bagus

Badannya pendek, hanya 169 sentimeter. Claudio Ranieri bilang, pemain ini diam di luar lapangan tapi ‘berisik’ di dalam lapangan. Kamu akan mudah menemukannya di permainan sepak bola, karena selain ia berada di posisi sentral dalam permainan, kemampuannya yang luar biasa membuat ia mudah ditemui di setiap jengkal lapangan hijau.

Sekilas, N’Golo Kante mengingatkan saya pada sosok Daisuke Tsubaki, gelandang tengah pemalu dari kesebelasan lokal di Jepang, East Tokyo United (ETU). Cerita ini bisa kamu temui di komik sepak bola Jepang dengan judul Giant Killing.

Dikisahkan di komik bahwa Tsubaki adalah pemuda pemalu. Jarang bersuara dan memiliki sifat inferior yang akut, apalagi ketika ia tengah berhadapan dengan Shigeyuki Murakoshi, kapten tim ETU dengan tampang kaku dan aura yang kuat.

Luigi (Gino) Yoshida, si borjuis nomor 10 dari ETU bahkan melabeli Tsubaki dan Ryo Akasaki sebagai ‘anjingnya’ di lapangan. Bukan kebetulan pula, Tsubaki dan Kante bernomor punggung sama, yaitu nomor 7. Agak ganjil memang seorang gelandang tengah memiliki nomor punggung 7.

Seperti Tsubaki, Kante memiliki persamaan dari sifat dan sikap. Walau tentunya, Kante tidak pemalu akut seperti Tsubaki. Tsubaki bukan pemain jenius seperti Gino. Ia juga bukan kapten tim yang kharismatik laiknya Murakoshi, tapi hanya Tsubaki satu-satunya pemain yang selalu tampil di tim utama ETU asuhan Takeshi Tatsumi. Kamu ingin tahu alasannya? Karena Tsubaki adalah pemain penting dan bagus. Setidaknya, menurut Tatsumi.

Kesempurnaan Kante

Menjadi pemain penting dan bagus adalah status istimewa. Tidak banyak pesepak bola saat ini yang mampu menggapai status spesial seperti ini. Sebagai contoh, apakah Paul Pogba, yang dibeli Manchester United dengan banderol tiga kali lipat harga transfer Kante ke Chelsea, adalah pemain bagus dan penting?

Kalau pertanyaan ini saya yang jawab, tentu jawabannya adalah tidak. Karena jawaban saya sangat tendesius dan terlalu subjektif, ada baiknya kita baca beberapa opini para legenda sepak bola soal Pogba.

Ruud Gullit, legenda timnas Belanda dan juga AC Milan, mengkritik bahwa Pogba harusnya peduli dengan permainannya di lapangan daripada dengan gaya rambutnya. Sementara legenda Jerman, Lothar Matthaus bilang bahwa Pogba bukan tipikal pemain yang bisa memberi perbedaan di atas lapangan.

Apakah kritikan dari dua legenda besar sepak bola itu masih terkesan kurang? Well, sebaiknya kamu juga baca komentar pedas dari legenda hidup Manchester United, Rio Ferdinand, yang baru-baru ini mengkritisi video tari Pogba dan Jesse Lingard di kamar ganti adalah hal terbodoh yang pantas dilakukan ketika timmu sedang berada di posisi enam.

Dari tiga nama legenda tersebut, mari kita sepakati saja bahwa Pogba sebenarnya adalah pemain bagus. Itu pasti. Tapi apakah ia penting, jawabnya mungkin iya, mungkin juga tidak. Tak absolut. Kalau bermain di poros ganda, Pogba tak sedisiplin Ander Herrera. Bermain sedikit ke depan, ia acapkali tidak decisive seperti Juan Mata atau Henrikh Mkhitaryan.

Maka dari itu, inilah poin utamanya kemudian kenapa kita harus membicarakan N’Golo Kante. Ia sempurna, karena ia pemain penting dan bagus. Ia penting, karena tanpanya, tidak mungkin pemain sekelas Danny Drinkwater atau Andy King bisa membuat lini tengah Leicester City mendominasi Liga Inggris musim lalu.

Dan Kante jelas pemain bagus. Rataan tekel dan intersepnya tertinggi di Chelsea. Jauh lebih tinggi dari Cesar Azpilicueta, yang notabene adalah pemain belakang. Kante menjelma menjadi pemain kunci bagi Chelsea karena kemampuannya mengokupansi ruang di lapangan tengah adalah hal krusial.

Sepak bola modern berevolusi dengan menanamkan pemahaman pada kita bahwa bermain sepak bola dewasa ini adalah perihal menciptakan atau menemukan ruang. Itulah kenapa Thomas Muller melabeli dirinya sendiri sebagai space investigator. Tapi pertanyaannya, bagaimana kamu bisa menemukan ruang kosong di lapangan kalau semua ruang itu sudah terokupansi?

Ketika kamu menemukan jawaban dari pertanyaan di atas, itulah titik penting bagi kamu untuk memahami bahwa N’Golo Kante adalah segalanya bagi Chelsea dan Antonio Conte. Diego Costa boleh bersaing di daftar top skor sementara Liga Inggris. Eden Hazard bebas saja berlarian membelah pertahanan lawan dengan dribel licinnya yang memukau. Victor Moses dan Marcos Alonso bisa leluasa menyisir tepi luar pertahanan lawan. Dan semua itu memungkinkan terjadi berkat siapa lagi kalau bukan N’Golo Kante.

Mengomparasikan Kante dengan Claude Makelele memang cara paling tepat. Zinedine Zidane suatu waktu berujar, sesaat usai Florentino Perez melego Makelele ke Chelsea, “Kenapa merias mobil Bentley dengan sedemikian rupa kalau kamu telah kehilangan mesinnya?”

Kala Amin Malik lewat kolomnya di Bleacher Report bilang bahwa Makelele adalah The Greatest Galactico, kamu harus mulai sepakat bahwa eks pemain Caen ini pun memiliki value yang sama dengan seniornya tersebut.

Kesederhanaan Kante

Mudah saja sebenarnya jatuh cinta dengan Kante. Ia seorang enforcer, tapi jarang sekali diusir keluar lapangan. Bandingkan dengan pemuda Swiss rekrutan anyar Arsenal musim ini, Granit Xhaka, yang dalam semusim ini saja, sudah dua kali memperoleh kartu merah.

Kesederhanaannya tampak kala ia mengucapkan banyak terima kasih kepada Leicester City dan Ranieri yang memperbolehkan ia menyeberang ke London dan bergabung dengan Chelsea. Kante menunjukkan sikap seorang pria yang yakin bahwa tanpa jejak langkah yang ia tempuh di Leicester, ia mungkin masih berkutat di Ligue 1 saat ini.

Gaya mainnya di lapangan pun sederhana dan tidak rumit untuk dianalisis. Tidak seperti Thomas Muller yang butuh pelatih tertentu untuk memahami gaya mainnya sebagai seorang raumdeuter, Kante memberikan opsi sederhana dan masuk akal bagi pelatih di timnya. Mainkan ia di tengah, sebagai gelandang tengah dengan satu gelandang tengah lainnya sejajar dengannya, and let him do the rest.

Tugasnya juga sangat sederhana. Merebut bola, baik dengan intersep atau tekel, dan mengalirkannya secepat mungkin ke depan untuk progresi serangan. Sesekali, ia merapat ke tepi lapangan untuk menciptakan superioritas jumlah dengan wingback dan penyerang sayap Chelsea, sekaligus menjadikan dirinya opsi umpan bagi mereka.

Kante, sederhananya, membuat lini tengah Chelsea menjadi hidup. Literally, hidup.

Dan Kante bukan unsung hero. Bagi saya, he was the real deal. Kalau Chelsea juara musim ini, selain kepada kejeniusan taktikal Antonio Conte, kredit terbesar juga wajib diberikan bagi Kante. Orang-orang harus mulai terbiasa menyebut N’Golo Kante dan pemain-pemain berposisi gelandang bertahan lainnya bukan sebagai unsung hero, karena lewat tugas kotor (tekel dan intersep) yang mereka lakukan, tim sepak bola kalian bisa masuk dalam catatan sejarah.

Coba tanyakan Leicester City kalau tidak percaya.

Isidorus Rio (@isidorusrio_) – Editor Football Tribe Indonesia