Bukan sebuah pekerjaan yang sukar untuk menyebutkan talenta-talenta hebat dalam sepak bola yang lahir dari Brasil. Dari zaman Pele, hingga kini Neymar Jr. Brasil tidak pernah kekurangan bakat-bakat terbaik.
Dalam rentang waktu tersebut, masih ada nama-nama legenda seperti Romario, Rivaldo, Roberto Carlos, Cafu, Ronaldo, Ronaldinho, hingga “manusia” terakhir yang meraih gelar pemain terbaik dunia, Ricardo Izecson Kaka. Dengan berkumpulnya pemain-pemain hebat, Brasil tidak pernah kelewatan menjadi jagoan utama untuk meraih gelar piala dunia pada setiap kesempatan, apalagi mengingat sampai hari ini, Selecao masih menjadi negara terbanyak yang meraih gelar piala dunia dengan 5 gelar. Namun dari sederet nama berkualitas, sangat jarang terselip kiper-kiper kelas dunia guna melengkapi tim yang berkualitas pada tiap generasinya.
Sejarah mencatat salah satu pertandingan yang paling membekas di benak seluruh penduduk Brasil. Mundur jauh ke belakang, pertandingan saat itu digelar pada Piala Dunia Brasil pada tahun 1950. Semua percaya, hari itu adalah waktu yang paling tepat untuk meraih gelar juara terlebih karena diselenggarakan di rumah sendiri.
Sayangnya bukan sang tuan rumah yang berpesta, Alcides Ghiggia menjadi aktor antagonis dengan mencetak gol kemenangan bagi Uruguay di menit-menit akhir. Kehidupan sang kiper, Moacyr Barbosa, tidak pernah sama lagi setelah kejadian tersebut. Dirinya menjadi kambing hitam dari gagalnya tim Brasil menjadi juara kala itu. Barbosa pun kerap mendapat perilaku yang tidak menyenangkan dan dianggap tidak pantas untuk mengenakan seragam tim Selecao.
Masih di negara yang sama, dan pada kondisi yang hampir serupa. Namun kali ini giliran Jerman melakukan penghinaan kepada tim Samba. Skenario yang sudah terbayangkan di benak masyarakat Brasil seketika terbang kala Miroslav Klose dan kolega membantai Brazil dengan skor 7-1. Perjalanan tim asuhan Luiz Filipe Scolari menjadi antiklimaks karena harus rela terhenti di semifinal.
Memang terlalu naif jika hanya menyalahkan Julio Cesar atas kekalahan ini. Banyak faktor yang membuat tim Brasil kala itu tidak berdaya dihadapan Der Panzer. Ironis memang, Brasil yang tidak pernah kekurang talenta hebat, kala itu harus tetap memercayakan pos kiper kepada pemain yang sudah berusia 35 tahun dan “hanya” bermain di Major League Soccer bersama Toronto FC kala itu.
Sudah terlihat jelas penurunan kualitas dari seorang Julio Cesar. Dirinya kala itu bukanlah seorang kiper yang sama seperti beberapa tahun ke belakang ketika dirinya menjadi bagian intergral skuat Internazionale Milano yang menguasai Italia hingga Eropa. Memori-memori buruk tersebut tentu bisa saja terulang kembali di Rusia jika Tite kembali kesulitan mencari goleiro yang berkualitas.
Pembuktian seorang Alisson Becker
Musim lalu bukanlah waktu-waktu yang menyenangkan bagi Alisson Becker. Pergi berkelana ke Italia, dirinya harus rela menjadi pilihan kedua setelah Wojciech Szczesny. Minimnya waktu bermain bersama AS Roma membuat banyak orang terus mempertanyakan alasan Tite terus memercayakan pos penjaga gawang kepada Alisson.
Beberapa pengamat bahkan berpendapat bahwa Diego Alves ataupun Ederson Moraes adalah opsi yang jauh lebih baik dari kiper AS Roma tersebut. Namun Tite tidak bergeming, pelatih berusia 56 tahun tersebut terus memercayakan posisi kiper kepada mantan pemain Internacional tersebut.
Baca juga: Profil Taktik: Melihat Ederson Moraes Bekerja
Memang bukanlah sebuah kekeliruan untuk memercayakan pos penjaga gawang kepada Alisson. Dari 16 pertandingan yang ia jalani di fase kualifikasi Piala Dunia 2018, Alisson berhasil mencatatkan nirbobol pada 9 pertandingan, dan hanya kebobolan sebanyak 9 gol. Itulah yang membuat Alisson berpendapat bahwa dirinya tetap menjadi pilihan yang terbaik yang dimiliki Tite meski jarang bermain bersama AS Roma.
“Saya telah membuktikan bahwa bahkan tanpa bermain [untuk klub saya], saya dapat melakukan pekerjaan dengan baik di sini bersama Brasil,” kata Alisson. “Ini sulit, tapi kita harus bermain dengan tangan yang kita tangani. Harapan pada semua pemain selalu sangat tinggi, dan saya akan selalu bekerja keras untuk memenuhi harapan tersebut.”
“Saya merasa 100 persen. Tentu saja, saya sedikit lelah setelah menempuh perjalanan jauh [dari Italia], tapi tidak ada yang mengalahkan suka cita mewakili negara Anda di samping begitu banyak pemain dengan kualitas tinggi seperti itu, tapi saya 100 persen dan saya berlatih keras di Italia untuk memastikan saya selalu siap bergabung dengan Selecao,” tutup Alisson.
Musim ini menjadi kesempatan yang baik bagi Alisson untuk membungkam seluruh keraguan perihal kualitas dirinya. Setelah kepergian Wojciech Szczesny, Alisson secara otomatis menjadi penjaga gawang utama I Giallorossi. Penampilan menawan Alisson bersama tim nasional pun berlanjut di level klub.
Dirinya berhasil menorehkan 9 pertandingan nirbobol dari 14 kali bermain. Penampilan apik dari kiper berusia 25 tahun ini membuat tim asuhan Eusebio Di Fransesco ini menduduki puncak klasemen grup C Liga Champions 2017. Meski tergabung bersama raksasa Eropa seperti Atletico Madrid dan Chelsea, AS Roma masih belum terkalahkan di sepanjang empat pertandingan. Hal ini tak lepas dari cemerlangnya penampilan mantan kiper Internacional ini.
Kini, keraguan masyarakat Brasil seharusnya semakin memudar melihat semakin matangnya penampilan Alisson di Serie A Italia. Meski sudah dipercaya Tite di sepanjang kualifikasi Piala Dunia 2018, masih ada Ederson yang sewaktu-waktu menggusur Alisson dari posisi kiper utama tim Samba. Kiper Manchester City yang berusia satu tahun lebih muda ini semakin menunjukkan kualitas dirinya setelah berhasil menyegel satu tempat di tim asuhan Pep Guardiola.
Alisson diharapkan tetap berada pada level permainan terbaiknya sepanjang musim ini guna membawa AS Roma melaju jauh di pentas Eropa dan bersaing di jalur Scudetto. Selain itu, konsistensi permainan Alisson akan membuat dirinya jauh lebih mudah untuk menyegel satu tempat di Rusia 2018. Kehadiran kiper berkualitas pada diri Alisson akan menjadi modal beharga bagi Brasil untuk kembali berjaya di ajang 4 tahunan ini.
Author: Daniel Fernandez (@L1_Segitiga)