Dunia Amerika Latin

Tite: Pelatih yang Mengembalikan Optimisme Brasil

Brasil punya pahlawan nasional baru. Adenor Leonardo Bachi, atau dikenal dengan Tite, mampu membuat Selecao kuat kembali dan menembalikan rasa percaya diri ke rakyat Brasil. Sekarang, warga Brasil yakin mereka bisa memenangkan Piala Dunia, hal yang tidak terpikirkan kurang dari setahun lalu, setelah kalah di fase grup Copa America yang mengakhiri karier Dunga sebagi pelatih.

Warga Brasil tentunya masih ingat kekalahan 1-7 atas Jerman di semifinal Piala Dunia 2014 di kandang sendiri. Itu adalah kekalahan paling memalukan sepanjang sejarah dan masih lekat dalam ingatan mereka. Kali ini, ketakutan mereka akan gagal ke Piala Dunia untuk pertama kalinya adalah nyata. Beberapa orang akan mengatakan,”Kami tidak punya pemain lain selain Neymar.”

Sementara yang lain akan mengatakan, ”Generasi sekarang tidak bagus.” Yang lain akan mengatakan, ”Kami kekurangan manajer yang bagus.” Konfederasi Sepak bola Brasil (CBF) tengah mengalami kekacauan dengan mundurnya presiden mereka satu demi satu, semua terlibat skandal korupsi. Namun, semua berubah menyusul ditunjuknya Tite sebagai manajer Juni lalu.

Dia sudah siap dengan tugas tersebut setelah Piala Dunia 2014 dan menunggu panggilan dari CBF, namun sayangnya itu tidak terjadi. Bahkan dia mendapat tawaran dari Jepang. Sayangnya, keengganannya bernegosiasi membuat pihak Jepang menunjuk Javier Aguirre.

Lantas, Brasil menunjuk Dunga sebagai pelatih timnas Brasil kedua kalinya, yang tentunya membuat Tite kecewa karena sudah berharap akan posisi tersebut dan menolak tawaran dari Jepang. Tetapi, Tite ternyata tidak perlu menunggu lama untuk mewujudkan impiannya menangani Brasil. Dan dia membuktikan semuanya dengan hasil cepat, bahkan tanpa banyak waktu untuk bersiap menghadapi laga persahabatan dan tanpa mengganti banyak pemain.

Brasil memenangkan setiap laga dengan manajer baru ini, naik dari peringkat enam (posisi terakhir di masa kepelatihan Dunga) ke peringkat pertama klasemen grup zona Amerika Latin dan menjadi negara pertama yang memastikan berangkat ke Rusia 2018, disamping sang tuan rumah (di tiga Piala Dunia terakhir, Jepang menjadi negara pertama yang memastikan lolos).

Dengan delapan kemenangan, 24 gol, dan hanya dua kali kebobolan, Tite memecahkan rekor Joao Saldana (pelatih yang menangani Brasil saat kualifikasi Piala Dunia 1970) sebagai manajer dengan kemenangan beruntun paling banyak di babak kualifikasi. Selain itu, kemenangan beruntun ini membuat Brasil otomatis menduduki peringkat pertama ranking FIFA per bulan April 2017 ini, posisi yang kembali mereka raih setelah sebelumnya absen dalam tujuh tahun terakhir. Yang lebih manis, posisi itu mereka raih dengan menggeser rival klasik, Argentina.

Yang mengalami perubahan paling drastis adalah sikap dan organisasi tim di lapangan. Ini adalah kesepakatan di antara pemain bahwa Brasil tampil baik karena mereka bersama-sama mengikuti konsep paling modern yang diadopsi di seluruh dunia: bola di tanah, transisi dari bertahan ke menyerang, permainan umpan pendek, dan kekompakan antarlini.

Tite mendengar apa yang para pemain dapat dari pelatih di klub mereka masing-masing (Phillipe Coutinho dari Jurgen Klopp, Fernandinho dari Pep Guardiola, Marcelo dari Zinedine Zidane, Paulinho dari Felipe Scolari dan masih banyak lagi) dan Tite mampu mengeluarkan potensi terbaik tiap individu, mempertahankan peran yang sama seperti yang mereka lakoni di klub masing-masing.

Tite dikenal karena pendekatan pragmatis dan efektifnya saat membawa Corinthians meraih gelar Piala Libertadores pada 2012 dan Piala Dunia Antarklub di tahun yang sama dengan mengalahkan Chelsea di Stadion Nissan.

Selama masa menganggur, Tite pergi ke Eropa untuk belajar banyak hal dan kembali dengan pengetahuan taktis yang lebih siap dan maju. Terbukti, dia kembali meraih gelar bersama Corinthians dari 2015 dan meraih Campeonato Brasileiro untuk kedua kali (gelar sebelumnya adalah tahun 2011).

Generasi Brasil saat ini tidak hanya Neymar. Masih ada Coutinho (Liverpool). Lalu Gabriel Jesus (Manchester City). Bahkan Paulinho, yang gagal di Liga Primer Inggris dan dikritik habis-habisan karena diberitakan menyia-nyiakan kesempatan bermain di tim nasional setelah pindah ke Tiongkok untuk merumput bersama Guangzhou Evergrande. Penampilan Paulinho di timnas bisa dikatakan sangat baik. Gelandang ini berada dalam penampilan terbaiknya dan menjadi pemain terbaik di dua laga kualifikasi terakhir, termasuk hattrick melawan Uruguay di Montevideo dan dua asis saat melawan Paraguay di Sao Paolo. Pemain lainnya yang layak dapat pujian adalah Renato Augusto, yang bermain di Tiongkok (Beijing Guoan).

Yang lebih penting, Selecao kembali memainkan sepak bola indah, terlihat saat mengalahkan Argentina 3-0 di Belo Horizonte November lalu. Mereka masih harus diuji dengan lawan-lawan dari Eropa, namun di Brasil sendiri, media sudah beranggapan tim nasionalnya menjadi salah satu favorit juara Piala Dunia Rusia. Setelah ini, mampukah Tite menaklukan dunia?

Disclaimer: Naskah ini disarikan dari kolom Tiago Bontempo untuk Football Tribe dengan judul “Tite, the coach who brought optimism back to Brazil”

Penerjemah: Yasmeen Rasidi