Pertandingan pertama Timnas U-19 dalam ajang kualifikasi Piala Asia U-19 diwarnai boikot sebagian suporter Garuda. Mereka menegaskan tidak akan hadir langsung mendampingi Garuda Nusantara di stadion.
Dalam pernyataan sikapnya disampaikan, semua dilakukan bukan karena tidak cinta terhadap timnas Indonesia, melainkan bentuk kecewa kepada federasi, dan sebagai desakan akan sepak bola negeri ini lebih maju ke depannya.
Dalam kenyataannya, meski tidak memberi dukungan langsung di balik pagar-pagar tribun, kelompok suporter yang menyatakan boikot tetap hadir di lingkungan stadion. Bahkan mereka menyambut langsung rombongan tim ketika tiba di tempat pertandingan.
Begitu juga ketika pertandingan berlangsung. Di luar stadion mereka tetap memanjatkan chant seperti biasa. Doa-doa tetap dirapalkan. Hanya bedanya tidak di tempat biasa mereka berdiri gagah memberi dukungan.
Menjadi lebih indah ketika sebagian memboikot pertandingan, tapi sebagian lain masih dapat dengan nyaman hadir di dalam tribun. Semua diberi kebebasan untuk ikut memboikot, atau tetap melakukan tugas seperti biasa. Membuat berisik tribun, menggoyangkan tribun, juga memberi teror terhadap lawan.
Dari kedua kubu yang berbeda sikap tetap disatukan tujuan yang sama, prestasi yang lebih baik dari timnas Indonesia. Mereka dapat saling menghargai sikap masing-masing, karena mereka saling tahu, semua sikap yang diambil, boikot atau tetap mendukung, telah dipikirkan matang-matang, tidak sembarangan.
Menjadi sempurna ketika Fakhri Husaini, pelatih kepala Timnas U-19 yang juga mendengar tentang aksi boikot sebagian suporter, mempersembahkan kemenangan 3-1 anak asuhnya atas Timor Leste untuk semua suporter. Untuk mereka yang tetap hadir, maupun yang memilih boikot.
“Terakhir, sampaikan salam saya untuk seluruh suporter. Saya sempat baca juga, ada penonton yang memboikot, tidak apa-apa, boikotlah. Kemenangan ini buat mereka yang datang dan yang memboikot,” ucapnya dalam sesi jumpa media usai laga.
Biasa terjadi
Di Indonesia, tribun yang mendadak sepi biasa terjadi. Pun sebaliknya tribun tiba-tiba penuh sesak hingga tidak ada ruang tersisa lebih sering terjadi.
Pertandingan-pertandingan penuh gengsi seperti kala menghadapi negeri tetangga, Malaysia, dapat dipastikan suporter dalam jumlah berlipat ganda akan datang. Begitu juga ketika muncul bintang-bintang baru atau ketika timnas dalam kondisi terbaiknya.
Baca juga: Beda Pertandingan, Beda Penanganan Keamanan
Sebaliknya, banyak hal yang dapat membuat suporter tiba-tiba menghilang. Rasa kecewa pada federasi, narasi kering prestasi, buruknya penampilan tim, hingga pelatih yang dianggap gagal bisa jadi alasan.
Tidak salah memang, karena semua pasti didasari keinginan untuk perbaikan segera terjadi. Juga harapan timnas agar lebih berprestasi. Apa pun caranya, termasuk boikot pertandingan, menjadi sah dilakukan.
Namun yang perlu diingat, sebagai suporter tugas kita adalah tetap memberi dukungan. Baik moril maupun materil. Yang bisa kita lakukan hanyalah tetap menjalankan tugas tersebut. Di saat timnas berjaya, atau sedang merana.