Eropa Spanyol

Benarkah Lionel Messi Harus Tinggalkan Barcelona?

Beberapa hari yang lalu, Rafael Hernandez, seorang jurnalis sekaligus pendukung Barcelona membuat sebuah tulisan singkat. Intinya adalah Lionel Messi sudah waktunya tinggalkan Barcelona. Masih menurut Rafael, akan lebih baik Messi meninggalkan Barcelona untuk menuju Manchester City yang saat ini dilatih Pep Guardiola.

Maka, benarkah Lionel Messi harus meninggalkan Barcelona? Sebaiknya, terlebih dahulu, saya paparkan alasan Rafael Hernandez. Menurut Rafael, semua masalah di Barcelona, yang menurutnya harus dihindari Messi adalah dampak dekadensi kerja manajemen. Performa manajemen yang buruk berimbas, dan melahirkan banyak masalah. Mari kita simak.

Masalah pertama adalah kerja transfer. Musim panas yang lalu, menurut Rafael, Barcelona melewati salah satu musim panas terburuk. Selain itu, adanya usaha mendongkel Presiden Josep Maria Bartomeu dari kursi jabatannya juga menjadi indikasi kebobrokan manajemen Blaugrana.

Dekadensi tersebut bahkan sudah terjadi sejak tahun 2010 ketika Sandro Rosell terpilih sebagai presiden. Rafael berpendapat bahwa keberhasilan Barcelona meraih gelar treble winners pada musim 2015 tak lain adalah ceceran, sisa kerja keras Juan Lapota dan Pep Guardiola saja. Dan ke depan, dekadensi tersebut berpeluang semakin memburuk.

Dekadensi kinerja manajemen terwujud di atas lapangan. Dan ini menjadi masalah kedua menurut Rafael, di mana Barcelona kekurangan “ide”. Keputusan yang diambil manajemen selalu buruk, misalnya hingga saat ini, Barcelona belum bisa menemukan pengganti Xavi Hernandez, La Masia memasuki senjakala, dan gaji pemain justru semakin tidak terkontrol. Banyak keputusan hanya berupa respons yang reaktif terhadap sebuah permasalahan.

Baca juga: Senjakala La Masia

Masalah ketiga adalah kerja Bartomeu justru perlahan-lahan menghapus corak warisan Johan Cruyff. Salah satunya adalah kebijakan pembelian pemain yang “ngawur”. Rafael menggunakan istilah “masa depan yang suram” untuk memberi gambaran masa depan Barcelona di tangan manajemen yang berkinerja buruk ini.

Oleh sebab itu, Rafael menegaskan bahwa jika bertahan bersama Barcelona, Messi akan menderita dan membuang sisa-sisa usia kariernya secara sia-sia. Ketika klub-klub papan atas Eropa lainnya sudah berbenah dan menuju arah yang benar, Messi justru dibuat menderita oleh akumulasi keputusan manajemen.

Messi, ketika masuk usia 30 tahun, harus memikul, menyeret timnas Argentina dan Barcelona, supaya tidak tertinggal oleh para rival. Bagi Rafael, situasi ini tidak adil bagi Messi.

Lantas, mengapa Rafael ingin Messi berseragam Manchester City? Ada beberapa alasan. Pertama, karena Pep Guardiola, sosok pelatih yang “membentuk” Messi menjadi seperti saat ini. Saat ini, City juga digawangi oleh Txiki Begiristain dan Ferran Soriano, inti dari Barcelona masa lalu yang membuat mereka menguasai Eropa. Tak ada tempat yang paling istimewa bagi Messi untuk menghabiskan kariernya bersama tim yang tengah bermain di level tertinggi.

Alasan kedua adalah Liga Primer Inggris. Bermain di Inggris, di liga paling megah dengan jumlah pemirsa global terbesar adalah arena yang paling pas untuk menegaskan status Messi sebagai The GOAT (The Greatest of All Time). Tak bisa dimungkiri, kekuatan marketing Liga Primer Inggris adalah yang paling kuat dibanding liga-liga lainnya, untuk saat ini.

Pun, dan ini yang paling menarik, bermain dan berprestasi di Liga Primer Inggris akan menyelesaikan salah satu perdebatan paling sumir, yaitu manakah yang paling hebat, Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo? Messi dipandang belum mutlak lebih baik dibanding Ronaldo apabila belum bisa menjadi yang terbaik di Inggris.

Setujukah Anda dengan pendapat Rafael di atas?

Messi akan ditawarkan kontrak seumur hidup

Susahnya menelisik hati manusia

Memang, tak bisa dibantah apabila musim panas yang lalu, pembelian pemain yang dilakukan Barcelona terasa tidak meyakinkan, terutama setelah melepas Neymar. Ousmane Dembele, yang diharapkan bisa menggantikan Neymar justru cedera panjang. Sementara itu, Paulinho dan Gerard Deulofeu dipandang bukan pembelian yang menarik.

Pun, langkah buruk manajemen Barcelona juga tercermin dari kegagalan mereka menjual pemain-pemain yang tak berguna untuk tim. Alhasil, Barcelona tak bisa mendatangkan lebih banyak pemain untuk menjaga kedalaman skuat. Ketimpangan antara skuat utama dan pelapis bisa sangat merugikan untuk satu musim yang panjang.

Namun, yang sulit juga untuk dibantah adalah, meski tak selalu bermain baik, Barcelona tengah memimpin La Liga. Dengan 31 poin, Barcelona mencatatkan 10 kemenangan dari 11 pertandingan, tanpa kekalahan, dan satu hasil imbang. Prestasi ini yang seperti membuat masalah-masalah Barcelona terlupakan. Di atas lapangan, mereka masih menjanjikan, setidaknya untuk saat ini.

Memang, ketika bermain baik di tengah “keterbatasan”, banyak pendukung Barcelona akan lebih memilih menutup mata dari semua masalah. Hal ini terjadi di klub lain, dan ini hal yang lumrah karena berpikir dengan otak yang sehat itu bisa menjadi pekerjaan yang berat.

Dan memang pula, di tengah “prestasi” ini, Barcelona sangat mengandalkan keajaiban yang dirancang Messi. Di tengah tim yang tidak bermain apik, Messi bisa menciptakan sebuah peluang. Terminologi win ugly nampaknya diterapkan dengan sangat baik oleh Barcelona di tangan Ernesto Valverde.

Jika melihat Messi bermain, pendapat bahwa ia menderita karena harus melakukan semuanya memang tak salah. Namun, apakah Messi sendiri menderita? Apakah Messi mengeluh karena Barcelona tak secantik seperti dulu di atas lapangan? Jujur saja, kedalaman hati manusia tak sepenuhnya bisa kita petakan.

Tahukah Anda bahwa beberapa hari yang lalu terbit sebuah kabar bahwa Messi ingin Barcelona memboyong Mesut Özil? Terlepas dari kebenarannya, bukankah berita tersebut menggambarkan bahwa Messi selalu memikirkan Barcelona? Kekasih yang tulus, bisa melakukan segalanya demi orang yang ia cintai.

Lantas, jika sudah begitu, apakah salah jika Messi menderita namun ia menikmatinya karena cinta yang dalam untuk Barcelona? Barcelona, sebuah tim yang mengobati kelainan hormon Messi di kala belia. Barcelona, yang menaungi Messi sejak ia masih hijau. Apakah salah ketika Messi mau membayar itu semua dengan menderita demi klub yang mewujudkan cita-citanya sebagai pesepak bola?

Apakah dengan tidak bermain di Liga Primer Inggris lantas membuat Messi tak sebaik Ronaldo? Omong kosong. Keduanya hebat dengan caranya sendiri. Keduanya tak perlu membuktikan kepada pendukung yang bebal mana yang lebih baik. Keduanya tak butuh pengakuan dari Anda.

Pada akhirnya, Messi, dan semua pesepak bola, pada mulanya bermain sepak bola karena kecintaan akan olahraga ini. Jika ada pesepak bola yang hengkang karena uang atau ingin bermain di kompetisi yang lebih benderang, siapa Anda yang dengan ringan menghakimi?

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen