Kurang lebih setengah jam setelah kick-off, Edwin van der Sar yang kokoh di bawah mistar dan melakukan beberapa penyelamatan penting akhirnya kebobolan juga.
Pedro yang menerima umpan brilian dari Xavi berhasil menceploskan bola ke gawang Van der Sar. Sepakannya menipu si kiper jangkung asal Belanda yang salah langkah itu, mirip gol Deco Souza (FC Porto) ke gawang AS Monaco di final Liga Champions 2004.
Tidak lama berselang, Rooney menyamakan kedudukan melalui sepakan mulus dari dalam kotak pinalti.
Di babak kedua, Wembley benar-benar menjadi panggung bagi Barcelona untuk ber-“tiki-taka” ria. Lionel Messi menggandakan keunggulan 10 menit setelah kick-off babak kedua melalui sepakan keras dari luar kotak penati. Ia merayakan golnya dengan berlari ke sudut lapangan, dua tangannya mengepal meninju-ninju langit, berteriak sepuasnya sambil menendang papan iklan.
Sekitar 20 menit sebelum bubar waktu normal, di sisi kiri pertahanan MU, Messi berhasil menipu Luis Nani dengan satu gerakan muslihat yang ciamik. Nani yang tertipu berusaha mengejar, sedikit terlambat di belakang Messi yang terus menerobos ke dalam kotak penalti.
Messi melewati Evra dan hendak memberikan umpan, tetapi dipotong Michael Carrick. Bola jatuh ke kaki Nani, dan ia mengontrol bola dengan tidak sempurna (mungkin itu sentuhan pertama Nani yang baru masuk menggantikan Fabio).
Sergio Busquets yang merebut bola dari kaki Nani segera mengirimkannya kepada David Villa yang berdiri bebas di depan kotak penalti. Villa mencetak gol dengan begitu indah, dengan cungkilan kaki kanan bagian dalam, bola mengarah ke pojok kiri gawang Van der Sar yang sudah terlambat menepis bola.
Skor 3-1 di Wembley kembali menegaskan sekaligus mempertahankan jejak kejayaan Barcelona di sana. Wembley kembali menjadi cerita menarik, pun sejarah yang akan selalu dikenang sebagai tempat bertahtanya tiki-taka Barcelona.