Era peralihan millennium menuturkan kisah tersendiri di Liga Spanyol. Musim 1999/2000 boleh dikatakan salah satu musim dinamis di LaLiga, karena beberapa klub sukses menyusup di persaingan juara.
Atau setidaknya, klub-klub itu saling berkejaran menuju zona kompetisi Eropa. Real Madrid dan Barcelona sendiri sedang tak terlalu dominan meski menjadi favorit juara pada awal musim terserbut.
Lima besar klasemen akhir menjadi bukti dinamisnya LaLiga musim itu. Muncul nama Deportivo La Coruna yang sukses mengakhiri musim sebagai juara. Barcelona yang kala itu diarsiteki Louis van Gaal tergelincir di posisi kedua, meski berstatus juara bertahan beruntun pada dua musim sebelumnya.
Sedangkan Real Madrid terseok di posisi lima klasemen akhir, tetapi bisa menjuarai Liga Champions, sehingga tetap lolos ke Liga Champions musim berikutnya, menggeser Real Zaragoza. Posisi ketiga diduduki Valencia yang melengkapi empat kuota klub Spanyol berlaga di Liga Champions.
Super Depor, julukan Deportivo La Coruna, memang fenomenal ketika itu. Di bawah asuhan Javier Irureta, Deportivo La Coruna sukses meraih gelar pertama LaLiga sepanjang sejarah klub berdiri.
Irureta sendiri baru semusim bergabung ke Super Depor. Pada musim itu pula berbagai nama populer membela Deportivo, mulai dari Roy Makaay, Djalminha, Pedro Pauleta, Fran Gonzalez, Lionel Scaloni, Donato Gama Da Silva, Flavio Conceicao, Jacques Songo’o, Noureddine Naybet, Petr Kouba, Mauro Silva, hingga Turu Flores dan Slavisa Jokanovic, menghiasi daftar pemain. Mereka menjadi penggerak suksesnya Super Depor musim 1999/2000.
Manuver transfer Super Depor juga menarik. Tercatat tujuh pemain masuk sebelum awal kompetisi. Salah satunya Roy Makaay, tapi tidak ada yang keluar pada awal kompetisi itu.
Sementara pada tranfer musim dingin, satu pemain dipinjamkan tanpa ada pemain yang masuk. Lalu di antara para pemain baru tersebut, Makaay yang paling sukses. Ia yang baru bergabung pada awal musim, sukses memimpin raihan gol baik di LaLiga maupun keseluruhan laga Super Depor.
Perjalanan Super Depor menuju tangga juara terbilang minimalis, yang tampak dari statistik. Torehan 21 kemenangan cukup untuk mengamankan gelar juara. Meskipun demikian, hanya lima kemenangan yang bisa diraih di kandang lawan.
Jumlah kekalahan Super Depor banyak, mencapai 11 laga. Tapi dengan mengemas 65 poin, gelar juara bisa dikunci, itu pun masih berselisih lima poin di atas Barcelona.
Selisih gol pun hanya 66 gol berbanding kebobolan 44 gol. Surplus 22 gol itu masih kalah dari Barcelona. Memang, musim tersebut adalah salah satu musim LaLiga yang raihan poin juaranya cukup rendah.
Super Depor juga berlaga di kompetisi lain. Di pentas Eropa mereka melangkah cukup jauh, dengan menembus babak keempat Piala UEFA. Pada babak tersebut, Deportivo tumbang dari Arsenal yang mengakhiri turnamen sebagai runner-up.
Lalu di Copa del Rey, kesebelasan dengan warna jersi biru-putih ini memulai langkah dari babak kedua, tapi terhenti di babak berikutnya saat memasuki 16 besar.
Semenjak musim musim 1991/1992, Super Depor relatif konsisten di LaLiga. Selain satu gelar juara LaLiga, Deportivo juga empat kali menjadi runner-up.
Prestasi hebat, mengingat sebelum masa itu, prestasi tertinggi hanya satu kali peringkat kedua. Itu pun didapat di zaman baheula pada musim 1949/1950.
Hanya empat kali Super Depor finis di luar 10 besar. Namun sayangnya di musim 2010/2011 mereka harus turun ke Segunda Division. Semenjak itu Deportivo La Coruna tak lagi super.
Mereka memang sempat kembali ke LaLiga beberapa musim setelahnya, tapi tiga kali degradasi jelas menunjukkan penurunan drastis. Apa lagi kalau dibandingkan capaian dekade sebelumnya.
Dua musim belakangan, Deportivo masih terseok di Segunda Divison. Bahkan musim ini posisi armada Fernando Vazquez ada di jurang degradasi hingga pekan ke-24. Tepatnya di peringkat 20 dari 22 kontestan. Poinnya sama dengan Real Oviedo di batas zona aman, tapi kalah selisih gol.
Akan sangat disayangkan tentunya, kalau tim sekelas Deportivo La Coruna yang sarat histori, sampai terjun ke Divisi Tiga. Sebuah kisah suram, dari klub yang pernah melakukan comeback heroik melawan AC Milan di perempat-final Liga Champions 2003/2004.
*Penulis merupakan seorang penikmat berita sepak bola dari medium dalam jaringan. Bisa disapa di akun twitter @hilmi_masdar