Selain hujan delapan gol dan tuan rumah yang hampir menang comeback, daya tarik dari laga Tampines Rovers vs Bali United semalam (14/1) adalah keberadaan Taufik Suparno. Seorang pemuda Indonesia, yang merajut mimpi sebagai pesepak bola, di Singapura.
Taufik adalah anak hasil pernikahan campuran antara seorang pria Indonesia dengan perempuan asal Singapura.
Eks asisten pelatih timnas Singapura, Aleksander Duric, menyebut Taufik tipe penyerang Singapura yang jarang ada. Ia punya kecepatan dan pandai melakukan tusukan-tusukan ke area pertahanan lawan. Duric juga menyebut bahwa Taufik adalah masa depan sepak bola Singapura.
Meskipun memiliki nama yang sangat Indonesia, atau sangat Jawa lebih tepatnya, nyatanya Taufik tidak begitu mengetahui tentang negara asal sang ayah.
Saat dihubungi oleh penulis lewat telepon tiga tahun lalu, Taufik mengaku sang ayah tidak pernah menceritakan apapun tentang Indonesia. Kecuali sempat sekali bertutur bahwa ia berasal dari Jawa,
“Saya tidak tahu apapun soal Indonesia. Yang saya tahu ayah saya berasal dari sana. Pernah sekali saya tanya beliau soal Indonesia, dijawab hanya ia berasal dari Jawa. Begitu pula Atuk (kakek) saya. Keluarga kami sudah lama sekali menetap di Singapura. Selebihnya, saya tidak berani tanya lagi,” ujar pemuda kelahiran 31 Oktober 1995 ini memulai obrolan.
“Bahkan Anda jangan tanya soal sepak bola Indonesia. Saya tidak tahu namanya satupun. Saya lebih hapal para pemain timnas Singapura dari generasi ke generasi.”
Meski begitu, Taufik menyimpan rasa penasaran terhadap Indonesia. Ia mengaku suatu saat ingin bermain di luar negeri, dan Indonesia adalah salah satu negara tujuan di mana ia ingin mengeksplorasi kariernya.
“Saya punya harapan suatu hari bisa bermain di luar Singapura. Tentu kesempatan tersebut akan membuat kemampuan saya meningkat. Indonesia juga jadi salah satu negara di mana saya tertarik untuk bermain. Selain karena penasaran, saya juga dengar antusiasme suporter di sana luar biasa.”
Taufik kemudian bercerita bagaimana perkenalannya dengan dunia sepak bola. Ia juga mengisahkan bagaimana cerita tentang perjalanan kariernya hingga saat ini.
Selepas lulus dari National Football Academy, sekelas SSB di Singapura, pada usia 16 tahun Taufik kemudian bergabung ke tim peserta Liga Singapura, Tampines Rovers.
“Pertama kali main sepak bola itu usia lima tahun sama abang-abang yang lebih tua. Kemudian saya join National Football Academy. Usia 16 tahun saya memberanikan diri untuk ikut trial di Tampines. Alhamdulillah lolos.”
Ditanya mengapa ia memilih Tampines, Taufik menyebutkan karena ia terinspirasi oleh sang idola yang juga sempat bermain di Indonesia, Noh Alam Shah.
“Sebenarnya tidak ada alasan khusus saya ke sana. Along (panggilan akrab Alam Shah) juga pernah main di sana dan meraih banyak prestasi. Dia adalah idola saya. Makanya waktu ikut trial di Tampines saya sebenarnya agak nekat dan memberanikan diri,” ungkap pemain yang juga mengidolakan bintang asal Brasil, Neymar.
Setelah dari Tampines, ia kemudian hijrah ke Court Young Lions. Di klub barunya Taufik mengawali dengan sangat baik.
Dari enam laga ia berhasil menyarangkan dua gol. Sayang ketika kariernya sedang mulai bersinar, ia terkena cedera parah yang membuatnya mesti absen hampir satu tahun.
“Ya sayang sekali. Waktu itu saya baru memulai karier saya. Bermain reguler dan cetak beberapa gol. Tapi terkena cedera lutut. Saya tidak main hampir kurang lebih satu tahun. Sempat takut juga tidak bisa meneruskan karier.”
Bernama lengkap Muhammad Taufik Bin Suparno, pemuda yang kini berusia 24 tahun tersebut juga pernah tergabung ke skuat muda Singapura di SEA Games 2017.
Karena memang Taufik ini merupakan langganan timnas sejak kelompok umur usia muda, ia pun sudah mendapatkan panggilan ke timnas senior ketika Singapura berlaga di kualifikasi Piala Dunia 2018. Sayang, meskipun dipanggil ia tidak mendapatkan kesempatan untuk berlaga.
Setelah Along, kini Taufik. Bukankah ini mengindikasikan bahwa ada bakat-bakat lain Indonesia yang nyatanya ada di negara-negara tetangga.
Soal mesti diamankan atau tidak tentu kembali lagi kepada PSSI, selaku pemegang keputusan dalam lingkup sepak bola Indonesia. Asal nantinya jangan menyesal andai bakat tersebut ternyata sinarnya lebih terang benderang di negara lain.
NB: Percakapan antara Taufik Suparno dan penulis dilakukan dengan bahasa campuran Inggris dan Melayu. Untuk memudahkan pembaca, penulis terjemahkan dalam bahasa Indonesia tanpa mengurangi makna dan konteks percakapan.