Suara Pembaca

Iwan Bule di PSSI: Beranikah Membersihkan Kolamnya Sendiri yang Kotor?

“Jangan terlalu tinggi berharap, karena jika pada nyatanya itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka akan sakit hati paling dalam yang dirasakan,” mungkin itu lah quote seseorang yang galau, sakit hati atau kecewa berat tatkala terlalu berharap kepada apa pun.

Klise memang, tapi nyatanya memang benar. Dibanding kita berharap, lebih baik kita memantau dan mengawasi atau pun ikut berpartisipasi agar semua harapan itu bisa menjadi kenyataan. Hal itu pun terjadi pada federasi sepak bola kita sekarang (PSSI) yang sudah mendapatkan ketua umum baru. Seorang perwira tinggi Polri, Komjen. Pol. Mochamad Iriawan, atau yang akrab disapa Iwan Bule.

Ia mungkin menjadi harapan baru masyarakat Indonesia di tengah turunnya performa timnas senior dan segudang masalah kelam masa lalu PSSI. Namun, perlu kah berharap lebih banyak kepada dia? Akankah harapan itu sirna dan muncul quote semacam tadi untuk rasa kekecewaan kepada beliau di masa kelak?

Hanya waktu yang bisa menjawab. Lagi-lagi klise namun waktu adalah sebenar-benarnya jawaban dari sebuah harapan. Jadi selain kita berharap kita juga harus menunggu. Hmm sangat membosankan, bukan?

Kontroversi pemilihan ketua umum, segudang PR PSSI, dan tuan rumah Piala Dunia

Iwan Bule bukan orang baru di sepak bola Indonesia. Pada 2009 ia menjadi Dewan Penasehat Persib Bandung, lalu ia juga aktif dalam Asosiasi Provinsi Jawa Barat sebagai pelindung kepengurusan, dan sekarang ia tercatat sebagai Dewan Penasehat di klub Bhayangkara FC.

Iwan terpilih dengan 82 dari 85 total suara. Ia mengalahkan sembilan caketum, tujuh di antaranya dikeluarkan dari kongres oleh Sekjen PSSI, Ratu Tisha, karena terus melakukan interupsi saat kongres berlangsung dan dianggap mengganggu jalannya kongres.

Baca juga: Kualifikasi Piala Asia U-19 Grup A Ditunda: Saat Sepak Bola Tak berkutik

Tapi ada banyak yang mempermasalahkan pemilihan ketua PSSI, karena tidak adanya transparansi yang jelas terkait mekanisme pemilihan, dan agenda yang awalnya akan dilakukan pada bulan Januari 2020 namun tiba-tiba dimajukan menjadi November 2019.

Bahkan banyak isu yang beredar bahwa agenda kongres PSSI ini sudah di-setting. Namun nasi sudah menjadi bubur. Iwan Bule sudah dipilih dan sah menjadi ketua umum PSSI untuk empat tahun ke depan. Yang harus dilakukannya adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap PSSI dengan cara memperbaiki segudang masalah sepak bola di Indonesia.

Namun apakah ia bisa melakukannya?

Saya sendiri sedikit ragu dan menurut saya sukar sepak bola akan lebih baik dengan dipilihnya Iwan Bule. Argumen saya beralasan karena yang diganti hanya ketua bukan anggota exco. Hanya ada dua nama exco yang baru, sisanya muka-muka lama. Orang-orang dahulu yang membuat masalah dan membiarkan masalah itu menjadi dan semakin membesar hingga sekarang. 

Iwan Bule sepertinya harus mulai bergegas, karena mempunyai pekerjaan rumah yang sangat banyak. Prestasi tim nasional senior Indonesia yang jeblok, jadwal kompetisi yang ruwet, kerusuhan antarsuporter yang tidak ada hentinya, persiapan tuan rumah Piala Dunia U-20, dan mafia sepak bola Indonesia. Nilai positif yang dapat dipetik dari PSSI saat ini mungkin hanya kompetisi usia muda Liga 1 U-16 dan Liga 1 Putri.

Baca juga: Sudah Siapkah Liga 1 Putri di Indonesia?

Untuk persoalan tuan rumah Piala Dunia U-20, sepertinya bukan hanya Iwan Bule dan PSSI-nya yang harus berbenah, namun seluruh elemen pemerintahan. Karena kita akan disorot oleh seluruh dunia, kita akan dikunjungi orang-orang seantero dunia.

Bakat-bakat muda sepak bola dunia akan merumput di stadion-stadion Indonesia. Harus terjalin kerja sama yang baik antara PSSI dan pemerintahan terkait Piala Dunia ini. Janganlah menjadi Brasil yang menjadi tuan rumah pada 2014 yang rela mengeluarkan dana besar di tengah permasalahan kemiskinan saat itu.

Pemerintah seakan hanya memikirkan Brasil di mata dunia dibanding kesejahteraan rakyatnya yang saat itu sedang miskin. Sampai ada mural menohok di Sao Paolo yang bertuliskan “Piala Dunia Brazil 2014 untuk Siapa?”

Indonesia pun sama, masih menjadi negara berkembang dan masih dilanda kemiskinan. Perhelatan Piala Dunia jangan hanya dipandang untuk nama Indonesia di mata dunia, namun juga dipandang sebagai hiburan untuk semua kalangan.

Tidak ada lagi usiran warga sekitar karena lahanya akan dibangun stadion, atau diusir dengan dalih demi tamu yang akan datang ke Indonesia. Hal-hal tersebut yang harus dipikirkan tatkala menjadi tuan rumah Piala Dunia. Jangan hanya berpikiran untuk untung semata, karena nyatanya host Piala Dunia tidak pernah benar-benar untung besar.

Afrika Selatan menjadi contoh. Jurnal ilmiah Thomas Peters bertajuk Tourism and the 2010 World Cup: Lesson for Developing Countries menyimpulkan, bahwa memang ada pertumbuhan pariwisata ke Afrika Selatan, namun keuntungannya tidak sebanding dengan pengeluaran untuk membangun stadion-stadion Piala Dunia 2010.

Baca juga: Di Afrika Selatan, Man of The Match Dapat Hadiah Paket Data 5GB

Menjadi tuan rumah Piala Dunia jangan dijadikan hasil instan untuk mengikuti turnamen di kancah duni. Perlu juga upaya dan kerja keras lebih, karena Indonesia tidak hanya kali ini mengikuti helatan Piala Dunia U-20.

Pada tahun 1979 Indonesia beruntung ikut Piala Dunia U-20 yang dihelat di Tokyo, Jepang. Kesempatan itu diraih karena Irak dan Korea Utara menolak tampil, terkait alasan sponsor Coca-Cola yang merupakan produk Amerika Serikat. Korut dan Irak saat itu memegang teguh prinsip anti-AS.

Hasil instan atau keberuntungan Indonesia itu nyatanya tidak dimanfaatkan dengan bai. Hasilnya Indonesia terdampar di posisi juru kunci babak grup. Jadi, berusalah untuk menjadi yang terbaik, jangan hanya senang karena ikut berpartisipasi di Piala Dunia, walaupun ‘hanya’ U-20.

Mafia dan pertanyaan untuk ketua umum baru PSSI

Tuan Rumah Piala Dunia sudah, sekarang waktunya membicarakan mafia sepak bola Indonesia. Terpilihnya Iwan Bule, yang notabene-nya seorang petinggi polisi sebagai ketua umum PSSI, hanya akan menjadikan dua pilihan terkait mafia sepak bola. Mafia diberantas atau mafia tidak terdengar lagi kabarnya.

Menarik untuk ditunggu langkah apa yang akan dilakukan Iwan Bule untuk kasus mafia ini, karena mereka beredar di kalangan PSSI juga. Beranikah Iwan membersihkan kolamnya sendiri yang kotor?

Iwan Bule yang pernah menangani pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen oleh tersangka mantan ketua KPK, Antasari Azhar, seharusnya bisa dengan mudah membasmi mafia sepak bola di Indonesia. Tapi pertanyaannya bukan bisa atau tidak.

Mau atau tidak Iwan Bule membasmi mafia? Berani tidak? Atau ada conflict of interest? Ah, banyak sekali pertanyaan kepada ketua PSSI yang baru ini. Namun dengan bosan, saya lagi-lagi harus menyatakan bahwa hanya waktu yang bisa menjawab semuanya.

*Penulis adalah mahasiswa semester tua di salah satu kota fanatik sepak bola di Indonesia. Bisa ditemui di akun Twitter @M_emiriza