Dunia Asia

Kualifikasi Piala Asia U-19 Grup A Ditunda: Saat Sepak Bola Tak berkutik

Saat sepuluh grup kualifikasi Piala Asia U-19 2020 bermain, Grup A belum bertanding. AFC memutuskan menunda semua pertandingan kualifikasi Piala Asia U-19 di Grup A lantaran sang tuan rumah, Irak, dirasa tak akan sanggup menjadi tuan rumah.

Keputusan ini tak hanya terkait dengan kualifikasi Piala Asia U-19 2020. FIFA dan AFC memutuskan untuk memindahkan dua pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022 sekaligus kualifikasi Piala Asia 2023 yang digelar di Irak.

Dua pertandingan yang dimaksud oleh FIFA dan AFC adalah pertandingan Irak kontra Iran (14/11) dan kontra Bahrain (19/11). Berdasarkan rilis yang keluar pada Rabu, 6 November 2019, dipindahkannya lokasi pertandingan lantaran kondisi keamanan Irak yang tak memungkinkan untuk menggelar pertandingan sepak bola.

Kondisi keamanan yang dimaksud oleh FIFA dan AFC adalah terkait dengan peristiwa Tishreen Revolution, sebuah aksi massa demonstrasi yang terjadi di Irak dan dimulai pada 1 Oktober 2019.

Baca juga: Aksi Boikot Suporter: Perlu atau Tidak?

Mengenal Tishreen Revolution

Tishreen Revolution merupakan sebuah gerakan massa yang mendukung adanya revolusi di Irak. Revolusi yang terjadi sejak 1 Oktober 2019 ini digagas pertama kali lewat media sosial dan menyebar di seluruh penjuru Irak.

Pesan yang mereka bawa adalah, memprotes adanya korupsi yang mengakar selama 16 tahun di Irak. Selain itu, mereka juga membawa isu pengangguran dan berujung pada gerakan massa untuk melakukan revolusi dan menggulingkan pemerintahan yang sah.

Aksi massa ini sempat berhenti pada 8 Oktober 2019. Namun, massa kembali bergerak pada 24 Oktober 2019.

Tishreen Revolution merupakan lanjutan dari beragam aksi massa yang terjadi di Irak setelah invasi yang dilakukan Amerika Serikat. Massa menolak adanya keterlibatan Amerika Serikat di dalam tubuh Irak. Pasalnya, menurut mereka, aksi korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela.

Baca juga: Panggung Politik Sepak Bola

Perang, politik, dan sepak bola yang tak berkutik

Aksi massa di Irak bukanlah semata-mata aksi perang antara masyarakat sipil dan pemerintahan. Ada faktor politik yang membuat aksi ini berkembang begitu cepat bak api yang melahap kayu.

Ada kekuasaan yang coba untuk digulingkan, perebutan kekuasaan, dan penghilangan kekuasaan. Aksi ini merugikan banyak hal, termasuk sepak bola.

Sepak bola tak akan berjalan ketika perang sedang berkecamuk. Sepak bola akan menepi dari keriuhan dan membiarkan perang (serta tentunya politik) mengambil peran. Sepak bola tak mau mengambil risiko dengan terlibat di dalamnya.

Sepak bola dibuat tak berkutik dengan adanya aksi politik. Tapi, tak berkutiknya sepak bola adalah bukti kalau di dalam sepak bola, logika masih berjalan. FIFA dan AFC tentu tak ingin adanya jatuh korban dalam sepak bola, ketika seandainya pertandingan tersebut tetap digelar di Irak. Meskipun sebenarnya sepak bola adalah alat paling cocok untuk menghentikan perang.

Perang dan politik membuat terpecah, tapi sepak bola akan membuatmu bersatu. Tak ada alat persatuan paling sempurna selain sepak bola.