Cerita

Kericuhan di Sepak Bola Indonesia, Semua karena Cinta

Pemukulan terhadap pelatih pernah terjadi. Penyerangan terhadap tim, perusakan stadion sebagai pelampiasan emosi juga pernah ada. Sesuatu perbuatan yang jelas salah dan dilarang tapi mereka yang melakukan pasti punya alasan tersendiri.

Tahun lalu pendukung Persib Bandung yang kecewa pernah memukul pelatih mereka sendiri. Alasannya performa tim jauh dari yang diharapkan. Sebagai tim besar, bisa dikatakan Pangeran Biru terpuruk kala itu.

Masih di musim lalu. Stadion Kapten I Wayan Dipta pernah membara. Malam itu serupa pesta. Suar-suar dinyalakan, kembang api dimainkan. Bendera-bendera besar dibentangkan. Semua berisi kritikan pada manajemen akan prestasi yang menurun.

Menariknya, meski stadion membara, tidak ada sedikit pun gangguan yang dilakukan pada tim tamu. Semua murni bentuk protes demi Bali United lebih baik ke depannya.

Mungkin itu kejadian terbesar di antara kejadian-kejadian lainnya. Suporter memasuki lapangan saat pertandingan, pelemparan-pelemparan yang diarahkan pada klub kebanggaannya sendiri beberapa kali terjadi.

Baca juga: Cinta Buta Hisyam Tolle

Meski mereka yang bertingkah di luar batas tidak lepas dari hukuman, nyatanya musim ini hal-hal demikian masih terjadi. Pendukung Persija Jakarta beberapa bulan lalu pernah melakukan penyerangan terhadap kendaraan pelatih dan petinggi klub, usai timnya dipermalukan di kandang sendiri. Pun beberapa kali botol-botol beterbangan di akhir pertandingan.

Jakmania tentu kecewa. Klubnya yang musim lalu menjadi juara, musim ini meraih kemenangan saja seolah begitu susah. Apa yang dilakukan bisa dikatakan bentuk protes, yang sayangnya di luar kontrol dan merugikan klub itu sendiri.

Terbaru di Surabaya. Persebaya Surabaya yang belum juga bangkit membuat kecewa suporternya. Usai kalah atas tamunya, PSS Sleman, Bonek mengamuk di Stadion Gelora Bung Tomo. Beberapa fasilitas stadion dirusak bahkan dibakar. Asap pekat mengepul di hari yang mulai malam. Menjadi gambaran emosi bercampur kecewa pada Bajul Ijo yang semula begitu ditakuti.

Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan bisa dikatakan norak, kampungan, hingga kriminal. Tetapi bagi sebagian lain yang melakukannya, hal-hal demikian wajar terjadi. Tidak lain tidak bukan cinta yang membuat mereka melakukan hal demikian.

Baca juga: Masih Adakah Sepak Bola Serupa Mimpi Arga Permana?

Bisa dikatakan suporter adalah orang-orang yang paling cinta dan pemilik klub itu sendiri. Jadi serasa wajar ketika mereka tidak rela sesuatu yang buruk terjadi pada klubnya. Bentuk-bentuk protes termasuk yang di luar batas adalah wujud nyata akan cinta. Sebagai cara mengingatkan untuk klub terhindar dari hal buruk yang terjadi.

Bahkan pernah ada istilah, ketika pemain bermain buruk memang seharusnya ditimpuk. Ketika manajemen tidak bekerja dengan baik sewajarnya digruduk. Sesuatu yang rumit, sesuatu yang sulit dimengerti orang-orang yang bukan bagian suporter itu sendiri.

Bukan satu-satunya cara

Entah mengapa hal-hal di luar batas lebih ramai diperbincangkan. Padahal bila mau melihat kasus-kasus protes suporter terhadap klubnya, masih banyak cara lain yang pernah dilakukan.

Di Bandung, selain memukul pelatih mereka, Bobotoh pernah melakukan aksi di depan kantor pengelola klub di Jalan Sulajana. Selayaknya demo-demo lain, orasi-orasi dilakukan, tuntutan dilayangkan. Semua demi pembenahan menyeluruh pada klub yang dicinta.

Pendukung setia Macan Kemayoran juga pernah melakukan protes dengan cara baik-baik. Musim lalu bendera raksasa bertuliskan “angkat kaki bila tidak yakin juara” dibentangkan di kandang sementara mereka, Stadion Sultan Agung. Bisa dikatakan momen itu adalah momentum titik balik Persija Jakarta yang sebelumnya terpuruk hingga akhirnya menjadi jura.

Tahun ini sama. Di Stadion Madya, banner yang biasanya berisikan kata-kata dukungan diubah menjadi berbagai kritikan. Pernah juga suatu waktu pagar-pagar tribun dipenuhi banner yang sama-sekali tidak ada hubungan dengan sepak bola. Dari mulai iklan jual beli tanah, hingga iklan obat kuat pria dewasa ada.

Baca juga: Ketika JakMania Seolah Kehabisan Cara

Beda lagi yang dilakukan pendukung PSS Sleman. Selain demo di dalam mal milik salah seorang petinggi klub, delapan tututan demi Laskar Sembada yang lebih baik, dilayangkan.

Di stadion, cara lain dilakukan Brigata Curva Sud dan Slemania. Kepercayaan pada pelatih kepala, Seto Nurdiantoro, mereka berikan. Koreografi diberikan, kalimat-kalimat dukungan bertebaran, chant lebih keras diteriakkan.

Bisa dikatakan protes-protes di luar batas adalah cara terakhir yang dilakukan. Tidak kurang dan tidak lebih karena mereka tidak ingin hal buruk menimpa cintanya. Cinta yang sulit dimengerti orang-orang yang bukan bagian dari mereka.