Cerita

Masih Adakah Sepak Bola Serupa Mimpi Arga Permana?

Satu tahun yang lalu atau tepatnya 23 Oktober 2018, Arga pamit undur diri dari dunia yang dicintainya. Di usia muda, 25 tahun, Hendika Arga Permana memutuskan untuk mengakhiri aktivitas di sepak bola profesional.

“Saya Hendika Arga Permana memutuskan untuk mengakhiri aktivitas saya di sepak bola profesional. Keputusan ini saya buat dengan tekad yang bulat serta restu dari keluarga. Semoga berkah barokah untuk semuanya.”

Semula Arga percaya, sepak bola merupakan permainan yang mampu membawanya kepada kesenangan, keceriaan, kebahagiaan, dan kebebasan. Sepak bola mampu menghapus kesedihan, mempererat tali persaudaraan, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.

Sayangnya Arga yang tumbuh dewasa menghadapi situasi di mana ia harus percaya angan yang didambakan sejak kecil tidak seutuhnya ada. Dalam perjalanan memenuhi janji pada almarhum ayahandanya, janji untuk membawa salah satu klub Yogyakarta promosi ke kasta tertinggi, Arga terbentur kenyataan.

Arga yang memutuskan menyebrang ke PSS Sleman yang sedang berjuang di babak 8 besar dan memperebutkan satu tiket promosi, mendapat tentangan dari pendukung setianya. Seperti diketahui, Arga Permana adalah pemain yang dibesarkan PSIM Yogyakarta.

Baca juga: Hendika Arga Permana Kembali Temukan Bahagianya

Bersama Laskar Mataram, Arga menjelma idola di usia muda. Dengan skill di atas rata-rata, juga merupakan putra daerah, banyak pihak menggadang-gadang ia adalah calon legenda. Cukup beralasan, dengan gaya bermainnya, Arga menjadi bagian penting untuk memastikan Warisane Simbah tetap berlaga di Liga 2 setelah sebelumnya memulai musim dengan pengurangan angka.

Menjadi masalah kemudian karena Super Elang Jawa yang menjadi tujuannya adalah seteru dari PSIM Yogyakarta. Bisa dikatakan dua klub di satu provinsi adalah musuh abadi. Kepindahan Arga bak penghianatan bagi Pandemen PSIM.

Kepergiannya dari mes di Jalan Mawar menuju kabupaten di utara tanah istimewa, diiringi poster-poster penuh cacian. Bahkan kabarnya teror langsung juga sempat diarahkan. 

Menghadapi situasi demikian, Arga yang merasa kesenangan, keceriaan, kebahagiaan, dan kebebasan dari sepak bola tidak lagi didapatkan, memutuskan mengundurkan diri dari klub barunya. Bahkan secara mengejutkan ia memutuskan pensiun dari dunia yang sebelumnya menjadi kebahagiannya.

Hendika Arga Permana, generasi muda gelandang nomer 10 yang telah lama tidak dimiliki Indonesia, menjadi korban rivalitas di luar batas.

Baca juga: Akar Rivalitas Sepak Bola Indonesia

Menariknya, jelang bergulirnya liga tahun ini, Arga kembali. Nampaknya ia memang tidak bisa jauh dari dunia yang memberinya kebahagiaan. Arga kembali ke rumahnya, PSIM Yogyakarta. 

Dalam perkenalannya kali ini, pemain yang juga memiliki barbershop sebagai usaha di luar sepak bola, mengucapkan permohonan maaf kepada pendukung setia PSIM Yogyakarta. Dengan dewasa Arga nampak sadar betul telah membuat keputusan yang membawa kecewa, sekaligus berjanji akan memberikan yang terbaik untuk PSIM di musim ini.

Sangat disayangkan, musim ini berakhir tidak menyenangkan untuk PSIM Yogyakarta dan Arga Permana. Bahkan di pertandingan terakhir, Arga Permana pasti melihat, sepak bola yang semula dipercaya menghapus kesedihan, mempererat tali persaudaraan, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, menyajikan hal berlawanan.

Baca juga: Mencintai PSIM dengan Kedewasaan Berpikir, Logika, dan Perasaan

Lagi-lagi rivalitas di luar batas menodai mimpi Arga dan mungkin mimpi kita semua tentang sepak bola. Bertajuk Derbi Mataram, sepak bola berubah mencekam. Di dalam lapangan gesekan antarpemain terjadi. Bahkan seorang pemain tega melakukan tindakan yang mungkin lebih pantas dikatakan sebagai penyerangan pada rekan satu profesinya.

Tidak berhenti di sana. Para suporter merangsek masuk lapangan, sedangkan seluruh pemain melarikan diri ke ruang ganti. Saat langit mulai gelap, tidak ada lagi nyanyian-nyanyian penyemangat selayaknya pertandingan sepak bola. Semua berganti suara-suara letupan gas air mata. Di luar stadion beberapa kendaran mengepulkan asap hitam, terbakar.

Lantas masih adakah sepak bola serupa mimpi Hendika Arga Permana dan mungkin mimpi kita semua? Sepak bola yang mampu membawanya kepada kesenangan, keceriaan, kebahagiaan, dan kebebasan. Sepak bola mampu menghapus kesedihan, mempererat tali persaudaraan, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.