Terkadang cinta melumpuhkan logika. Terkadang cinta menggelapkan mata. Terkadang juga cinta membuat seseorang melakukan hal di luar batas. Mungkin karena itu kemudian hadir istilah cinta buta.
Seperti Ahmad Hisyam Tolle. Cintanya pada sepak bola pastilah sangat besar. Sejatinya sepak bola bagi sang pria 25 tahun bukan hanya tentang sekedar pekerjaan. Melalui media sosial pribadinya, Tolle mengisahkan bahwa sepak bola adalah bagian dari dirinya sejak kecil, ia mulai mencintainya dan menjadi tempat pelarian di kala senang, apa lagi di kala sedih. Hanya dengan bermain bola membuat dirinya kembali bersemangat dan bahagia.
Cinta yang besar dan karena sepak bola sudah menjadi bagian hidupnya, jangan heran bila Tolle selalu berusaha memberi permainan terbaik untuk semua yang tim dibela. Tertanam dalam dirinya sifat tidak mau kalah. Itu juga yang kemudian membentuk karakter bermainnya. Jangankan kalah, dilawati lawan saja merupakan hal memalukan untuknya.
Karakter yang sebenarnya sangat positif untuk seorang pemain bertahan. Tidak heran beberapa klub telah dibela pemain yang terhitung muda tersebut. Mulai dari PSM Makassar, Borneo FC, hingga PSS Sleman pernah diperkuat pria kelahiran Makassar.
Sayangnya, cinta Tolle pada sepak bola tidak selalu mulus. Bukan hanya membentuk karakter dan memberi hal positif lain, cinta itu pernah melumpuhkan logikanya hingga membuatnya melakukan hal di luar batas.
Baca juga: BCS Mengingatkan 8 Tuntutan
Sore itu, Senin (21/10) di bawah langit Yogyakarta yang mulai gelap, Tolle gelap mata. Sore itu Laskar Mataram menghadapi tamunya Persis Solo di Stadion Mandala Krida. Hisyam Tolle tahu betul timnya tidak boleh kalah.
Meski tidak lagi berarti karena keduanya dipastikan tersingkir dari perebutan tiket delapan besar Liga 2, tapi ada histori panjang dari perjumpaan keduanya. Bukan hanya tentang sepak bola, sejarah menjadikan harga diri dipertaruhkan.
Karenanya tidak salah bila semula Tolle melakukan segalanya untuk memenangi laga. Sayang itu juga yang membuat Tolle yang emosi gelap mata.
Selayaknya pertandingan antara dua seteru, sejak awal semua sudah berjalan keras di atas lapangan. Provokasi-provokasi dilancarkan. Hingga pada satu kejadian, dua kartu merah diterima anak-anak Laskar Mataram. Salah satunya untuk pemain bernomor punggung 44, Hisyam Tolle.
Tidak berhenti di sana. Shulton Fajar, pemain Persis Solo, masih terus melancarkan provokasi. Melihat Shulton seolah meperlambat permainan dan membuang-buang waktu ketika timnya sedang tertinggal 2-3, Tolle tidak terima. Di tepi lapangan, tendangan terbang dilayangkan. Jelas memang itu telah di luar batas sepak bola.
Bukan hanya itu. Usai pertandingan diduga Tolle mengintimidasi juru foto yang menangkap perbuatannya. Sontak saja ia langsung menjadi buah perbincangan panas setelahnya.
Di langit kota istimewa yang semakin gelap, kisah-kisah terus terjadi. Apa yang dilakukan Tolle diikuti suporter dan mereka yang juga mencintai PSIM Yogyakarta sama seperti dirinya. Tendangan Tolle hanya pemantik kecil kerusuhan besar malam itu.
Mobil-bobil terbakar. Ledakan-ledakan gas air mata menggantikan chants dukungan Pandemen PSIM Yogyakarta di bawah langit yang semakin gelap.
Buntut dari semua yang terjadi sore itu, Achmad Hisyam Tolle mendapat hukuman berat. Tidak tanggung-tanggung, lima tahun larangan beraktivitas sepak bola di lingkungan PSSI. Ya, lima tahun! Hukuman yang teramat berat untuk pemain muda sepertinya.
Tambah mengecewakan ketika pihak PSIM Yogyakarta yang dibela Tolle penuh cinta lepas tangan terkait hukuman pada pemainnya. Menurut Bambang Susanto, hukuman tersebut adalah konsekuensi dari tindakan pribadi yang juga harus dipertanggungjawabkan secara pribadi.
CEO PSIM Yogyakarta tersebut beralasan sikap itu dibuat sebagai peringatan kepada para pemain PSIM agar pemain selalu berada di koridor yang tepat.
“Justru ini yang harus diketahui oleh semua pemain bahwa ada perbuatan-perbuatan yang tidak dapat ditoleransi, apa pun itu alasannya,” mengutip KR Jogja.
Baca juga: Cerita dan Harapan di Mandala Krida
Tolle bukan tidak menyadari kesalahannya. Permohonan maaf telah ia lakukan. Kepada jurnalis yang merasa terintimidasi olehnya, juga pada Shulton Fajar.
Kini setelah hukuman itu dijatuhkan, Ahmad Hiyam Tolle kembali meminta maaf. Ia meminta maaf untuk semua yang merasa kecewa dan sakit hati atas prilakunya. Bahkan ia menganggap hujatan yang terarah padanya pantas didapatkan. Ia mengakui kesalahannya.
Tidak lupa ia berterima kasih pada Tuhan yang telah menjadikannya contoh untuk pesepak bola lain agar apa yang dilakukan tidak kembali terulang.
Hukuman 5 tahun memang begitu berat untuk pemain yang terbilang muda. Terlepas dari semua kejadian, dapat dipastikan sepak bola kehilangan pemain berbakatnya. Pemain penuh cinta yang membentuk karakter tidak mau kalah.
Yang pasti, kamu tidak akan kehilangan sepak bola yang kamu cinta, Tolle. Mungkin hanya akan sedikit berbeda saja. Tetap berlari dan jaga garis pertahan juga jaga sepak bolamu. Jangan mau kalah hanya karena hukuman ini. Sukses dan sehat buat kita semua.