Suara Pembaca

Mereka yang Menolak Tua di Sepak Bola

“Old age may have its limitations and challenges, but in spite of them, our latter years can be some of the most rewarding and fulfilling of our lives”. –Billy Graham.

Hampir semua orang sepakat, bahwa pesepak bola adalah profesi dengan masa aktif yang sangat singkat. Selain faktor yang tak terduga seperti cedera, sepak bola seperti olahraga kebanyakan yang mengutamakan fisik dalam sebuah pertandingan, sehingga kondisi tubuh sang atlet harus selalu prima dan tahan banting.

Maka dari itu semakin berumur seorang atlet, maka lazimnya semakin menurun kemampuan fisik dan insting bermainnya sehingga harus rela terpinggirkan oleh pemain yang berada di usia matang atau muda.

Peran para pemain uzur ini mulai berganti, dari yang tadinya merupakan tulang punggung sekaligus ujung tombak tim, kini beralih menjadi sebatas senioritas bagi para youngster hingga tenaga tambahan bagi tim di bench

Namun, bagaikan kasus anomali angsa hitam yang ditemukan di Australia, sering kita melihat kisah para pemain gaek yang mencoba melawan usia dan bersaing dengan para pemain yang lebih muda.

Meskipun otot kaki mereka tidak sekokoh dulu atau gerakan mereka yang tidak lagi lincah, tetapi mereka masih berani untuk menghalau serangan lawan ataupun berebut bola tangguh, menguasai permainan secara konsisten, bahkan membobol gawang lawan yang sama tajamnya seperti 5 tahun lalu.

Mereka tidak hanya takut untuk berkompetisi dengan pemain lawan, tetapi juga para rekan junior mereka. Jika mereka berhasil mempertahankan performa mereka di puncak, maka para adik-adik youngster ini harus mengucapkan selamat tinggal pada jam bermain mereka dan malah mereka yang jadinya harus mencari klub baru untuk mendapat jam bermain yang lebih berlimpah.

Baca juga: Andrea Agnelli, Peaky Blinders, dan Pelindung Nyonya Tua

Tentunya ada banyak faktor yang di balik konsistennya para pemain kelewat senior ini. Faktor yang tentu saja paling berpengaruh adalah pola mereka menjaga kebugaran tubuh.  Kita tahu, semakin bertambahnya usia, fisik para pemain ini cepat atau lambat akan drop, apa lagi jika mereka melewati usia emas (kisaran 24-29 tahun).

Maka tentu saja untuk menjaga kondisi fisik, para atlet tidak hanya didukung dengan melakukan latihan kebugaran rutin agar mereka tetap prima, tetapi didukung nutrisi dan istirahat yang cukup.

Pola makan, diet, asupan makanan, bahkan jam tidur adalah beberapa aspek yang diperhatikan oleh para atlet bila ingin terus berada dalam kondisi prima. Tak jarang mereka pun didampingi oleh ahli fisik maupun nutrisi untuk memantau tubuh mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 

Selain itu, berkembangnya taktik dan strategi menjadi faktor tersendiri mengapa pemain senior masih diperlukan. Sepak bola zaman sekarang terus berkembang dan berevolusi, tidak hanya soal fisik tetapi juga mengenai mampu atau tidaknya para pemain untuk bermain dengan visi atau istilah kasarnya dengan otak.

Hal ini akan menjadi keunggulan bagi para pemain tua, yang meskipun fisik mereka semakin menurun namun mereka dibekali visi permainan yang matang hasil tempaan bertahun-tahun. Selain itu, pengalaman dan jam terbang adalah keunggulan yang dipunyai pemain senior dibanding pemain junior.

Pengalaman menjadi faktor yang membuat para pemain senior menjadi lebih tenang, mampu mengarahkan rekannya, dan menjaga konstentrasi tim saat sedang dalam keadaan yang tidak diunggulkan.

Baca juga: Trequartista dan Para Legendanya

Dengan kata lain, meskipun para pemain muda ini dipenuhi semangat menggebu-gebu dan lapar akan kemenangan, mereka terkadang tidak bisa mengendalikan emosi dan mudah ikut terbawa panasnya pertandingan. Dan jika mereka bertindak gegabah atau terprovokasi, mereka akan melakukan tindakan yang merugikan tim. Karena itu hadirnya para senior ini sebagai penyeimbang dan pembimbing di sebuah tim.

Musim ini kita masih bisa melihat beberapa pemain berusia 30-an ke atas masih bermain di level kompetisi teratas dunia. Untuk nama Lionel Messi (32 tahun) dan Cristiano Ronaldo (34 tahun) tentu tidak perlu kita bahas lebih jauh karena mereka diberkahi dengan talenta di atas rata-rata pesepak bola biasa.

Kita bisa melihat Aritz Aduriz (38 tahun) masih bisa membobol gawang Barcelona, Franck Ribery (36 tahun) dengan mudahnya mengobrak-abrik pertahanan AC Milan, ataupun juga David Silva (33 tahun) yang ahli memberikan umpan-umpan manis nan ciamik ke rekannya di Manchester City.

Dan jika kita runut sampai 10 tahun ke belakang kita tahu nama-nama seperti Francesco Totti, Ryan Giggs, Gianluigi Buffon, Javier Zanetti, hingga Xabi Alonso dengan cerita serupa. Bahkan tak jarang banyak pemain tua yang menemukan sentuhan emas atau puncak permainan saat di usia mendekati pensiun.

Baca juga: Para Meriam Tua di Serie A

Dari contoh di atas tentu banyak pesepak bola yang gagal mempertahankan performa di usia tua dan akhirnya tersingkir oleh pemain yang lebih muda. Seakan itu adalah siklus, yang tua dan tidak mampu bersaing akan tersingkir dengan yang baru dan yang lebih prima.

Namun bagaikan melawan hukum alam, di tengah berbagai keterbatasan para pemain senior ini berusaha untuk bertahan dan beradaptasi di tengah perubahan sepak bola, baik dari segi taktik, teknologi maupun sistem kompetisi. Dari sini kita bisa melihat usaha keras para senior ini agar bisa terus bermain sepak bola dari faktor gizi sampai gaya hidup.

Selain faktor-faktor di atas, ada satu faktor lain yang sangat tidak kalah penting, yang dikemukakan oleh legenda sepak bola Jepang berusia 52 tahun, Kazuyoshi Miura,

“Gairah dan kecintaanku (pada sepak bola) yang membuatku terus maju untuk bermain”

Memang, cinta akan membuat semua terasa awet muda.

 

*Penulis adalah seorang desainer grafis asal Yogyakarta. Bisa dihubungi di akun Twitter @pradipta_ale dan Instagram @pradiptale untuk melihat karya.