Pada musim ini, Mason Mount dan Tammy Abraham merupakan dua nama yang mencuat sebagai idola baru pendukung Chelsea di bawah asuhan Frank Lampard.
Dari delapan pertandingan Liga Primer Inggris yang sudah dilalui, wajar bila fans menaruh harapan besar terhadap kedua nama tersebut. Delapan gol dari Tammy Abraham serta empat gol dari Mount, menjadi bukti betapa pentingnya kedua pemain tersebut bagi tim yang sedang menjalani hukuman larangan transfer musim ini.
Namun, fans Chelsea nampaknya tidak boleh melewatkan satu nama lain yang selalu berjuang mengamankan tim ini dari gempuran tim lawan, serta memulai awal penyerangan. Seseorang yang mereka “boo” di beberapa laga awal musim ini, karena dianggap sebagai anak emas pelatih sebelumnya.
Orang itu adalah Jorge Luiz Frello Filho, atau yang lebih dikenal dengan Jorginho.
Chants bernada negatif dari para fans Chelsea terhadap dirinya, jelas bukanlah suatu masalah besar bagi Jorginho yang sudah terbiasa berjuang dalam hidupnya. Komentar sinis terhadap dirinya, justru menjadi semangat bagi Jorginho untuk terus berjuang memenangkan hati para pendukung The Blues.
Bahkan, ketika diwawancara harian The Sun terkait chants tersebut, pria kelahiran Santa Catarina tahun 1991 ini hanya merespon kejadian itu dengan pernyataan, “I just had to work hard and change their minds — and to make them know they had made a mistake about me.”
Baca juga: Di Manapun Berada, Jorginho Selalu Ada
Jorginho tidak main-main dengan pernyataannya di awal musim tersebut. Hal ini dibuktikan dengan statistik yang mencatatkan bahwa hingga pekan kedelapan Liga Primer Inggris, Jorginho merupakan gelandang bertahan terbaik dibandingkan dengan dua gelandang jangkar lain yang dimiliki dua tim pemuncak klasemen sementara yaitu, Fabinho di Liverpool dan Rodri di Machester City.
Keputusan Lampard menjadikannya wakil kapten tim pun tidak akan membuat Jorginho menjadi besar kepala dan berhenti bekerja keras, karena bagi Jorginho “perjuangan” adalah satu-satunya kata yang ia pahami dan yang mengantarnya meraih semua pencapaian hingga saat ini.
Sejak berusia enam tahun, Jorginho dan ibunya memang sudah harus berjuang dalam hidup mereka. Di usia tersebut, Jorginho ditinggalkan oleh sang ayah yang memutuskan bercerai dengan ibunya. Pada tahun 1997, ibunya memutuskan membawa Jorginho kembali ke rumah kakek-neneknya di Verona, Italia.
Di kota kecil itulah, jalan karier sepak bola Jorginho dimulai. Setelah mendapatkan pekerjaan di Verona, Maria Tereza (ibu Jorginho) menghadiahi Jorginho sebuah bola sebagai kado ulang tahun ke-delapannya. Dalam wawancara dengan harian Daily Mail, Jorginho bercerita mengenai momen tersebut.
“There were no toys or games when I was younger, just a football. True emptiness caused by the absence of my father ended when there was football on my feet.”
Baca juga: Jorginho: Anak Tiri Gli Azzurri
Lalu, lima tahun berselang sejak ditinggal sang ayah dan momen hadiah bola pertamanya, Jorginho mendapatkan penghasilan pertamanya sebesar 18 euro seminggu dari klub sepak bola profesional pertamanya. Angka yang tidak besar dikarenakan Jorginho harus menempuh total jarak 180 km per hari dari rumahnya ke pusat pelatihan klub pertamanya tersebut.
Untungnya, sang ibu yang dulunya juga pesepak bola wanita selalu menyemangati sang anak untuk berjuang meraih mimpinya. Pada saat itu, Maria Tereza jelas belum membayangkan bahwa kelak anaknya akan menjadi regista andalan timnas Italia.
Dengan kemampuannya dalam mengolah bola ditambah dengan kerja kerasnya, perjuangan Jorginho berlanjut ke Hellas Verona, klub impian semua pesepak bola muda di kota Verona. Setelah dua tahun menunjukkan performa yang mumpuni bersama tim junior, Jorginho dipromosikan untuk masuk dalam skuat senior Hellas Verona di tahun 2010.
Namun sayangnya, Jorginho justru harus berjuang lagi membuktikan kemampuannya di klub AC Sambonifacese selama satu musim dengan status pinjaman, sebelum benar-benar membela tim utama Hellas Verona di Serie B.
Tak butuh waktu lama, setelah menyelesaikan masa “sekolahnya” di AC Sambonifacese selama semusim, Jorginho menjadi kepingan utama Hellas Verona ketika kembali promosi ke serie A. Penampilan cemerlangnya bersama Hellas Verona pada saat itu berhasil memikat Rafael Benitez untuk memboyong sang pemain bernomor punggung 19 ke Napoli.
Dua musim awal di Napoli merupakan periode terberat dalam karier Jorginho. Ia hanya mencatatkan 38 penampilan dalam periode tersebut, serta terpinggirkan oleh beberapa gelandang dengan nama besar yang dimiliki Napoli seperti Marek Hamsik, Gokhan Inler, Valon Behrami, atau Walter Gargano.
Meskipun begitu, bagi Jorginho periode ini tak lebih dari periode “perjuangan” lain dalam hidupnya. Bermodalkan kemampuan dan kerja kerasnya ketika berlatih, Jorginho mulai mendapat kepercayaan oleh pelatih baru, Maurizio Sarri, yang menggantikan Rafael Benitez.
Di bawah asuhan Sarri, Jorginho menjelma jadi dirijen permainan Napoli yang tak tergantikan bersama Marek Hamsik dengan 35 pertandingan di musim 2015/2016. Berkat catatan tersebut, pada 24 Maret 2016, Jorginho menjalani debut pertamanya bersama timnas Italia.
Maria Tereza pun nampaknya tak pernah membayangkan, bahwa anak kecil yang ia lahirkan 25 tahun lalu, kini telah berhasil mewujudkan mimpinya bermain untuk lini tengah timnas Italia bersama beberapa nama besar lainnya.
Pada tahun 2018, Jorginho memutuskan untuk menyudahi ceritanya bersama Napoli, saat Maurizio Sarri direkrut Roman Abramovich untuk menukangi Chelsea di musim 2018/2019. Keputusan tersebut tidak mengejutkan Maria Tereza, mengingat Sarri adalah “orang penting” dalam perjalanan karier anaknya sejauh ini. Lagi pula, sang pelatih memang membutuhkan kemampuan Jorginho sebagai otak dalam penerapan “Sarriball” di Stamford Bridge.
Di musim pertamanya bersama Chelsea, Jorginho hampir tak pernah absen mengisi lini tengah Chelsea di Liga Primer Inggris, maupun Liga Europa dengan torehan 48 laganya. Meskipun demikian, banyak orang yang menganggap angka tersebut didapat karena sang pemain merupakan anak emas dari Sarri.
Faktanya? Jorginho merupakan salah satu regista terbaik yang pernah dimiliki Chelsea. Ia adalah deep-lying midfielder yang mempunyai daya juang tinggi serta visi bermain yang mumpuni.
Baca juga: Sinar Redup Lucas Piazon, Sang Kaka Baru
Musim lalu Jorginho mencatatkan 3.118 operan, 372 sapuan, dan intersepsi bagi Chelsea. Gelar Liga Europa serta terpilih menjadi Europa League Squad of the Season di musim 2018/2019 menjadi bukti bahwa Jorginho masih layak memimpin rekan-rekannya pada musim ini meski tanpa Maurizio Sarri.
Musim ini akan kembali menjadi musim yang penting bagi karier seorang Jorge Luiz Frello Filho. Tantangan dan keraguan kepada dirinya tentu akan kembali berdatangan. Namun, Jorginho akan selalu punya jawaban, yang berbentuk perjuangan. Karena bagi Jorginho “perjuangan” adalah satu-satunya kata yang ia pahami dan yang mengantarkannya meraih semua pencapaian hingga saat ini.
Teruslah berjuang, Jorginho! Karena perjuanganmu tidak boleh berhenti!
*Penulis adalah abdi negara yang cinta sepak bola Italia. Bisa ditemui di akun Twitter @abietsaputra