Malam itu saya menonton pertandingan Elite Pro Academy U-20 antara Barito Putera versus Madura United. Dalam laga yang dimenangkan Barito itu saya sengaja duduk di tribun terbuka (tribun timur) karena lebih sepi. Para penonton yang berjumlah 200-an orang itu memang bebas memilih tempat duduk karena tontonan ini gratis.
Ternyata di tribun timur saya duduk bersama para pemain Martapura FC. Mereka mengadakan rapat tim (team meeting) dipimpin oleh pelatih Frans Sinatra Huwae dan asistennya, Isnan Ali, di pojok tribun. Dua legenda hidup Barito Putera ini membahas persiapan untuk menghadapi pertandingan Liga 2 melawan Persik Kediri keesokan hari (28/8).
Sebagian besar pemain tinggal di mes di bagian timur stadion. Di dekat mes ini juga terparkir bus tim berlogo klub yang siap membawa pemain ke mana saja.
Saya sempat bercengkerama sebentar dengan Amirul Mukminin, gelandang box-to-box yang pernah menjadi bagian Barito merangkak dari kasta bawah menuju Indonesia Super League (ISL) arahan coach Salahudin (kompetisi sebelum bernama Liga 1).
“Minta doanya mudahan menang,” ujar pemain berjuluk Sato Junior ini. Meski berasal dari Palembang, Amir merasa betah bermain untuk klub Banua Kalsel sejak 2010, baik di Banjarmasin maupun Martapura. Doa Bang Amir terkabul, Martapura FC menang atas Kediri pada esok harinya.
Sampai pertengahan musim ini, performa Martapura FC sangat mengecewakan. Laskar Macan Gaib terjerembab di papan bawah, satu strip di atas juru kunci klasemen, Persatu Tuban. Dari 10 pertandingan hanya dua kali kemenangan yang diraih yaitu melawan Madura FC dan Persatu.
Penyebab kemunduran ini disinyalir adalah masalah finansial klub, sehingga gaji pemain agak terlambat. Sampai-sampai Hasnuryadi Sulaiman (pemilik Barito Putera) melalui Hasnur Grup harus turun tangan membantu persoalan ini.
“Barito tidak kelola Martapura FC, kami hanya murni membantu,” ujar Bang Hasnur kepada portal berita lokal apahabar.com.
Menjelang akhir putaran pertama, pengurus klub menjamin masalah keuangan sudah beres. Untuk mendongkrak dukungan penonton dan melambungkan semangat juang pemain, tiket tribun terbuka digratiskan. Kebijakan ini dimulai sejak putaran kedua melawan Persik.
“Kami ingin masyarakat bisa menikmati hiburan tanpa ada bayaran sekaligus memberikan dukungannya agar stadion penuh dengan suporter tuan rumah. Tidak hanya lawan Persik, seluruh laga kandang Martapura FC tiket tribun terbuka digratiskan,” ujar H. Saidi Mansyur, wakil Bupati Kabupaten Banjar, seperti dikutip dari M. Hilman, Ketua Umum Martapura FC. Selain sebagai birokrat, Saidi memang dikenal sebagai pengusaha yang peduli olahraga.
Saudara Satu Banua
Selain membantu keuangan Martapura, dalam perjalanannya ada beberapa pemain Barito yang berasal dari Martapura FC. Pemain yang tampil bagus di Martapura akan direkrut oleh Barito. Contohnya adalah Adam Alis (bermain di Barito tahun 2016, sekarang di Bhayangkara) dan Ady Setiawan.
Sebaliknya, pemain yang kontraknya habis di Barito, melipir ke Martapura seperti Saifullah Nazar, Husin Mugni, Amirul, Agi Pratama, hingga pelatih Frans Huwae dan Isnan Ali.
Pendukung Martapura FC juga kadang ikut mendukung Barito saat bermain di kandang, begitupun sebaliknya jika Martapura yang tampil. Apa lagi musim ini Stadion Demang Lehman Martapura menjadi markas sementara menunggu renovasi Stadion 17 Mei selesai.
Berbagai realita di atas membuat Martapura FC layak menjadi feeder club untuk Barito Putera. Feeder club sementara ini belum ada padanan kata yang pas dalam bahasa Indonesia. Istilah ini mengacu pada tim yang berada di divisi lebih rendah yang bekerja sama dengan tim yang berkompetisi di kasta yang lebih tinggi.
Di liga mapan Eropa, feeder club menjadi tempat pemain muda dari kesebelasan besar untuk mendapat pengalaman dan menit bermain. Tim kecil mendapat keuntungan dengan mendapat pemain muda potensial, sedangkan kesebelasan besar memiliki tempat untuk mencari, mengembangkan, dan memberikan pengalaman bagi pemain mereka yang berpotensi, namun belum layak tampil di kompetisi kasta teratas.
Mengenai kewajiban membayar gaji selama bermain di feeder club, dapat didiskusikan antara dua kesebelasan tersebut. Gaji dapat ditanggung feeder club, klub asal, atau porsinya dibagi dua tergantung kesepakatan.
Tercatat sejumlah kesebelasan memiliki model bisnis semacam ini. Di Spanyol, mayoritas tim LaLiga memiliki tim cadangan yang berlaga di divisi bawah. Dengan bermain di kompetisi sungguhan, pemain muda dapat mengasah kemampuannya.
Lionel Messi adalah contoh alumni Barcelona B yang terasah kemampuannya di liga kasta kedua sebelum menembus tim utama. Begitu pula Real Madrid dengan tim Real Madrid Castilla.
Ada pula kongsi Manchester City dengan New York City Cosmos. Kedua klub ini dimiliki oleh grup konglomerasi yang sama, sehingga proses kerja samanya lebih mudah.
Model lain adalah kerja sama antara Chelsea dan Vitesse Arnhem. Walau berbeda kepemilikan, tidak seperti City, Vitesse selama beberapa tahun ini banyak mengorbitkan pemain muda The Blues di Liga Belanda agar dapat menit bermain yang cukup.
Tidak semua klub Indonesia dapat melakukan ini, mengingat model kontrak pemain di negeri kita masih jangka pendek setahun. Namun meskipun tidak semuanya, beberapa klub sudah mengikat pemainnya baik muda atau senior untuk jangka panjang 3-5 tahun seperti Persib Bandung, Bali United, dan Barito Putera.
Barito dapat meminjamkan pemain mudanya yang bermain bagus di kompetisi Elite Pro Academy, baik tim U-20 atau U-18, ke Martapura FC. Dengan catatan, pemain itu dikontrak jangka panjang. Bagi pengembangan pemain muda, bermain reguler meski hanya di Liga 2 lebih baik daripada jadi cadangan abadi di Liga 1.
*Penulis sehari-hari berprofesi sebagai dosen di Kalimantan Selatan. Dapat ditemui di akun Twitter @ymamun dan Instagram @yulianmamun