Suara Pembaca

Persitara Jakarta Utara dan Usaha untuk Bangkit

“Cinta tidak mengenal kasta” begitu kata-kata yang sering dilontarkan para pecandu Si Pitung (Pendukung Persitara Jakarta Utara atau yang dikenal dengan sebutan NJ Mania).

Bukan tanpa sebab, jelas saja karena klub yang menjadi kebanggaan masyarakat Jakarta Utara itu sekarang terpuruk di kasta terandah Liga Indonesia, bahkan harus memulai dari zona provinsi Liga 3 DKI Jakarta.

Bagi pencinta sepak bola di Indonesia, siapa yang tidak tahu Persitara Jakarta Utara? Jika ada yang tidak tahu pastinya sekarang belum memiliki KTP atau baru belajar mencintai sepak bola Indonesia.

Jelas saja, karena Persitara Jakarta Utara pernah berlaga di kasta tertinggi sepak bola Indonesia, bahkan sejarah mencatat Persitara pernah mengalahkan klub-klub besar seperti Persija Jakarta dan Persib Bandung.

Berada di bagian Utara Jakarta (kota pelabuhan, industri, dan tempat wisata) serta didukung oleh ribuan suporter setia, tidak membuat Persitara mudah bangkit atau paling tidak cepat kembali eksis di liga nasional sepak bola Indonesia.

Baca juga: Mengingat Kembali Romansa Laskar Si Pitung

Sebetulnya Persitara bisa dibilang klub yang cukup lengkap. Persitara tidak pernah kehabisan pemain bagus asal Jakarta Utara, karena Sekolah Sepak Bola (SSB) asal Jakarta Utara terbilang cukup banyak jumlahnya. Secara finansial seharusnya Persitara tidak pusing, sebab Jakarta Utara adalah kota pelabuhan dengan puluhan perusahan nasional yang tentu saja mampu untuk mensponsori Persitara.

Persoalannya ada pada pengelolaan Persitara. Sebenarnya bukan prestasi buruk yang membuat Persitara berada di Liga 3, tetapi pengelolaan Persitara yang tidak professional. Pada kompetisi Divisi Utama 2014, Persitara tidak dapat menyelesaikan liga dengan sisa tiga pertandingan, belum lagi ditambah gaji pemain yang terlambat dibayarkan dan utang kepada pengelola Stadion Tugu.

Sampai pada akhirnya, Persitara dinyatakan gugur dan mendapatkan sanksi berupa denda, setelah itu terjadi konflik PSSI yang mengakibatkan kompetisi terhenti. Tidak ada yang urus sampai-sampai Persitara tidak mendapat pemutihan seperti klub-klub lain yang juga mendapat sanksi.

Hingga pada kompetisi Liga 3 tahun 2017, pengelolaan Persitara diambil alih oleh kelompok suporter NJ Mania. Tapi itu tidak begitu saja menyelesaikan persoalan, karena NJ Mania hanya mendapat hak pengelolaan satu musim saja. Kepentingan para pemilik dan para calon pengelola Persitara sangat kompleks, seperti pada musim 2018, Persitara dikelola oleh seorang caleg yang juga hanya mendapat hak pengelolaan satu tahun.

Mulai dari persoalan eksistensi pribadi, eksistensi kelompok klub internal Persitara, kepentingan PT. Persitara Sejahtera bahkan muncul nama PT. Persitara Bersatu, belum lagi kepentingan politik yang memanfaatkan Persitara dan suporternya.

Baca juga: John Tarkpor Sonkaliey: Si Kecil Bertenaga Besar

Bagi penulis dan suporter Persitara lainnya, yang terpenting adalah kembalinya Persitara bangkit dan berlaga di kompetisi nasional Liga Indonesia. Paling tidak dalam satu sampai dua tahun ke depan dapat menembus Liga 3 Nasional.

Tentunya harapan itu harus didukung dengan pengelolaan yang terprogram, baik jangka menengah maupun panjang, dan pengelolaan Persitara tidak boleh hanya untuk kepentingan jangka pendek (satu musim).

Jika para pemangku kepentingan memiliki mimpi yang sama dengan para suporter, tentu saja mimpi itu tidaklah menjadi mustahil, karena suporter pun siap untuk membantu mewujudkan mimpi bersama tersebut, bahkan sampai Persitara kembali ke kasta tertinggi Liga Indonesia.

Tentu saja saat ini Persitara membutuhkan pengelola yang bukan saja membawa dana segar, tetapi juga jiwa gila bola, sehingga mampu berbuat banyak untuk kemajuan sepak bola Jakarta Utara. Jangan sampai mengkhianati hati suporter Persitara.

Meski berada di kasta terendah Liga Indonesia, suporter Persitara (NJ Mania) tidak tergoda untuk menjadi suporter klub lain. Sekalipun perkembangan suporter di Indonesia sedang pesat dengan berbagai kultur, hal tersebut tidak membuat para NJ Mania berpindah hati.

Baca juga: Kembalinya Laskar Banteng Wilis

Dapat dilihat dalam dua tahun terakhir, laga persahabatan dalam rangka ulang tahun Persitara yang diadakan di Stadion Tugu Jakarta Utara yang berkapasitas 7.000 orang selalu dipenuhi sesak oleh pecandu Persitara.

Bukan hanya setia, uniknya para NJ Mania ini terus berupaya menularkan kecintaan akan Persitara kepada generasi muda yang tidak merasakan kejayaan pada saat Persitara berlaga di kasta tertinggi.

Bukan hal aneh justru ketika Persitara berlaga di Stadion Tugu, banyak supporter usia remaja. Mereka yang cinta tidak akan tergoda untuk mendukung klub ibu kota lainnya meski dengan nama besar dan prestasi yang lebih baik dari Persitara saat ini. Sebut saja Persija.

Jika ada yang bilang ini adalah fanatisme buta, penulis lebih suka menyebut ini “cinta buta”. Mereka yang setia hanyalah mereka yang cinta.

Bukan hal mudah untuk tetap setia ketika tim ibu kota lainnya berlaga di kasta tertinggi, dengan jadwal pertandingan yang padat ditambah lagi prestasi juara liga. Tapi kami tetap dengan atribut biru warna tim kebanggaan kami, tetap setia dan percaya tidak lama lagi Persitara akan bangkit dan kembali ke kasta tertinggi liga Indonesia.

 

*Penulis adalah penikmat sepak bola dan pecandu Persitara. Dapat dijumpai di akun Twitter @verlymontung