PSSI melalui Wakil Ketua Umumnya, Joko Driyono, menyampaikan bahwa akan ada perombakan Komisi Disiplin (Komdis) dan Komite Wasit, dalam rangka perbaikan kualitas Liga Indonesia. Namun, apakah itu saja sudah cukup?
“Evaluasi kami dilakukan saat bergulirnya Asian Games mendatang. Di saat itu kompetisi Liga 1 sedang libur. Mulai dari evaluasi hingga restrukturisasi (personalia) di Komisi Disiplin dan Komite Wasit,” terang pria yang akrab disapa Jokdri itu, di situsweb resmi PSSI.
Joko Driyono juga menambahkan, bahwa perombakan ini dilakukan lantaran banyaknya masukan dan kritikan perihal jalannya kompetisi. Khususnya, yang berkaitan tentang penegakan disiplin dan kinerja wasit.
Dua poin tersebut memang yang paling banyak disorot, tak hanya di Go-Jek Liga 1 2018 saja, tapi juga di musim-musim sebelumnya. Contoh di musim sekarang yang baru berjalan 18 pekan saat tulisan ini dibuat, cukup banyak kontroversi yang terjadi dalam pemutusan gol atau tidak.
Kemudian untuk Komdis, kritikan paling banyak diarahkan adalah tidak setaranya hukuman untuk jenis pelanggaran yang sama. Sebagai contoh, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan ketika Arema FC melawan Persib Bandung di awal musim ini, dianggap lebih ringan hukumannya ketimbang pelanggaran serupa yang terjadi musim lalu, di laga Bhayangkara FC vs Persib, dan Persegres Gresik United vs Persela.
Komdis saat itu berdalih hukuman pada Arema FC berbeda, karena tidak menyebabkan kerusakan fasilitas stadion. Namun alasan tersebut oleh banyak orang masih dianggap bukan jawaban. Sama seperti hukuman menonton di stadion tanpa atribut klub, yang dianggap bukan solusi untuk menekan angka kerusuhan suporter.
Perombakan memang perlu, tapi…
Liga Indonesia (apapun judulnya) adalah salah satu kompetisi paling rumit di dunia. Bukan hanya rumit dari segi jalannya liga saja, tapi sampai hal-hal non-teknis seperti sanksi, dana, kinerja wasit, suporter, bahkan hal yang paling mendasar seperti penerangan stadion.
Bolong di sana-sini, yang artinya perlu tambalan di berbagai sisi. Beragam perbaikan dilakukan PSSI, diantaranya adalah perubahan regulasi mengenai tingkat penerangan stadion, kuota pemain asing, pun kenaikan gaji wasit sudah direalisasikan beberapa musim yang lalu.
Artinya, PSSI punya inisiatif untuk memperbaiki kompetisi sepak bola di negeri ini. PSSI punya niatan untuk membawa sepak bola Indonesia jadi lebih baik. Namun masalahnya, sepak bola Indonesia bolong di berbagai sisi, sehingga jika yang ditambal hanya beberapa sisi saja, masih ada potensi kebocoran di sisi lain.
Merombak wasit memang perlu, dan merombak Komdis juga merupakan itikad baik. Namun alangkah lebih baik jika perbaikan ini dibarengi dengan, misalnya, kejelasan status Ketua Umum PSSI, tata tertib untuk stewards yang diharuskan menghadap tribun bukan malah menghadap lapangan, standar tunggal soal verifikasi stadion, atau jadwal liga yang tidak berubah sewaktu-waktu tanpa alasan yang kuat.
Ibarat ban kendaraan yang bocor, ada banyak lubang di Liga Indonesia saat ini. Menambal beberapa lubang memang sudah bisa membuat kendaraan melaju lagi, tapi tak lama kemudian ban akan kehabisan udara lagi. Laju kendaraan pun kembali tersendat.
Oleh karenanya, perombakan Komdis dan Komite Wasit ini sebaiknya langsung diikuti perbaikan-perbaikan lainnya demi peningkatan mutu kompetisi. Sebab jika tidak disegerakan, noda-noda lainnya akan dengan cepat melumuri lagi bagian-bagian yang sudah bersih.