Cerita

Grazie, Leo Castan!

Rudi Garcia datang ke kota Roma dengan diiringi nada pesimis. Ia datang dari Prancis dengan membawa sepak bola menyerang yang secara kultur sepak bola, bertolak belakang dengan Italia. Garcia bisa berkilah dan memamerkan curiculum vitae miliknya yang cukup mengilap.

Sebelum berlabuh di AS Roma, Garcia menjadi peramu taktik terbaik di Prancis. Ia membawa LOSC Lille mencetak brace di musim 2010/2011. Ia pun mencetak Eden Hazard yang kini namanya melambung tinggi.

Rudi Garcia datang ke Roma di musim 2013/2014. Gaya sepak bola menyerang yang ia pertontonkan di Lille, dibawanya ke Italia. Maka dengan cara bermain tersebut, dibutuhkan sosok tangguh di lini belakang.

AS Roma memercayakan dua palang pintu pada sosok Medhi Benatia dan Leandro Castan. Dua tembok kokoh di lini belakang yang membantu pasukan Serigala Roma mencatatkan rekor apik; menang sepuluh kali beruntun di awal musim. Lebih spesial lagi, I Giallorossi mencetak 24 gol dan hanya kemasukan sekali.

Gula-gula manis pencapaian Roma memang terhenti di giornata 10, namun capaian tersebut cukup menaikkan nama Rudi Garcia dan satu bek tangguh yang namanya dulu tak diketahui banyak orang, Leandro Castan.

Bulan madu Castan berakhir di musim 2014/2015. Saat melawan Empoli, tepatnya pada September 2014, Castan digantikan pada menit ke-46. Ia mengeluh pusing dan itu menjadi satu-satunya pertandingan yang Castan jalani musim itu.

Castan menderita penyakit Cavernoma. Sederhananya, penyakit Cavernoma adalah adanya penggumpalan cairan di otak yang menyebabkan pembengkakan di otak. Penyakit tersebut sempat membuat Castan depresi.

“Saya adalah salah satu dari lima bek terbaik di Serie A, lalu penyakit datang dan membuat saya takut kematian akan datang,” kata Castan kepada La Repubblica.

Tak berlebihan memang. Pencapaian Roma di musim 2013/2014 membuat namanya terangkat. Kesetiaannya di Roma membuat dirinya memutuskan bertahan di sana saat Benatia, tandemnya memutuskan untuk pindah ke Bayern Muenchen sesaat setelah menjalani musim yang mengesankan.

Penyakit tersebut membuat Castan harus menjalani operasi di akhir tahun 2014. Keputusan untuk melakukan operasi adalah jalan terakhir jika Castan ingin tetap bermain sepak bola, permainan yang amat ia cintai. Meskipun sebenarnya tak ada yang bisa menjamin ia bisa kembali bermain atau malah ia bisa menderita kelumpuhan. Ada kemungkinan ia sembuh namun beberapa bagian tubuhnya tak bisa digerakkan.

Castan menjadi sosok ayah yang hebat. Ia menolak menyerah dan memutuskan untuk melakukan operasi meskipun ia tahu, rasa sakit yang akan ia hadapi sangat mengganggu. Ia ingin membuktikan kepada anaknya yang masih kecil, bahwa sang ayah bisa bertahan dan bangkit.

Operasi pun sukses. Castan bisa kembali berlatih. Untuk memulihkan kebugarannya, AS Roma meminjamkan Castan ke Sampdoria. Peminjaman tersebut nyatanya tak berdampak baik bagi Castan. Ada rumor yang menyebutkan bahwa Castan gagal membaur dengan anggota pemain lainnya. Ia pun pulang ke ibu kota Italia.

Torino kemudian datang dan menyambut Castan dengan tangan terbuka. Sinisa Mihajlovic memercayakan satu pos untuk Castan di lini belakang. Petaka nampaknya belum mau pindah. Ia menderita cedera yang memaksa Mihajlovic beralih ke bek lain.

Tak patah semangat, Castan kembali berlatih dengan keras. Sang anak mulai mempertanyakan soal kesempatan bermain. Mengapa dirinya jarang bermain dan mengawal lini belakang. Hati seorang ayah mana yang tak terpukul mendengar pertanyaan tersebut.

Bak gayung bersambut, Cagliari memboyong Castan dengan status pinjaman. Di Sardinia, ia menjadi Castan yang lebih kuat dibanding sebelumnya. Diego Lopez, pelatih Cagliari memberikan pujian setinggi langit pada penampilan Castan. Ia mengaku kaget dengan penampilan Castan jika melihat ia memiliki masa lalu yang menyedihkan.

“Castan berlatih sangat keras dan itu sangat baik. Kami tahu ia adalah pemain yang bagus, tapi jujur saya kaget dengan penampilannya setelah tahu bahwa ia absen lama.”

Tapi itu semua tidak cukup. Di awal musim 2018/2019, Castan diputus kontrak oleh Il Gialorossi. Castan memutuskan tak lagi meneruskan kariernya bersama AS Roma dan kemungkinan besar ia akan kembali ke Brasil dan merumput bersama Corinthians.

Castan mengirimkan pesan yang sejatinya ditujukan untuk seluruh pendukung AS Roma. Namun, jika dibaca lebih dalam, pesan tersebut seharusnya bisa diresapi oleh semua orang.

“Aku memang tak bisa memberikan gelar apapun bersama kalian, namun kuharap aku bisa memberikan satu pelajaran: jangan pernah menyerah. Tak peduli berapa kali kalian terjatuh, betapa berat hidup kalian, jangan pernah menyerah. Aku tak menyerah dan tak akan pernah menyerah,” tulis Castan di akun Twitter pribadinya, @l_castan.

Castan menjalani kehidupan yang penuh liku di Italia. Setelah menderita penyakit yang menyita banyak waktu dan tenaga, Castan masih dipercaya bermain di kasta tertinggi Italia. Bukti bahwa Castan bukanlah sosok yang mudah menyerah dan kerja keras dan tekadnya layak diberikan apresiasi lebih. Sampai jumpa di lain kesempatan. Grazie, Leo!