Salah satu perubahan besar dalam kepelatihan Gennaro Gattuso yang saat ini baru mencapai dua bulan di AC Milan adalah meningkatnya performa para penggawa klub berjuluk Rossoneri yang sebelumnya buruk. Permainan ngotot dengan dasar kebanggaan pada bendera tim menjadi ruh dari Milan sekarang, dan seorang Davide Calabria merepresentasikan itu dengan sempurna.
Ya, Calabria dapat disebut sebagai wajah yang sempurna dari gaya kepelatihan Gattuso. Ngotot, penuh determinasi dan tidak mau kalah. Pemain lulusan akademi Milan yang baru berusia 21 tahun ini sekali lagi menunjukkan performa impresifnya dalam lantutan kompetisi Serie A Italia.
Menjamu tim tangguh Lazio yang pada putaran pertama kompetisi memberi mimpi buruk, Milan mengakhiri laga dengan kemenangan 2-1, di mana Calabria turut berandil besar dalam kemenangan ini. Bukan hanya mengirim sebuah umpan silang akurat yang berhasil dikonversi Giacomo Bonaventura menjadi gol, namun juga kemampuan bertahannya yang impresif menggagalkan tusukan demi tusukan yang dilakukan anak asuh Simone Inzaghi.
Semula, tidak banyak yang mengamini Calabria sebagai pemain masa depan Milan. Bahkan, tidak sedikit pendukung Milan yang mengatakan bahwa keberhasilan Calabria menembus skuat senior Milan tidak lain karena ia hadir pada saat yang tepat, yaitu saat Milan menjalani waktu yang tidak menyenangkan, atau dikenal sebagai banter era.
Pemain kelahiran Brescia ini memulai debut di tim senior pada era kepelatihan Filippo Inzaghi, ketika menggantikan Mattia De Sciglio dalam pertandingan kompetisi Serie A Italia musim 2014/2015 melawan Atalanta pada 30 Mei 2015, yang sudah tidak lagi menentukan. Kiprah Calabria kemudian berlanjut pada era kepelatihan Sinisa Mihajlovic, saat di mana kualitas penggawa Rossoneri memang berada di titik yang cukup memprihatinkan, buntut dari menurunnya kondisi finansial. Mampu bermain sebagai bek sayap di kedua sisi, Calabria pun perlahan menjadi pelapis sekaligus pesaing dari bek kanan senior, Ignazio Abate.
Meski musim ini menjadi tahun ketiganya bermain di skuat senior, kemampuan Calabria sebetulnya masih diragukan. Penampilannya yang tidak konsisten, kemampuan yang dianggap rata-rata, cedera yang kerap menimpa, dan terlebih kedatangan Andrea Conti yang ditebus dengan mahar 25 juta euro dari Atalanta, seakan makin membenamkan namanya.
Ia akan menjadi pilihan ketiga di posisi bek kanan atau bek sayap kanan setelah Conti dan Ignazio Abate. Dalam aktivitas kencang transfer musim panas Milan 2017 lalu, namanya bahkan kerap dipertimbangkan untuk dipinjamkan Milan kepada klub lain.
Berkah terselubung dari cederanya Conti dan dipecatnya Montella
Apa daya, sebuah kesialan kemudian menimpa Conti dalam awal kiprahnya berseragam Milan. Saat menjalani latihan, Conti terjatuh dan saat itu terdengar bunyi yang mengagetkan dari lutut sang pemain. Benar saja, setelah diperiksa, Conti divonis menderita cedera ACL, sebuah cedera yang begitu ditakuti oleh atlet olahraga. Akibatnya, Conti harus menjalani perawatan selama kurang lebih enam bulan.
Musibah yang menimpa Conti semestinya menjadi berkah terselubung bagi Calabria, yang memutuskan bertahan di Milan. Tetapi nyatanya tidak. Namanya bahkan semakin tenggelam ketika pelatih Vincenzo Montella mengubah pola empat bek menjadi tiga bek. Pola ini malah mengorbitkan seorang Fabio Borini sebagai pengganti yang sepadan bagi Conti di posisi bek sayap kanan. Calabria tetap saja menjadi pilihan ketiga, kali ini di belakang Borini dan Abate.
Baca juga: Selimut Hati Fabio Borini
Peruntungan Calabria kelak berubah ketika Montella dipecat. Ketika Gattuso datang, dengan tegas ia mengatakan akan kembali menggunakan pola 4-3-3. Situasi ini rupanya cukup menguntungkan Calabria. Dalam pola empat bek, Borini tidak lagi menghuni posisi inti sebagai bek kanan, melainkan dikembalikan sebagai penyerang sayap. Kans bagi Calabria pun muncul kembali karena masalah kebugaran Abate yang semula diplot mengisi posisi bek kanan utama pada pola ini.
Motivasi demi motivasi dan latihan keras yang dijalani pada rezim Gattuso ini ternyata mengubah permainan Milan secara umum, dan terutama seorang Calabria. Ia seperti bertransformasi menjadi sosok yang berbeda, lebih bersemangat sekaligus lebih tenang. Kemampuan bertahannya pun cukup meningkat, meski masih kerap kecolongan, seperti ketika dikelabui Nicolo Barella dalam laga tandang menghadapi Cagliari pekan lalu. Faktor konsentrasi ini mungkin menjadi aspek berikutnya yang harus ditingkatkannya.
Puncaknya adalah ketika menghadapi Lazio, Senin (29/1) dini hari tadi. Mengawali laga sebagai bek kanan, Calabria tidak terlihat gentar ketika terus ditekan oleh Luis Alberto dan Senad Lulic di sisi kiri permainan Gli Aquilotti. Lalu kemudian ketika Luca Antonelli ditarik keluar pada pertengahan babak kedua, Calabria pun dengan kedisiplinan tinggi mampu mengisi posisinya. Ia berhasil meredam tusukan-tusukan dari Felipe Anderson atau Luis Nani. Situsweb WhoScored pun memberinya nilai tertinggi 8,8 pada pertandingan ini, menjadikannya sebagai man of the match.
Perjalanan Calabria masih panjang, dan perjuangannya bersama Milan masih jauh dari kata usai. Milan masih cukup jauh tertinggal dari posisi empat besar yang menjadi target minimal manajemen. Calabria juga harus kembali bersabar ketika Conti kembali dari cedera dan menempatkannya kembali di bangku cadangan. Tetapi apabila terus menunjukkan performa yang impresif, bukan tidak mungkin bahwa ia akan terus mengamankan tempatnya di posisi inti, sekalipun Conti telah kembali.
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)