Uncategorized

Para ‘Alumni’ Barcelona di Balik Invasi Global Manchester City

Ketika Manchester City memenangi Liga Primer Inggris pada tahun 2012, banyak yang mencibir bahwa juragan Timur Tengah pemilik klub tersebut, Sheikh Mansour, hanya “membeli gelar juara seharga 1 miliar paun”. Sekarang, pada musim 2017/2018, tak ada lagi yang meragukan Manchester City arahan Pep Guardiola.

Guardiola memang sukses menyulap City untuk mampu bermain atraktif layaknya Barcelona. Ia memiliki gabungan Xavi Hernandez dan Andres Iniesta dalam diri Kevin de Bruyne. Para penggedornya di lini depan juga sedang dalam penampilan terbaik mereka. Jika Leroy Sane tidak mencetak gol lebih awal, Raheem Sterling akan mencetak gol telat. Jika Sergio Aguero gagal mencetak gol, Gabriel Jesus akan melakukannya.

Sang pelatih juga terbilang sukses memanfaatkan potensi David Silva. Bukan rahasia lagi jika gelandang Spanyol itu sempat merasa jenuh bermain di klub yang telah dibelanya sejak tahun 2010 tersebut. Lalu, Nicolas Otamendi menjelma menjadi bek kelas dunia yang bekerja sama dengan penjaga gawang tangguh, Ederson Moraes.

Barcelona connection yang merevolusi Manchester City

Bukan hanya tangguh di lapangan hijau, Manchester City juga bekerja giat dengan menjadi sebuah brand global yang unggul dan terkenal di seluruh dunia. Dengan mempekerjakan mantan presiden Barcelona, Ferran Soriano, ekspansi bisnis City terus menggurita.

Soriano mulai bekerja sebagai CEO Manchester City sejak September 2012. Dua hari kemudian, ia ke New York, Amerika Serikat (AS), untuk menciptakan klub sepak bola baru. Ia berani membayar 100 juta dolar AS untuk tampil di Major League Soccer (MLS), liga profesional untuk AS dan Kanada, dan membangun sebuah tim dari nol. Soriano bertemu pemilik New York Yankees untuk ‘membaptis’ kelahiran New York City Football Club.

Dua bulan kemudian, City telah membeli satu klub lagi, kali ini di Montevideo, ibu kota Uruguay. Atlético Torque, tim divisi dua yang didirikan pada tahun 2007 menjadi profesional pada tahun 2012. Selain itu, mereka juga membuka ‘cabang’ di kota terbesar kedua Australia, Melbourne, dengan mendirikan Melbourne City FC. Semua ini bernaung di bawah bendera City Football Group.

Namun, Soriano sadar bahwa semua ekspansi bisnis ini tak ada artinya jika klub induk mereka, Manchester City, tak berprestasi. Guardiola selalu menjadi bagian dari rencana besar Soriano, meski menarik rekan lamanya itu ke Manchester membutuhkan waktu dan kesabaran. Soriano lalu menyiasatinya dengan  lebih dulu mempekerjakan mantan direktur teknik Barcelona, Txiki Begiristain.

Tugas besar Begiristain jelas-jelas adalah memboyong Guardiola, pelatih terbaik di dunia versi Soriano. Saat itu, tahun 2012, Guardiola baru saja meninggalkan Barcelona dan bertekad menikmati setahun cuti di New York. Namun, Soriano dan Begiristain lagi-lagi harus bersabar ketika sang pelatih genius menandatangani kontrak tiga tahun dengan Bayern München.

“Datanglah tiga tahun lagi,” kata Soriano kepada Guardiola pada tahun 2013 itu, seperti dikutip Guardian. Kesabaran Manchester City dalam menunggu akhirnya membuahkan hasil. Pemegang rekor enam trofi dalam semusim bersama Barcelona itu pun datang ke kota Manchester. Kesabaran ini tentu saja bertolak belakang dengan cibiran banyak orang bahwa Manchester City adalah tim yang instan. Apalagi, musim pertama Guardiola, yaitu musim 2016/2017 terbilang gagal karena tak meraih satu trofi pun.

Sekarang, Guardiola telah menemukan ritme yang pas di Manchester City. Merajai puncak klasemen Liga Inggris tentu saja hasil yang fenomenal. Mereka sudah nyaris tak terkejar oleh klub sekota, Manchester United, di posisi dua. Kota Manchester pun pelan-pelan diubah menjadi warna biru oleh para alumni Barcelona.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.