Nama Emil Audero Mulyadi bisa dikatakan cukup populer di kalangan pencinta sepak bola Indonesia. Memang, kiper berusia 20 tahun ini terbilang sebagai salah satu kiper dengan potensi yang cukup besar untuk bisa menjadi nama besar di masa depan. Namun, bukan itu alasan utamanya mengapa ia populer di Tanah Air.
Coba perhatikan nama belakang Emil. Ya, benar, kiper yang menjadi bagian dari skuat Juventus ini memiliki darah Indonesia di tubuhnya. Emil lahir dari pasangan Indonesia-Italia. Sang ayah, Edy Mulyadi, saat ini masih menetap di Lombok, sedangkan sang ibu, Antonela Audero, tinggal di Turin bersama anak-anaknya.
Emil mulai mencuat reputasinya di dunia sepak bola setelah menjalani debutnya bersama tim senior Juventus di bulan Mei 2017 lalu. Berkat debutnya tersebut, optimisme terhadap karier Emil mulai membubung tinggi. Ia diproyeksikan akan menjadi kiper masa depan Juventus, dan menjadi saingan Gianluigi Donnarumma untuk posisi nomor 1 di timnas Italia.
Potensinya yang menjanjikan sebenarnya sudah mulai terlihat ketika usianya masih 11 tahun. Kala itu, ia terpantau oleh salah satu pelatih kiper Juventus, Michelangelo Rampulla, yang kemudian merekrutnya ke akademi. Kariernya pun terus menanjak, dan bahkan ia sudah menjadi bagian dari tim junior Italia mulai dari U-15 hingga U-21. Oleh karena itu, meski saat ini ia sedang menjalani pinjaman di klub Serie B, Venezia, harganya terhitung cukup tinggi.
Usut punya usut, dilansir dari Tuttosport, banderol harga Emil mencapai 5 juta euro atau sekitar 80 miliar rupiah! Untuk seorang kiper muda dengan pengalaman bertanding hanya satu kali di tim senior, banderol Emil ini terhitung cukup tinggi, setidaknya harga tersebut hanya dapat ditebus oleh klub-klub yang bermain di kasta tertinggi Liga Italia. Harganya yang tinggi ini bisa menjadi indikator bahwa talentanya dihargai di Italia yang memiliki banyak pemain muda, khususnya kiper berbakat.
Berkaca pada situasi ini, rasanya sudah waktunya bagi kita di Indonesia untuk memaklumi keputusan Emil yang tak ingin memperkuat timnas Garuda, setidaknya untuk saat ini. Beberapa bulan lalu, sempat muncul wacana bahwa Emil masuk ke dalam salah satu target naturalisasi PSSI, berbarengan dengan Ezra Walian.
Namun, kiper yang lahir di Mataram ini dikabarkan menolak tawaran PSSI demi mengejar impiannya untuk menembus timnas senior Italia. Alhasil, nama Emil pun tercoreng di publik Indonesia. Kritik memang tentunya boleh saja dilayangkan, namun keputusan terakhir tetap berada di tangan sang pemain.
Apapun keputusannya, sudah selayaknya kita menghargainya. Terlebih dalam kasus Emil, yang memang sudah sejak kecil memperkuat timnas Azzurri. Hatinya tentu sudah terpatri di Italia, dan rasanya sayang melihat talentanya harus disia-siakan di Indonesia, yang saat ini situasi sepak bolanya tentu jauh berada di bawah Italia.
Apabila ada satu hal yang dapat kita petik dari kasus Emil, itu adalah adanya peluang bagi pesepak bola berdarah Indonesia lainnya untuk dihargai tinggi di luar negeri. Argumen ini mungkin terasa jauh, karena memang toh Emil sudah sedari kecil berada di Italia dan menimba pendidikan sepak bola di sana.
Namun, hal ini tentu saja bisa diaplikasikan terhadap pemuda lain dari Indonesia, atau yang memiliki darah campuran seperti Emil, yang menimba karier sepak bola di luar negeri. Diaspora Indonesia tersebar begitu banyak di luar negeri, dan banyak di antara mereka yang membangun keluarga dengan orang lokal tempat mereka tinggal. Pasti ada satu atau dua di antara mereka yang menjadi pesepak bola. Sebagai contohnya, Andri Syahputra tengah mengukir namanya sebagai salah satu pesepak bola menjanjikan di Qatar, atau Sandy Walsh yang mulai mencuat di Belgia.
Jika pada akhirnya pemain-pemain tersebut, seperti Emil, urung membela Indonesia, bukan berarti apresiasi yang kita berikan harus berubah menjadi kebencian. Bisa jadi di masa depan Emil atau pun Andri berubah pikiran dan ingin membela Indonesia? Oleh karena itu, tahan cacian kalian, tak ada yang salah dari apa yang dilakukan Emil, dan mari ikut senang karena ada pesepak bola berdarag Indonesia yang dihargai begitu tinggi di luar negeri.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket