Tribes, bila saya menyebut nama Gareth Bale, Wayne Bridge, Adam Lallana, Alex Oxlade-Chamberlain, Luke Shaw, Alan Shearer, dan Theo Walcott, apa yang muncul di dalam benak, kalian?
Sungguh tidak salah jika kalian menyebut mereka sebagai pemain asal Britania Raya dengan nama besar dan kualitas mumpuni. Menyebut mereka sebagai pesepak bola dengan raihan trofi yang cukup banyak pun masih bisa dibenarkan. Tapi lebih daripada itu, ketujuh persona di atas memiliki satu keseragaman yaitu pernah menimba ilmu di akademi Southampton.
Penikmat sepak bola, khususnya Liga Primer Inggris, memang kudu mengakui jika akademi The Saints merupakan salah satu kawah candradimuka terbaik di tanah Inggris.
Kemampuan mereka dalam menggembleng bakat-bakat muda sudah dibuktikan dengan banyaknya jebolan akademi Southampton yang meraup sukses bersama tim lain dan mengukuhkan status sebagai bintang sepak bola dunia.
Bicara tentang akademi The Saints, setidaknya masih ada satu sosok lain yang punya popularitas tinggi sebagai salah satu pesepak bola dengan kesuksesan cukup tinggi di jagad sepak bola Inggris. Dialah Dennis Frank Wise.
Lahir di kawasan Kensington yang ada di area London, Wise belia justru masuk ke akademi Southampton buat mengejar impian jadi pesepak bola profesional.
Wise menghabiskan waktu selama dua tahun di pesisir selatan Inggris untuk mengasah bakat dan kemampuannya. Meski tergolong boncel karena hanya berpostur 168 sentimeter, Lawrie McMenemy yang jadi pelatih tim utama The Saints menyadari jika Wise punya kemampuan spesial.
Akan tetapi, bakat muda ini tak kunjung mendapat debut profesionalnya sebagai pesepak bola dengan Southampton. Di atas skill yang mumpuni, ada sikap temperamen dan nyali kelewat besar Wise yang dianggap McMenemy berbahaya. Sikap emosional Wise itu pula yang memunculkan friksi di antara keduanya.
Pada Maret 1985, Wise pun hengkang ke Wimbledon dalam usia 18 tahun dengan status bebas transfer. Bersama The Dons, kemampuan Wise terkatrol dengan sangat signifikan.
Dirinya merupakan salah satu anggota Crazy Gang (bareng Josh Fashanu, Mick Harford, Vinnie Jones, dan Lawrie Sanchez) yang sukses mengantar Wimbledon promosi dari Divisi Dua ke Divisi Satu di pengujung tahun 1980-an (serta jadi salah satu klub pertama yang bermain di era Liga Primer Inggris) plus meraih Piala FA 1988.
Semasa berkostum Wimbledon, Wise lebih sering dimainkan sebagai gelandang sayap. Agresivitas, kecepatan, dan akurasi umpannya yang begitu ciamik menjadi alasan para manajer The Dons memberinya peran tersebut.
Performa brilian Wise bareng Wimbledon juga yang akhirnya memikat atensi petinggi Chelsea. Di bulan Juli 1990, pria yang hari ini genap berusia 51 tahun tersebut resmi dipinang dengan mahar 1,6 juta paun (sebuah rekor klub pada masanya).
Namun peran yang kudu Wise lakoni di Chelsea sungguh berbeda. Meski punya kecepatan dan agresivitas, kemampuannya dalam membaca permainan plus keberanian Wise melakoni duel-duel fisik membuat pelatih The Blues kala itu, Bobby Campbell, memainkannya sebagai gelandang petarung di ‘ruang mesin’ timnya.
Luar biasanya, peran baru itu sanggup dijalankan Wise dengan begitu sempurna karena ketajamannya di depan gawang lawan juga semakin meningkat walau bikin Wise semakin sering menerima hukuman kartu akibat permainan keras yang diperlihatkannya (pada musim 1998/1999 ia bahkan absen di 15 pertandingan lebih akibat suspensi).
Tak heran bila suksesor Campbell, mulai dari Ian Porterfield, David Webb, Glenn Hoddle, Ruud Gullit, Gianluca Vialli, Graham Rix, Ray Wilkins, dan Claudio Ranieri, secara kontinyu memainkan Wise di posisi itu.
Walau temperamental dan sering bertikai dengan pemain lawan saat merumput, Wise dikenal sebagai sosok yang vokal dan punya jiwa kepemimpinan tinggi, utamanya di ruang ganti. Fakta ini pula yang membuat dirinya didapuk sebagai kapten tim sejak tahun 1994.
Selama 11 musim berkostum The Blues dan bermain di 455 laga resmi plus mencetak 76 gol, prestasi yang didapatkan Wise jauh melampaui pencapaian yang dibuatnya bersama Wimbledon.
Dirinya membawa Chelsea jadi salah satu klub yang patut disegani di era 1990-an. Wise berhasil menghadiahkan dua Piala FA serta masing-masing satu Piala Liga, Charity Shield (kini Community Shield), Piala Winners dan Piala Super Eropa kepada Chelsea. Membuatnya jadi kapten paling sukses dalam sejarah Chelsea sebelum disalip oleh John Terry.
Usai meninggalkan The Blues di pengujung musim 2000/2001, Wise bergabung dengan sejumlah klub semisal Leicester City, Millwall, dan Southampton sebelum akhirnya menyudahi karier profesionalnya bareng Coventry City medio 2006 silam.
Wise juga sempat mencicipi karier kepelatihan bersama Millwall (sebagai player-manager), Southampton (caretaker sekaligus player-manager), Swindon Town, dan Leeds United dalam kurun 2003 hingga 2008. Tak berhenti sampai di situ, karena pada tahun 2008 Wise pernah mengemban status sebagai Direktur Eksekutif Newcastle United meski dalam periode singkat.
Meski tergolong sosok yang cukup kontroversial terkait dengan perangainya di atas lapangan yang meledak-ledak, pemilik 21 caps dan 1 gol bareng tim nasional Inggris ini akan selalu dicintai pendukung Chelsea sampai kapanpun.
Many happy returns, Dennis.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional