Eropa Italia

Prinsip Jalan Satu Arah di Ulang Tahun AC Milan ke-118

Hari ini, 118 tahun yang lalu, sebuah klub olahraga bernama Milan Football & Cricket Club didirikan oleh dua orang asal Inggris bernama Alfred Edwards dan Herbert Klipin. Nama pertama kemudian menjadi presiden pertama klub, dan rekannya menjadi kapten pertama klub.

“Kami adalah tim setan. Warna kami merah seperti api, dan hitam untuk memunculkan ketakutan lawan.” ujar Klipin tentang alasan klubnya memakai warna seragam merah-hitam, yang kemudian mendapat julukan I Rossoneri alias Si Merah-Hitam. Tak butuh waktu lama bagi Klipin untuk membuktikan ucapannya, karena dua tahun setelah didirikan, Milan langsung meraih gelar juara Liga Italia, dilanjutkan pada 1906 dan 1907.

Sebuah pencapaian yang luar biasa, bagi klub yang ibarat anak sekolah baru mencapai kelas 2 SD. Akan tetapi, setahun setelah meraih gelar ketiga, terjadi perpecahan di tubuh manajemen akibat kebijakan pemakaian pemain asing.

Di saat genting itu, kemudian nama AC Milan muncul, sebagai oposisi sekota dari saudara mudanya, FC Internazionale Milano. Perpecahan yang bukan menjadi masalah besar bagi sisi merah kota Milan, karena seiring berjalannya waktu, Il Diavolo Rosso meraih kesuksesan yang jauh lebih besar dari si biru-hitam tetangganya tersebut.

Anda yang merupakan pendukung I Nerazzurri maupun para haters Milan mungkin akan membantahnya, tapi statistik menunjukkan begitu adanya. Klub Italia mana yang meraih gelar Liga Champions terbanyak? Kesebelasan mana yang pertama dijuluki The Dream Team di dunia? Klub mana di Italia yang paling banyak mengirimkan pemainnya di podium Ballon d’Or bersama Juventus? Dan tim mana yang memiliki rekor tak terkalahkan secara beruntun di Serie A?

Jawaban dari semuanya cuma satu, dan tak ada dua, apalagi tiga. Cuma Associazione Calcio Milan S.p.A. saja.

Suka duka dua generasi

Bicara tentang Milan (dalam lingkup pendukungnya dari Indonesia) akan melibatkan dua generasi, zaman old dan zaman now.

Kategori pertama berisi bapak-bapak, pakdhe-pakdhe, mungkin juga beberapa ibu-ibu yang sudah menyaksikan Milan berlaga ketika Paolo Maldini masih remaja, bahkan trio Belanda masih berjaya, sedangkan kategori kedua adalah generasi saat ini, yang dipusingkan dengan performa terkini I Rossoneri dan seringkali berusaha menghibur diri dengan melihat cuplikan kemenangan di masa lalu.

Saya termasuk di kategori kedua. Mungkin Anda juga, mungkin teman Anda juga. Tapi, jangan sampai anak cucu kita nanti juga merasakannya.

Gerutu para Milanisti terlihat kala Mauro Icardi mencetak hattrick di Derby Della Madonnina beberapa pekan lalu. Sumpah serapah Milanisti terucap ketika Alberto Brignoli mencetak gol di masa injury time. Lalu, kekhawatiran mengemuka saat Gennaro Gattuso ditunjuk sebagai allenatore baru.

Mengapa kita khawatir? Milan kan klub profesional yang sudah mandiri dan tidak perlu dana APBD. Mengapa kita ragu? Gattuso kan legenda Milan yang paham klubnya luar dalam. Lalu mengapa dalam beberapa musim terakhir kita tidak bisa duduk manis dengan penuh optimisme saat melihat Milan berlaga?

Apakah Milan akan begini terus di sisa hidupnya? Saya yakin tidak.

Jalan satu arah

Milan musim ini ibarat kendaraan yang baru dibeli dan langsung dimodifikasi total, tanpa mempertimbangkan apakah penambahan aksesoris atau spare-part itu benar-benar diperlukan atau tidak.

Dari luar memang tampak mewah, menawan, menyegarkan mata, tapi ketika mesin dinyalakan dan kendaraan dijalankan, hasilnya memprihatinkan.

Ada salah satu bagian kendaraan ini yang terlalu diistimewakan, padahal kalau tidak dipasang pun tidak apa-apa. Dia bermain di lini belakang. Ada satu aksesoris lain yang dibeli untuk mempercantik penampilan, padahal bersama majikan sebelumnya ia lama tidak dipakai karena ada permasalahan terkait legalitas, dan kini juga kembali tidak terpakai karena tidak berfungsi maksimal. Dia beroperasi di lini tengah.

Kemudian, beragam tambahan alat dipasang agar kendaraan menjadi lebih galak dan mengaum keras, tapi sekarang justru bingung bagaimana memakainya. Itu terjadi di lini depan. Terakhir, komponen lama dari musim lalu sangat mati-matian dipertahankan, tapi kini justru menjadi salah satu biang masalah akibat pihak ketiga. Dialah sang kiper.

Dengan beragam masalah seperti itu bagaimana sebuah kendaraan bisa melaju mulus? Untuk melewati polisi tidur saja harus bersusah payah, apalagi kalau ada aspal bolong dan jalan tidak rata.

Milan sudah tidak punya banyak waktu lagi untuk segala hambatan seperti itu, karena musim ini hingga ke depannya bagi mereka adalah jalan satu arah. Tidak boleh berhenti, apalagi parkir. Semuanya dilarang, dan Milan harus melaju sekencang mungkin, karena para rivalnya sudah jauh di depan.

Apakah Milan bisa melakukannya? Harus bisa. Apakah bisa dengan cepat? Sebaiknya memang begitu. Tapi bagaimana jika gagal? Maka Milan harus putar balik, dan mengulangnya dari awal. Sangat membuang waktu, jadi sebaiknya harus berhati-hati.

Tapi, bukan berarti jalan Milan akan sangat suram. Laju lambat saat ini bisa digunakan untuk introspeksi dan menambah pengalaman. Sebab, ini adalah Milan yang baru, yang sudah tidak identik dengan pemain panti jompo, dan sudah lepas dari rezim kekuasaan Silvio Berlusconi.

Selamat ulang tahun, AC Milan, segala doa yang terbaik untukmu…

Tu sei tutta la mia vita! Forza Milan!!

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.