Vincenzo Montella tidak lagi melatih AC Milan per 27 November 2017. Sebenarnya hal ini sudah direka-reka, karena performa tim asuhan dia yang tak kunjung memesona. Namun, diberhentikannya mantan pemain AS Roma itu justru bukan ketika kalah di grande partita dari rival, namun ketika ditahan imbang Torino akhir pekan lalu. Barangkali, kesabaran manajemen yang menguap usai melihat performa jelek Milan di liga, yang membuat si Pesawat Kecil tercelat dari kursi pelatih.
Terkait pengganti Montella, mulai dari nama Walter Mazzarri hingga Antonio Conte yang sekarang sedang punya kerjaan di Chelsea, juga dikait-kaitkan. Namun, sementara waktu, untuk menggantikan Montella, manajemen menunjuk legenda Milan dan juga pelatih tim Primavera, Gennaro Gattuso, sebagai pelatih interim.
Jika di bawah komando pemain yang dulunya berjuluk Sang Badak itu, Milan mampu memperbaiki diri (terutama di liga), bukan tidak mungkin dia akan diangkat sebagai pelatih tetap. Tetapi, seberapa jauh keyakinan publik terhadap Gattuso? Terlebih melihat catatan kariernya sebagai pelatih yang bisa dikatakan tidak menyenangkan sama sekali, kalau tidak ingin disebut jeblok.
Debut Gattuso sebagai pelatih dimulai ketika dirinya bermain untuk klub asal Swiss, FC Sion, musim 2012/2013. Awalnya dia dikontrak sebagai pemain, namun ketika Victor Munoz, pelatih Sion waktu itu, diberhentikan sebagai pelatih pada tengah musim, Gattuso merangkap tugas sebagai pemain sekaligus pelatih saat itu juga.
Musim belum berakhir, kontrak Gattuso bersama Sion diputus dan dirinya pun resmi pensiun sebagai pemain, karena akan mengarungi Serie B sebagai allenatore Palermo musim selanjutnya. Di klub selatan Italia itu, dia gagal total dan dipecat oleh Maurizio Zamparini, presiden Palermo setelah hanya enam laga usai memimpin Rosanero. Kemudian berturut-turut, dua musim selanjutnya, dia berpetualang di OFI Crete, klub Yunani, dan bersama klub Lega Pro, Pisa.
Pada awal musim 2017/2018 ini, dia kembali ke AC Milan, klub yang membesarkan namanya. Dia menerima amanah sebagai pelatih kepala di tingkatan Primavera. Posisi itu sebelumnya pernah ditempati oleh karibnya di Rossoneri seperti Filippo Inzaghi dan Christian Brocchi. Kini selepas ditendangnya Montella, apa yang terjadi dengan Inzaghi dan Brocchi juga dialami Gattuso kemudian; menangani tim senior Milan.
Dengan reputasinya yang minim kesuksesan sebagai pelatih tim senior, Gattuso bisa jadi akan bernasib dengan seperti Inzaghi atau Brocchi yang berkalang pemecatan. Berkaca dari apa yang terjadi di Milan pada beberapa musim terakhir, status legendaris si pelatih tak berpengaruh apa-apa pada perfoma skuat di lapangan.
Pengalaman pahit semacam itu awalnya dirasakan oleh Clarence Seedorf. Barangkali, karena trigger kesuksesan Pep Guardiola di Barcelona atau Conte di Juventus, Milan jelang akhir musim 2013/2014 menunjuk legendanya sendiri, Clarence Seedorf sebagai pelatih. Namun, dia gagal mengangkat krisis di Milan dan dipecat pula akhir musim itu.
Setelah memecat Seedorf, Milan masih memercayakan pos pelatih untuk mantan pemain legendarisnya, Filippo Inzaghi, di musim 2014/2015. Jangan ditanya seperti apa bentuk dan rupa Milan kala itu. Ramuan Inzaghi bahkan lebih buruk dari pendahulunya.
Jika Seedorf finis di posisi 8, maka angka 10 di klasemen akhir musim adalah prestasi Milan ketika dipegang Super Pippo. Tak ayal, pelatih yang ketika bermain sangat lekat dengan julukan raja offside itu, terkena pemutusan kontrak juga oleh manajemen Milan. Musim selanjutnya, tren mantan pemain Milan mengisi slot pelatih terhenti ketika Siniša Mihajlović mendudukinya.
Alih-alih berhasil menaikkan kembali pamor klub, Milan tetap saja terjembab dalam keterpurukan di era Mihajlović. Menuju musim 2015/2016 berakhir, juru taktik asal Serbia itu dibebastugaskan dari perannya oleh klub dan digantikan, kembali oleh mantan pemain Milan bernama Christian Brocchi. Pada akhir musim, Brocchi juga tetap dipecat, meski mengantarkan Milan bermain di final Coppa Italia. Tak lain penyebabnya adalah posisi Milan sebagai klub besar di klasemen akhir musim ada di pos 7, yang sama sekali tak sedap dipandang mata.
Musim lalu, masuklah Vincenzo Montella dan optimisme sedikit terpantik. Toh, Montella tergolong lumayan sukses dengan gelar Supercoppa Italiana 2017 (mengalahkan Juventus) dan meraih tiket ke Eropa, meski hanya Liga Europa. Ketika Milan belanja besar-besaran dengan dana segar dari investor Cina awal musim ini, optimisme semakin menyeruak. Banyak yang meyakini Milan, miminalnya, bisa meramaikan tiga besar klasemen Serie A.
Namun fakta berbicara lain. Kemenangan seakan enggan mendatangi mereka musim ini dan harus terseok-seok, walau hanya masuk 4 besar klasemen. Montella kini telah dipecat dan sosok temperamental, impulsif, dan berkarakter kuat seperti Gattuso, telah menggantikannya.
Berkaca dari beberapa laga di musim ini, Milan terlihat bermain dengan kurang semangat dan gairah, meski di tim itu diisi pemain dengan teknik sepak bola yang mumpuni. Bisakah Gattuso menularkan passion bermainnya itu pada para pemain Milan saat ini dan permainan mereka yang sesungguhnya keluar?
Track record Gattuso yang kurang aduhai sebagai pelatih di beberapa klub bisa jadi akan terulang kembali di Milan. Meski punya potensi, lagipula, tidak ada yang begitu spesial dari polesan Gattuso untuk Milan Primavera musim ini, dan mereka pun tak mendominasi Campionanto Nazionale di bawah asuhan Sang Badak.
Dengan pengalaman dan prestasi yang minim, serta kutukan menggelayut bertemakan bayangan suram ketika legenda-legenda Milan menangani tim itu, tekanan besar akan menghampiri Gattuso. Yang jelas, meski hanya sebatas pelatih sementara atau akan dipermanenkan, Milan tetap mengambil perjudian besar dengan menaruh Gattuso sebagai prima allenatore.
Semoga beruntunglah, legenda!
Author: Haris Chaebar (@chaebar_haris)