Barito Putera mengakhiri kompetisi Go-Jek Traveloka Liga 1 di posisi ketujuh. Menengok ke belakang, ini bukan posisi terbaik Laskar Antasari sejak pertama kali naik ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia pada tahun 2013. Pada musim debut di kompetisi yang waktu itu bernama Liga Super Indonesia, Laskar Antasari menduduki posisi ke-6 dari 18 peserta.
Namun, capaian ini juga sesuatu yang patut disyukuri mengingat pada kompetisi terakhir sebelum Liga 1 berlangsung, yaitu Torabika Soccer Championship 2016, Barito Putera menduduki posisi 16 dari 18 peserta. Menduduki klasemen di posisi 3 terbawah, tim Seribu Sungai terhindar dari degradasi sebab TSC 2016 bukan kompetisi resmi dari PSSI.
Performa tim
Menjalani 34 pertandingan, secara umum Barito Putera tampil lebih baik pada putaran kedua, dibanding putaran pertama. Dari masing-masing 17 pertandingan, pada putaran pertama Barito hanya mengemas 24 poin, sementara pada putaran kedua mampu mengemas 29 poin.
Dalam hal performa di lapangan, Barito Putera sangat stabil, bahkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 di mana Barito mencatatkan posisi terbaiknya. Performa yang stabil di sini maksudnya adalah performa fisik dan konsentrasi bermain selama 90 menit. Sebagai penulis, saya memang tak punya data kuantitatif semisal VO2max pemain untuk menilai ini, tapi kita bisa mengukur dengan variabel yang lain, yaitu bagaimana sebaran gol selama 90 menit permainan.
Tim yang tidak stabil dan payah dari segi fisik, cenderung sudah kelelahan dan hilang konsentrasi pada menit akhir pertandingan sehingga lebih sering kebobolan dan jarang mencetak gol.
Dari data di atas kita dapat membandingkan, pada musim 2013 yang menjadi musim terbaik Barito, Laskar Antasari grafik kebobolannya semakin tinggi sejak menit 31 sampai dengan menit ke-90. Artinya, ada penurunan fisik dan konsentrasi saat semakin mendekati akhir pertandingan. Sementara pada tahun 2017, Barito cenderung lebih stabil, tidak gampang kebobolan pada menit-menit akhir. Data mencetak gol juga mendukung stabilnya performa Barito selama 90 menit.
Hal positif lainnya dalam performa Barito Putera musim ini adalah berkurangnya ketergantungan tim terhadap pemain asing untuk mencetak gol. Pada ISL 2013, 21 dari total 55 gol Barito dicetak Djibril Coulibaly, ISL 2014, 9 dari 23 gol dicetak James Koko Lomell, dan di TSC 2016, 17 dari 40 gol Barito dicetak oleh Luiz Carlos Junior.
Pada musim ini, pencetak gol terbanyak tim yang bermarkas di 17 Mei ini adalah Rizky Rizaldi Pora. Pemain yang sudah membela Barito sejak putaran kedua ISL 2013 itu mencetak 10 dari total 48 gol Barito. Bahkan, pemain belakang Dandi Maulana mampu mencetak 4 gol. Barangkali ini adalah efek dari pindahnya Thiago Cunha ke Thailand saat kompetisi baru berjalan tiga pertandingan, sehingga semua pemain dituntut mampu mencetak gol.
Pindahnya Thiago Cunha ke Thailand hendaknya menjadi pembelajaran bagi manajemen untuk mencari pemain yang berkomitmen terhadap Barito. Meski dilepas baik-baik, kita sempat melihat bahwa skema permainan Barito agak kacau karena ketiadaan penyerang murni.
Ya, benar, memang ada Yongki Aribowo, tapi apa yang bisa diharapkan dari Yongki? Musim ini, ia bermain 323 menit, 3 sebagai pemain utama dan 8 sebagai pemain pengganti, serta gagal mencetak satu gol pun. Kehadiran Willian Lira Souza pada putaran kedua tak banyak membantu.
Memainkan 15 laga, Lira hanya mampu mencetak 3 gol. Raihan yang sangat jelek jika membandingkannya dengan, misalnya, Ilja Spasojevic, di Bhayangkara FC. Penyerang jangkung yang baru dinaturalisasi itu juga masuk pada putaran kedua, sama dengan Lira, namun mampu mencetak 12 gol.
Pemain kunci
Peran vital seorang pemain dapat dilihat dari seberapa sering ia dimainkan oleh pelatih, seperti ditunjukkan oleh grafis di atas. Tak hanya dari segi jumlah menit bermain, Rizki Ripora (10 gol), Douglas Packer (6 gol), Dandi dan Mathias (4 gol), masuk dalam daftar lima pencetak gol terbanyak Barito Putera, tambah Gavin Kwan Adsit dengan 5 gol.
Khusus untuk Mathias Cordoba, pemain asal Argentina itu juga menjadi pemain dengan umpan akurat terbanyak dengan 1.604 umpan sukses selama Liga 1 berlangsung. Torehan yang membuatnya diberi gelar Il Metronome. Sementara Adhitya Harlan, meski pada beberapa pertandingan posisinya digeser oleh kiper pelapis, Sahar Ginanjar, selain merupakan salah satu penampil terbanyak di Barito, juga menjadi kiper dengan penyelaman terbanyak kedua dibanding kiper lainnya di Liga 1. Adhitya Harlan melakukan 95 penyelamatan, hanya berada di bawah M Ridho (Borneo FC) yang melakukan 104 penyelamatan.
Pemain lain yang menjadi kunci permainan tim yang didirikan oleh H. Sulaiman HB ini adalah Hansamu Yama Pranata. Betul bahwa Hansamu tidak mengoleksi menit bermain sebanyak enam pemain di atas. Hal itu disebabkan Hansamu selama bulan Juli-Agustus absen dari Barito karena harus membela timnas. Padahal pada bulan Juli, Barito melakoni 6 pertandingan dan 4 pertandingan pada bulan Agustus. Hansamu sempat dimainkan sekali pada bulan Juli saat melawan Persela Lamongan di Stadion Surajaya.
Pentingnya peran Hansamu tergambar melalui statistik berikut. Pemain asal Mojokerto itu memainkan 1.800 menit dari hasil 20 kali main sebagai pemain utama tanpa pernah sekalipun digantikan. Dari 20 laga yang dimainkan Hansamu, Barito mencatat hasil 9 menang, 4 seri dan 7 kalah. Total 31 poin yang dihasilkan saat Hansamu bermain berarti sama dengan 1,55 poin per pertandingan.
Sementara dari 14 pertandingan tanpa Hansamu, Barito mencatat 5 menang, 4 seri dan 5 kalah. Total 19 poin berarti sama dengan 1,35 poin saja per pertandingan. Dari perbandingan ini jelas Barito cenderung mendapat poin lebih baik jika Hansamu bermain.
Masih belum cukup?
Kita bandingkan jumlah kebobolan gawang Barito Putera saat lini pertahanan dikawal dan tidak dikawal oleh Hansamu. Dari 20 kali Hansamu bermain, gawang Barito kebobolan 24 kali, sama dengan 1,2 gol per pertandingan. Saat 14 kali tak bermain, tim asuhan Jacksen Thiago kebobolan 20 kali, sama dengan 1,4 gol per pertandingan.
Artinya, Barito cenderung kebobolan lebih sedikit gol ketika Hansamu bermain. Jangan lupakan fakta bahwa ketika Barito Putera dicukur Bali United 5-0, kekalahan terbesar Barito musim ini, juga terjadi saat Hansamu tidak bermain.
Kesimpulan
Posisi ke-7 jelas melenceng dari target manajemen yang menginginkan duduk di posisi 5 besar. Namun mengingat beberapa aral seperti hengkangnya Thiago Cunha saat kompetisi baru berjalan tiga pertandingan, dipanggilnya Hansamu dan Gavin ke timnas selama bulan Juli-Agustus, rasanya berada di posisi 7 sudah cukup lumayan.
Musim depan Barito Putera mengusungkan target juara sebagai ulang tahun ke-30 klub sejak lahir tahun 1988. Berdasarkan catatan di atas, beberapa persiapan mutlak dilakukan untuk memenuhi target. Pertama, memastikan pemain-pemain kunci dipertahankan. Kedua, mengikat pemain yang benar-benar berkomitmen dan tidak seenaknya meninggalkan tim. Terakhir, mendepak pemain nir kontribusi dan menggantinya dengan pemain yang lebih kompetitif.
Author: dr. Agi Ramadhani Gustisiya (@Agiramadhani)