Turun Minum Serba-Serbi

Beberapa Kompetisi Sepak Bola Dunia dengan Peraturan Aneh

Beberapa waktu lalu, sepak bola Indonesia sempat dihebohkan dengan adanya dagelan play-off Liga 2 antara Persewangi Banyuwangi dan PSBK Blitar. Play-off yang diada-adakan ini terjadi ketika PT. Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penyelenggara kompetisi sepak bola nasional melakukan blunder dalam penghitungan klasemen Liga 2.

Alih-alih memperbaiki situasi, PSSI justru memperkeruh dengan mengadakan laga play-off yang tak perlu. Alhasil, pertandingan play-off antara Persewangi dan PSBK tersebut berjalan dengan tensi tinggi dan diwarnai banyak kejadian tidak sportif.

Peraturan aneh dalam kompetisi sepak bola tentu tak hanya ini saja, masih ada contoh lain seperti kewajiban memainkan pemain berusia di bawah 23 tahun di kompetisi Liga 1. Kebijakan ini pada dasarnya baik, namun pada penerapannya, PSSI sendiri yang merusak kebijakan ini. Kalender internasional yang bertabrakan dengan kompetisi lokal menyebabkan peraturan ini harus dicabut ditengah-tengah kompetisi!

Kompetisi sepak bola di Indonesia memang memiliki beberapa peraturan aneh bin ajaib, namun kita patut senang karena tak hanya Indonesia saja yang memiliki peraturan tak masuk akal di kompetisi sepak bola lokalnya. Berikut ini adalah beberapa kompetisi sepak bola yang memiliki peraturan aneh:

Major League Soccer (Amerika Serikat)

Sebagian pembaca mungkin paham dengan sistem konferensi Barat dan Timur yang ada di NBA, kompetisi basket di Amerika Serikat. Ada dua klasemen yang memisahkan beberapa tim sesuai dengan letak geografis mereka di negara tersebut. Nah, kompetisi sepak bola di Negeri Paman Sam itu memakai format yang sama dengan NBA.

Ada 20 tim dalam liga, dan masing-masing 10 ditempatkan dalam klasemen “Barat” atau “Timur”. Persis dengan NBA, kompetisi pun terbagi dua kali. Yang pertama adalah musim reguler, yang mana masing-masing tim di tiap konferensi akan bertemu layaknya kompetisi liga sepak bola biasa.

Saat musim reguler berakhir, kedua klasemen akan digabungkan, dan klub dengan poin terbanyak akan mendapatkan trofi yang bernama “Supporter Shield”, namun layaknya NBA, trofi yang utama adalah trofi yang akan didapatkan di babak play-off.

Enam tim terbaik di masing-masing klasemen akan adu kekuatan di konferensi mereka, sebelum tim terbaik di satu konferensi akan berkompetisi di babak final. Seperti nama sepak bola di Amerika, negara adidaya tersebut sepertinya memang ingin berbeda sendiri dari negara-negara lainnya.

Eerste Divisie (Belanda)

Divisi dua Liga Belanda ini sebenarnya memiliki peraturan yang cukup normal, setidaknya hingga musim reguler berakhir. Kompetisi ini, selayaknya divisi dua di kompetisi sepak bola lainnya, akan menentukan klub mana yang promosi ke level tertinggi.

Ketika musim reguler berakhir, klub yang menempati posisi puncak akan langsung promosi ke Eredivisie. Nah di sini kemudian keanehan dimulai. Biasanya, hanya empat tim teratas yang akan menjalani laga play-off, selayaknya di Liga Inggris, namun di Eerste Divisie, ada sepuluh tim yang mengikuti babak play-off!

Penentuannya pun agak tidak masuk akal, seperti klub yang memiliki rekor terbaik di sembilan matchday. Peraturan yang dikenal sebagai Periodes ini terasa tidak adil bagi klub yang finis di atas, namun kompetisi pun setidaknya jadi berlangsung lebih lama. Meskipun begitu, menyusul buruknya performa timnas Belanda dan jarangnya klub Belanda yang berprestasi di kancah Eropa, membuat KNVB (PSSI Belanda) ingin membuat Eredivisie memiliki peraturan serupa.

Jupiler Pro League (Belgia)

Tak mau kalah dengan tetangganya yang disebutkan sebelumnya, kompetisi liga sepak bola di Belgia pun memiliki peraturan yang tak kalah aneh. Jupiler Pro League, atau divisi utama liga sepak bola Belgia, memiliki peraturan yang cukup mirip dengan Eerste Divisie.

Pada awalnya, 16 klub akan saling berhadapan dua kali di musim reguler, masih terasa normal bukan? Nah, setelah musim reguler berakhir, akan diadakan babak play-off untuk menentukan siapa juara umum, tiket menuju kompetisi Eropa, serta degradasi. Anehnya adalah, babak play-off dimulai dengan membagi dua total raihan poin klub-klub di musim reguler!

Apabila setelah dibagi dua angkanya tidak bulat, maka akan dibulatkan ke angka yang lebih besar. Sebagai contoh, Anderlecht mendapat 61 poin di musim reguler, saat babak play-off, poin Anderlecht adalah 31 karena 61 dibagi dua adalah 30,5 dan angka tersebut dibulatkan ke nomina terdekat yang lebih besar.

Kekonyolan sistem pembagian poin ini sangatlah absurd, mengingat klub yang meraih poin banyak di musim reguler akan sangat rugi. Keanehan tak berhenti di situ. Babak play-off dipecah menjadi dua, yang pertama untuk tim urutan satu sampai enam, dan yang satunya tujuh sampai 15. Urutan 16 langsung terdegradasi.

Masing-masing tim akan bertemu dua kali lagi di babak play-off, dan juara di play-off satu akan dinobatkan sebagai juara, urutan kedua mendapatkan tiket play-off Liga Champions, urutan tiga akan mendapat tiket Liga Europa, dan urutan empat akan berhadapan dengan pemenang play-off dua untuk memperebutkan tiket play-off Liga Europa.

Tak berhenti di situ, play-off dua pun dipecah menjadi dua grup, dan pemenangnya akan ditentukan di sistem knock-out. Memusingkan? Memang. Meskipun begitu, sistem pembagian poin ini juga dapat ditemui di Liga Polandia dan Kazakhstan.

Peruvian Primera Division (Peru)

Negara-negara di Amerika Selatan membagi kompetisi liganya menjadi dua sesi (musim), yaitu apertura (pembuka) dan clausura (penutup). Format ini lazim di Amerika Selatan mengingat cuaca yang ekstrem di sana. Meskipun begitu, di Divisi Utama Liga Peru, ada perbedaan dalam penerapan juara di liga sepak bola mereka.

Biasanya, juara umum akan dibagi menjadi dua, juara apertura dan juara clausura. Kalaupun hanya ada satu juara, biasanya urutan pertama dari masing-masing sesi akan bertanding dalam laga dua leg, kandang dan tandang. Namun, penerapannya tak seperti itu di Peru.

Di negara yang tengah bertanding dengan Selandia Baru untuk memperebutkan tiket Piala Dunia 2018 ini, juara umum akan ditentukan melalui laga dua leg yang ditentukan bukan oleh agregat skor, melainkan total poin. Sistem poinnya sama, namun jika kedua tim seri setelah babak play-off ini, maka akan ada laga ketiga yang berlangsung di tempat netral.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket