Kemenangan 2-0 Semen Padang atas PS TNI, Minggu kemarin (12/11), terasa hambar, karena kemenangan tersebut sejatinya belum cukup untuk menyelamatkan mereka dari degradasi, karena Perseru Serui secara mengejutkan mampu meraih poin penuh di Bandung, sesuatu yang dalam beberapa tahun terakhir terlihat mustahil. Hasil di Bandung tersebut memastikan Semen Padang akan berkompetisi di Liga 2 musim depan.
Mari kita mundur jauh sejenak menuju tahun 2012, tepatnya tanggal 13 Mei 2012. Tanggal tersebut adalah tanggal yang selalu pasti ingin dilupakan oleh pendukung Villarreal di seluruh dunia. Bagaimana tidak, pada hari itu, The Yellow Submarine harus turun kasta setelah 13 tahun berlaga di divisi teratas Liga Spanyol.
Hal itu seolah menjadi sebuah ironi, karena enam tahun sebelumnya tim yang bermarkas di El Madrigal ini merupakan semifinalis Liga Champions, sebelum langkah mereka dihentikan Arsenal musim itu. Kondisi Villarreal saat itu tak jauh berbeda dengan Semen Padang saat ini, sebab kedua tim sama-sama harus menunggu hingga hari terakhir liga untuk menentukan nasib mereka.
Pada hari itu, Villarreral hanya terpaut satu poin dari jurang degradasi. Marcos Senna dan kolega harus menjamu sang juara Liga Europa saat itu, Atletico Madrid. Saat mereka hanya membutuhkan hasil imbang untuk bertahan, di menit 88, gawang Diego Lopez harus kebobolan dan dua menit kemudian, di lapangan lain, Rayo Vallecano sukses mencetak gol ke gawang Granada, yang berarti Villarreal harus berpisah dengan La Liga di musim 2012/2013.
“Aku tak percaya, aku tak percaya, hanya dalam lima menit kami merasakan sakit hati yang teramat sakit”, ungkap kesedihan Wakil Presiden Villareal, Jose Manuel Llaneza.
Ada kemiripan kondisi antara Kabau Sirah musim ini dengan The Yellow Submarine lima tahun lalu. Di musim sebelumnya, kedua tim ini begitu meyakinkan, Villarreal saat itu lolos ke Liga Champions, sedangkan Semen Padang dalam konteks yang lebih kecil, merupakan semifinalis turnamen pramusim yang diikuti oleh tim-tim terbaik di Indonesia. Bahkan, Villarreal dan Semen Padang dalam waktu kurang dari 10 tahun sebelum terdegradasi mampu berprestasi baik di kancah internasional.
Begitu pula dari segi materi pemain, Villarreal saat itu diperkuat oleh nama-nama yang tak bisa dibilang biasa saja. Sebut saja nama-nama seperti Marcos Senna, Borja Valero, Jonathan De Guzman dan wonderkid, Matteo Musacchio. Begitupun dengan Semen Padang, nama-nama seperti Irsyad Maulana, Riko Simanjuntak serta Vendry Mofu bukan pemain sembarangan. Namun, nama-nama besar tersebut tak mampu membuat tim yang mereka bela berprestasi, alih-alih berprestasi, tim yang mereka bela justru terdegradasi.
Belajarlah dari Villarreal
Setelah dipastikan degradasi, Villarreal pun harus ditinggal pemain-pemain mereka. Hal itu lumrah terjadi pada tim yang terdegradasi. Tercatat , Villarreal melepas 14 pemain mereka saat itu, nama-nama besar seperti: Borja Valero, Diego Lopez, Nilmar, serta Giuseppe Rossi pun meninggalkan El Madrigal.
Nama-nama seperti Marcel Sacramento, Cassio de Jesus, atau bahkan bintang lokal seperti Vendry Mofu dan Riko Simanjuntak bukan tidak mungkin akan hengkang dari Padang, demi menyelamatkan karier mereka.
Permasalahan finansial pun membuat Villarreal memutuskan untuk tidak berbelanja, dengan alasan untuk menyeimbangkan kondisi finansial klub. Mereka hanya memanggil pemain-pemain yang mereka pinjamkan musim sebelumnya dan mendatangkan pemain berpengalaman, Olof Melberg, untuk mengangkat mental pemain. Hal lain yang dilakukan oleh manajemen Villarreal adalah mempertahankan pemain senior seperti Marcos Senna dan Bruno, serta menjaga pemain muda potensial mereka, Matteo Musacchio.
Lalu apa yang terjadi? Villarreal hanya satu musim bermain di Segunda Division, dan musim 2013/2014 mereka kembali ke La Liga, setelah menjadi runner-up Segunda Division di bawah Elche. Pada musim berikutnya, bersama pelatih Marcelino Garcia Toral, Villarreal sukses dibawanya ke peringkat ke-6 di musim pertama keikutsertaan mereka di La Liga setelah terdegradasi. Bahkan di musim 2015/2016, Marcelino sukses membawa Villarreal duduk di posisi empat, yang berarti mereka memperoleh satu tiket kualifikasi Liga Champions.
Dari cerita di atas, Semen Padang perlu belajar dari Villarreal. Ada kala di mana suatu tim harus terpuruk, dan yang terburuk adalah terdegradasi, seperti yang dirasakan Semen Padang musim ini. Namun, Villarreal menjadikan degradasi tersebut sebagai momentum untuk bangkit kembali, dengan “membuang” pemain-pemain bergaji tinggi yang minim kontribusi untuk menstabilkan finansial klub. Lalu mempertahankan pemain yang bisa mereka pakai dalam jangka panjang serta menunjuk pelatih yang tepat. Kebijakan tersebut membuat mereka kembali menjadi kekuatan besar lagi di Spanyol.
Degradasi memang suatu bencana, namun, bencana itu bukan untuk ditangisi terus-terusan, tapi dapat dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi agar lebih baik lagi.
Bangkitlah Kabau Sirah! Jangan berlama-lama di Liga 2!
Author: Ashiddiq Adha (@kudiak)
Penulis adalah seorang mahasiswa tingkat akhir, merangkap pendukung Semen Padang