Melawan West Ham United, Jürgen Klopp mencoba pendekatan baru. Liverpool bermain dengan skema dasar 4-4-2 dengan beberapa variasi. Menurut Klopp, ide ini baru ia latih selama satu hari dan dirinya sendiri “sedikit terkejut” dengan hasil yang tersaji di atas lapangan. Apakah skema baru Klopp memang menyimpan sebuah potensi? Mari kita raba.
Selama ini, terutama ketika melatih Liverpool, pelatih asal Jerman tersebut memegang pakem skema 4-3-3. Beberapa perubahan terjadi, misalnya menjadi 4-5-1 ketika bertahan. Salah satu ciri yang tentu selalu segar dalam ingatan adalah The Reds hampir selalu bermain dengan intensitas tinggi. Sepak bola dengan oktan tinggi.
Dengan skema dasar tersebut, Liverpool cukup sering bermain dengan garis pertahanan tinggi dan menekan lawan di wilayah mereka sendiri. Counter-pressing menjadi salah satu senjata Klopp untuk memenangi bola sesegera mungkin setelah kehilangan penguasaan. Dengan cara bermain seperti itu, ketika berada dalam performa terbaik, Liverpool menjadi salah satu klub yang paling atraktif dan enak ditonton.
Namun, sayangnya, pendekatan seperti dijelaskan di atas bukan cara bermain yang mudah untuk dipertahankan konsistensinya. Selain intensitas yang cukup tinggi, ketika lawan bisa mengatasi counter-pressing, Liverpool sangat sering berada dalam situasi yang merugikan mereka. Salah satunya adalah ketika dibantai Tottenham Hotspur dengan skor 4-1.
Oleh sebab itu, demi ide besar “memperkuat pertahanan”, Klopp mengubah skema menjadi 4-4-2. Skema baru ini, luar biasanya baru satu hari diterapkan di lapangan latihan, dan sudah digunakan ketika melawan West Ham. Memang, lawan The Reds ‘hanya’ West Ham. Namun, mengubah skema tanpa persiapan matang tentu sebuah perjudian.
Dan memang Klopp sendiri terkejut. Mantan pelatih Borussia Dortmund tersebut justru mendapati Liverpool semakin berbahaya ketika menyerang. Padahal sebelumnya, ia hanya ingin skuat Liverpool punya fondasi cara bertahan yang lebih baik. Seperti apa bentuk skema dasar yang baru dari Liverpool? Perhatikan grafis di bawah ini:
Penempatan posisi pemain di dalam grafis tersebut dibuat berdasarkan rata-rata posisi yang dicatat oleh WhoScored.. Dari grafis terlihat Mohamed Salah tang tak selalu bermain sejajar dengan Roberto Firmino. Pemain asal Mesir tersebut lebih banyak menempati posisi gelandang serang (#10), sebuah peran yang banyak ia mainkan ketika masih berseragam Fiorentina.
Pemain yang juga pernah berseragam AS Roma tersebut seperti menjadi jembatan antara lini yang ditempati Sadio Mane dan Alex Oxlade-Chamberlain dan lini di belakangnya lagi, yang banyak berdiri di depan bek tengah, yang diisi Georginio Wijnaldum dan Emre Can.
Perlu menjadi catatan bahwa baik Mane maupun Chamberlain tidak bermain seperti layaknya pemain sayap konvensional. Keduanya lebih seperti wide midfielder yang banyak bermain ke tengah untuk menjaga kompaksi tim, baik vertikal maupun horizontal. Terutama, untuk membantu kedua bek sayap dan menjaga jarak dengan Wijnaldum dan Can.
Wijnaldum dan Can sendiri banyak berdiri di depan bek tengah, membuat mereka seperti gelandang bertahan ganda (#6). Maka, dengan penjelasan di atas, Liverpool bisa juga disebut bermain dengan skema 4-2-3-1 atau 4-2-4. Memang, dari skema 4-4-2 bisa diturunkan ke skema 4-2-3-1 atau 4-2-4 menyesuaikan dengan situasi pertandingan tentu saja.
Pendekatan baru dan potensi
Dengan skema seperti di atas, ide sederhana Klopp adalah Liverpool lebih dalam ketika bertahan (dan disiplin), sehingga para penyerang (empat pemain di depan, yaitu Mane, Chamberlain, Salah, Firmino), bisa memanfaatkan ruang yang didapat ketika serangan balik. Kecepatan masing-masing akan sangat bermanfaat tentunya.
Ketika bertahan lebih dalam, dua gelandang bertahan menjadi tidak terlalu terekspose karena jarak antar-lini yang berdekatan. Oleh sebab itu, akibatnya, bek tengah pun mendapatkan “pemain tambahan” untuk membantu mereka bertahan. Baik Wijnaldum maupun Can punya postur fisik yang baik, sehingga di depan kotak penalti terlihat penuh.
Nah, dengan bertahan lebih dalam, artinya Liverpool memaksa lawan untuk menaikkan garis pertahanan. Tujuannya, tentu supaya lawan bisa mendekati gawang Liverpool. Pada situasi ini, Liverpool baru akan bereaksi memberikan tekanan ketika lawan benar-benar melewati area tengah. Sehingga, ruang di belakang pertahanan lawan akan cukup lebar. Situasi inilah yang diincar.
Pendekatan Klopp yang baru ini sebenarnya sangat sederhana, yaitu bertahan sebaik (rapat) mungkin, pancing lawan untuk sedikit naik, dan lakukan serangan balik secepatnya. Meski terlihat sangat sederhana, namun skema ini punya potensi besar. Mengapa?
Karena pertama, sesuai dengan karakteristik pemain-pemain Liverpool. Tak hanya penyerang saja, kedua bek sayap juga punya kecepatan. Kelebihan ini bisa membantu mereka segera kembali ke ruang-ruang yang sudah ditentukan untuk bertahan atau sesegera mungkin naik untuk serangan balik.
Karakteristik para pemain Liverpool lainnya yang akan bisa dimaksimalkan adalah teknik umpan (vertikal). Deretan gelandang dan penyerang Liverpool adalah pengumpan yang cakap. Selain Wijnaldum dan Can, Jordan Henderson, Adam Lallana, dan Philippe Coutinho punya teknik umpan di atas rata-rata. Umpan-umpan vertikal dan diagonal mereka bisa menjadi cara untuk serangan balik.
Alasan kedua mengapa skema ini punya potensi besar adalah Liverpool lebih “nyaman” ketika bertahan. Selama ini, lini pertahanan Liverpool sangat tidak konsisten, terutama mengamankan ruang di belakang garis pertahanan. Dengan garis pertahanan tinggi, Liverpool sangat kesulitan menghadapi umpan terobosan, baik datar atau melambung.
Dengan bertahan lebih dalam, ruang para bek untuk berlari ke belakang lebih sempit. Artinya, segala umpan melambung ke daerah di belakang bek bisa diantisipasi oleh kiper. Ketika bisa nyaman ketika bertahan, sebuah tim tentu lebih “tenang” ketika melakukan serangan balik.
Kelemahan
Dengan berkurangnya gelandang sentral (bertahan), Liverpool tak melulu bisa mempertahankan penguasaan bola. Salah satu masalah yang masih nampak ketika mengalahkan West Ham adalah Liverpool kesulitan menciptakan peluang berbahaya dari situasi permainan terbuka. Masalah ini mungkin akan semakin terasa ketika melawan tim yang juga sama bertahannya seperti Liverpool.
Jadi, ada kemungkinan, Klopp akan memilih skema ini ketika melawan tim-tim yang satu level atau yang jauh lebih baik. Tentu, pengalaman ketika dibantai Manchester City dan Spurs adalah pengingat yang baik.
Kesimpulannya, Klopp punya satu ide dengan potensi besar. Salah satu kerja selanjutnya adalah membuat Liverpool semakin klinis dan efisien ketika serangan balik. Seperti Real Madrid musim lalu. Meskipun cara bermainnya sangat sederhana, namun Madrid begitu efisien ketika mendapatkan peluang.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen