Pembinaan usia muda provinsi Jawa Barat tengah mengalami masa-masa yang sangat manis. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tanah Pasundan berhasil mendominasi kompetisi usia muda di kancah sepak bola Indonesia. Dimulai dari keberhasilan mereka meraih Piala Menpora dalam tiga tahun beruntun, di mana kesuksesan termutakhir berhasil dilakukan oleh Fanshop FC asal kota Bandung.
Jawa Barat juga berhasil menjadi raja di tanah sendiri setelah meraih medali emas di ajang Pekan Olahraga Nasional yang digelar tahun 2016 lalu. Mereka berhasil mengalahkan provinsi Sulawesi Selatan di partai final setelah melalui babak adu penalti. Yang terbaru, tim usia 15 tahun Jawa Barat berhasil meraih gelar juara Piala Soeratin setelah berhasil mengalahkan tim Sumatera Utara di partai final.
Bahkan, Jawa Barat bisa saja menambah kesuksesan mereka seandainya tim muda Persib Bandung berhasil meraih gelar juara Liga 1 U-19. Hingga tulisan ini ditulis, tim Maung Ngora sudah melaju hingga babak semifinal dan akan berhadapan dengan Borneo FC, yang dalam beberapa tahun terakhir juga berhasil menelurkan bakat-bakat hebat.
Sukses besar di level usia muda, namun masih menjadi pertanyaan besar apakah bakat-bakat sepak bola Jawa Barat akan mengulangi kesuksesan yang sama ketika berada di level senior. Ini merupakan pertanyaan yang hampir serupa dengan situasi dan kondisi yang terjadi terhadap bakat-bakat sepak bola Inggris yang sudah diketahui mengalami kesuksesan besar sepanjang tahun 2017 ini.
Soal zona nyaman yang luar biasa
Zona nyaman menjadi kesamaan permasalahan yang dialami oleh bakat-bakat asal Inggris dan bakat yang diproduksi oleh Jawa Barat. Tahapan zona nyaman ini bukan saja soal bermain di “rumah” sendiri. Ini juga menyangkut permasalahan lain, mulai dari suhu yang sejuk di mayoritas wilayah Jawa Barat yang merupakan daerah pegunungan. Anda mesti mengetahui bahwa permasalahan soal suhu inilah yang terkadang membuat orang-orang asal Jawa Barat sedikit enggan untuk bertualang ke tempat lain.
Soal bagaimana kemapanan infrastruktur kehidupan yang kemudian juga membuat para pemain sulit untuk pergi. Infrastruktur kehidupan yang dimaksud adalah mulai dari sinyal telepon seluler dan akses komunikasi lain, serta fasilitas-fasilitas yang masih sulit ditemukan di wilayah lain. Kedekatan dengan ibu kota di Jakarta juga membuat segala sesuatunya menjadi tidak terlalu sulit.
Soal filosofi kehidupan masyarakat Sunda juga menjadi pengaruh lain. Ada kecenderungan yang berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Orang Sunda lebih senang untuk mendiami lama daerah mereka sendiri. Ada eksplorasi yang dilakukan, tetapi tetap dalam situasi atau habitat yang tidak jauh berbeda. Ini tentunya berlainan dengan yang terjadi terhadap suku-suku di pulau Sumatera atau daerah lain di wilayah Indonesia bagian timur yang bahkan bisa pergi jauh dari daerah asalnya.
Kejadian ini hampir serupa dengan yang terjadi di Inggris. Ketimbang mesti pindah, tak perlu jauh-jauh, ke Spanyol misalnya, yang suhu dan cuacanya yang lebih panas, para pemain asal Inggris tentu lebih senang bertahan di daerah mereka dengan segala gemerlap dan kemajuan teknologinya.
Juga soal kesamaan sikap terhadap para pesepak bola antara Inggris dan Jawa Barat. Karena iklim sepak bola di Jawa Barat sudah terbentuk dengan baik, maka ada apresiasi yang besar terhadap mereka-mereka yang kemudian memilih untuk terjun ke dunia si kulit bundar. Anda bisa melihat para pesepak bola begitu dipuja di dua daerah tersebut, baik di Jawa Barat ataupun di Inggris.
Hal ini kemudian terbantu dengan kepadatan penduduk yang tinggi di kedua daerah ini, sehingga kemungkinan Anda memiliki penggemar setia sangatlah besar. Anda mesti mengetahui bahwa pemain-pemain seperti Ahmad Basith atau Angga Febriyanto yang minim menit bermain di Persib Bandung, bahkan memiliki akun resmi para penggemar mereka sendiri di media sosial.
Fenomena ini nyatanya tidak terlalu berpengaruh baik karena hal tersebut yang kemudian membuat para pemain asal Inggris dan Jawa Barat tidak merasa perlu membuktikan diri karena mereka mendapatkan perhatian yang sangat besar.
Kesulitan untuk bermain di tim utama Persib juga menjadi masalah lain. Ditambah keterkaitan dengan zona nyaman yang ada, terkadang bakat-bakat muda asal Jawa Barat kemudian lebih memilih untuk bertahan di Persib meskipun minim menit bermain.
Anda sudah melihat daftar panjangnya, bakat-bakat yang kemudian layu karena kelamaan dipendam di bangku cadangan. Mulai dari Munadi, Jejen Zaenal Abidin, hingga bek sayap potensial, Jajang Sukmara. Bahkan harus diakui bahwa Gian Zola, playmaker muda berbakat itu, bisa saja berakhir di nasib yang sama apabila tidak segera “diselamatkan” dari skuat Persib yang terlalu penuh sesak ini.
Tetapi, bisa saja tren yang terjadi akan berbeda di masa-masa mendatang. Seperti yang sudah diketahui, setahun belakangan ini, bakat-bakat asal Jawa Barat mulai memberanikan diri berkelana ke daerah-daerah lain. Mulai dari mantan kapten tim PON Jawa Barat, Abdul Aziz Luthfi, yang kini tengah meniti karier bersama Borneo FC. Pun dengan Heri Susanto dan Alfath Fathier, yang tampil memukau bersama Persiba Balikpapan. Atau bek kiri, Zalnando, yang kini berseragam Sriwijaya FC.
Baca juga: Abdul Aziz Luthfi: Eks Pemain Futsal dan Calon Bintang Timnas
Daftar ini juga termasuk dengan Rudiyana yang akhirnya memberanikan diri bertualang ke Persis Solo. Rudi kini menjadi andalan tim asal Jawa Tengah tersebut dan berpeluang membawa Persis promosi ke Liga 1.
Hal ini juga serupa dengan bakat-bakat asal Inggris yang sudah mulai memberanikan diri bermain di wilayah-wilayah di luar Inggris. Salah satu yang terbaru tentunya adalah Jadon Sancho yang mendarat di Borussia Dortmund serta bek muda milik West Ham United, Reece Oxford, yang dipinjamkan ke Borrusia Mönchengladbach.
Jadi, akankah nasib baik menaungi bakat-bakat muda Jawa Barat dan Inggris di tahun depan?
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia