Eropa Inggris

Dilema Produk-Produk Akademi Manchester City

Manchester City membangun masa depan klub mereka dengan sangat baik. Bukan hanya menggolontorkan uang untuk mendaratkan pemain-pemain ternama, City juga mengalokasikan dana besar untuk membangun akademi dengan fasilitas kelas satu dan ditangani oleh pelatih-pelatih berpengalaman.

Dalam beberapa tahun terakhir, akademi Manchester City diminati oleh banyak orang, dan menjadi salah satu yang terbaik di Inggris. Jadon Sancho yang baru saja bergabung ke  Borussia Dortmund adalah salah satu alumnus akademi Manchester City.

Dalam tiga tahun ke belakang, akademi Manchester City selalu berhasil melaju ke final Piala FA usia muda. Bahkan tim muda City berhasil membantai tim muda rival sekota mereka, Manchester United, dengan skor telak 9-0 tahun 2016 lalu. Tambahan fakta bahwa beberapa eks pemain United lebih memilih menitipkan putranya di akademi City, membuktikan bahwa akademi Manchester Biru punya kualitas.

Sejak dana besar diinvestasikan dari Timur Tengah, akademi City berada di level yang berbeda dengan kebanyakan akademi lain di Inggris sana. Saat kebanyakan tim muda dan akademi hanya memiliki pelatih yang sepanjang kariernya hanya menangani tim muda, dalam beberapa periode, pelatih akademi City boleh dibilang berada di jajaran top. Misal beberapa nama tersebut adalah Attilo Lombardo, Patrick Vieira, dan kini Gareth Taylor.

Tetapi mengapa akademi City tidak terlalu terdengar gaungnya?

Rasanya minim sekali kita melihat produk akademi City berlaga di level kompetisi tertinggi. Akademi mirip dengan sebuah kebun. Tentu apabila benar-benar bagus, maka buah atau hasil panennya tentu akan terlihat bukan? Sebagai contoh kecil, andai akademi City memang betul-betul berkualitas, tentu Pep Guardiola tidak akan sampai frustasi mencari pemain belakang yang sesuai. Sampai-sampai berniat membajak alumnus akademi United, Jonny Evans.

Boleh jadi alasan tersebut perihal tekanan dan soal visi yang dimiliki oleh klub itu sendiri. Sejak mengecap manisnya gelar juara Liga Primer Inggris pada tahun 2012 lalu, City tentu menginginkan bisa terus melakukannya lagi. Terlebih mereka juga semakin hari semakin baik dan bisa melaju jauh di kompetisi Eropa.

Dengan target dan ekspektasi seperti demikian, maka memang yang dibutuhkan adalah para pemain yang sudah siap bertarung. Dengan kata lain adalah para pemain yang sudah jadi. Imbasnya, para pemain yang baru saja promosi dari tim muda akan kesulitan bersaing. Anda baru akan mendapatkan kesempatan andai Anda benar-benar hebat.

Kelechi Iheanacho adalah contoh terbaik. Ia merupakan produk akademi City yang memiliki kualitas baik setelah sekian lama tak menghasilkan nama pemuda berkualitas. Persaingan dan target tinggi yang dipasang oleh klub kemudian membuatnya mesti terlempar ke Leicester City. Padahal pada awal penampilannya, Iheanacho disebut-sebut bisa jadi lebih hebat ketimbang Marcus Rashford. Sementara yang terjadi saat ini, Iheanacho justru tersingkir. Di lain pihak, Rashford bahka di usianya yang baru 19 tahun ini sudah jadi andalan bukan hanya di klubnya Manchester United tetapi juga di timnas Inggris.

Tetapi ini bukan berarti akademi City tidak berkualitas. Mereka membutuhkan waktu untuk bisa berkembang dengan lebih baik lagi. Mesti diingat, sistem di akademi City baru membaik setelah kedatangan investor dari Timur Tengah. Sementara sistem yang ada misal, di Manchester United, sudah ada dalam waktu yang lebih lama. Boleh jadi City baru akan memetik buah dari kerja panjang ini dalam beberapa tahun ke depan.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia