Bicara tentang sepak bola Swedia, ingatan para pencinta sepak bola masa kini pasti akan tertuju ke Zlatan Ibrahimović. Namun, jauh sebelum sang raksasa berjuluk Ibrakadabra itu tenar, ada sosok lain yang menjadi pujaan publik Swedia, yaitu Gunnar Nordahl.
Lahir pada hari ini, 96 tahun yang lalu, Gunnar Nordahl (dibaca: Gonar Nudal) terkenal dengan ketajamannya di kotak penalti lawan semasa membela AC Milan. Dari 291 pertandingan yang dilakoninya, ia mencetak 225 gol, yang membuatnya sebagai pemain asing tersubur di Serie A.
Berkat produktivitasnya ini, Nordahl sukses mempersembahkan dua Scudetti, dua trofi Liga Champions, plus mendapat predikat Pluricapocannoniere setelah menjadi top skor selama lima kali. Itu dilakukannya secara beruntun dari musim 1949/1950 hingga 1953/1954, dan musim 1952/1953 sampai 1954/1955. Hanya di musim 1951/1952 saja ia gagal menjadi Capocannoniere karena kalah empat gol dari John Hansen, penyerang Juventus.
Ketika berada di lapangan, Nordahl terkenal sebagai pemain dengan bangu tubuh yang kuat. Seorang predator kotak penalti dengan insting mencetak gol yang tinggi. Di musim pertamanya saja, ia dapat melesatkan 35 gol, yang menjadi rekor gol dalam semusim di Serie A, sebelum disalip Gonzalo Higuaín yang mengemas 36 gol di Napoli pada musim 2015/2016. Dari 35 golnya itu, 11 di antaranya dicetak lewat tendangan voli.
Bermula dari jala gawang yang robek
Ketajaman Nordahl sudah dikenal sejak ia masih kecil. Lahir dari keluarga miskin yang memiliki 10 anak, Nordahl menjadi salah satu dari lima anak laki-laki di keluarga itu yang menjadi pesepak bola profesional. Ia juga pernah bekerja di tempat pembuatan bir untuk membantu perekonomian keluarganya.
Tim pertama yang menikmati daya dobrak Nordahl adalah Hörnefors, yang menjadi klub juniornya. Dari 41 pertandingan yang dijalaninya, pemain setinggi 182 sentimeter ini mencetak 68 gol! Bak gayung bersambut, Degerfors yang bermain di kasta tertinggi sepak bola Swedia pun kemudian memboyongnya.
Hebatnya, meski harus menghadapi lawan-lawan yang jauh lebih kuat, Nordahl tetap tak kehilangan sentuhan terbaiknya. Selama empat musim berseragam Degerfors, ia mencetak 56 gol dari 77 laga. Salah satu gol terbaiknya dicetak ke gawang Malmö yang menjadi dongeng legendaris di kota tersebut.
Sebuah tendangan yang sangat keras tak hanya berbuah gol bagi Degerfors, tapi tendangan tersebut sampai membuat jala gawang Malmö robek, dan bola terus meluncur hingga ke bangku penonton. Gol itulah yang membuat Malmö tertarik untuk mendatangkan Nordahl, tetapi mereka harus gigit jari karena kalah bersaing dengan Norrköping.
Malmö dan Norrköping yang sama-sama menjadi kekuatan besar di Swedia saat itu bersaing ketat untuk mendapatkan Nordahl, tetapi klub yang disebutkan terakhir menjadi pemenang dari saga itu, karena dalam kontraknya menawari Nordahl pekerjaan sampingan sebagai petugas pemadam kebakaran.
Sebuah keputusan yang tepat bagi Nordahl, karena di Norrköping namanya semakin melambung tinggi. Selama empat musim berturut-turut ia membawa klubnya juara, juga menjadi top skor liga di tiap musimnya. 87 gol dicetaknya dari 85 pertandingan selama membela Norrköping, dan tujuh di antaranya dicetak saat menghancurkan Djurgården dengan skor 11-1.
Rekor yang pecah di kaki Francesco Totti
Berita mengenai ketajaman Nordahl kemudian sampai di telinga para petinggi AC Milan, dan pada Januari 1949 kesepakatan itupun terjalin. Tak butuh waktu lama bagi Nordahl untuk unjuk gigi, karena di laga debutnya ia langsung mencetak gol saat Milan mengalahkan Pro Patria dengan skor 3-2.
Nordahl memang luar biasa. Di musim pertamanya merantau ke luar negeri, ia langsung mencetak 16 gol dari 15 penampilan dalam separuh kompetisi. Milan pun langsung bergegas memberinya kontrak baru, padahal sang pemain baru bergabung selama enam bulan.
Wajar memang jika manajemen Milan begitu ngotot untuk memagari pemainnya yang satu ini, karena Nordahl adalah awal dari terbentuknya trio GreNoLi di I Rossoneri. Semusim setelah kedatangan Nordahl, Gunnar Gren dan Nils Liedholm datang untuk membentuk trio Swedia di Milan, yang berjaya di Serie A dan Eropa selama delapan musim lamanya.
Dari ketiganya, Nordahl menjadi pemain yang paling menonjol dalam urusan menjebol gawang lawan. Ia menjadi pencetak gol terbanyak kedua Serie A sepanjang masa di bawah Silvio Piola, dan memegang rekor gol terbanyak untuk satu klub. Akan tetapi, semua torehan itu runtuh di kaki Francesco Totti.
Baca juga: Momen-Momen Terbaik Francesco Totti Sepanjang Kariernya
Dimulai pada Januari 2012, Totti lebih dulu menyalip Nordahl dalam hal gol terbanyak untuk satu klub. 250 gol yang dibuat Totti di AS Roma melebihi raihan Nordahl yang ‘hanya’ mencetak 225 gol untuk Milan. Kemudian pada Maret 2013, Totti kembali mengungguli Nordahl sebagai pencetak gol terbanyak kedua di Serie A. Namun, itu semua tak menghentikan Nordahl sebagai stranieri tersubur dengan rataan 0,77 gol per laga.
Tak hanya di level klub, dongeng ketajaman Nordahl juga berlanjut di timnas. 43 gol yang dicetaknya hanya dari 33 kali tampil, dan trofi Olimpiade 1948 yang diraihnya, menjadikan dirinya sebagai salah satu pemain terbaik Swedia sepanjang masa. Akan tetapi, sejak pindah ke Milan ia tak diperbolehkan lagi untuk menambah caps-nya di timnas.
Federasi sepak bola Swedia saat itu melarang pemainnya yang berkompetisi di luar negeri untuk membela timnas. Oleh sebab itu, Nordahl, Gren, dan Liedholm terpaksa memutuskan pensiun dari sepak bola internasional, sejak mereka berkarier di Italia.
Saat ini, mungkin tidak ada satu pun dari kita yang pernah menyaksikan langsung aksi-aksi Nordahl di atas lapangan. Bahkan, orang tua kita mungkin juga belum lahir ketika Nordahl menjadi bintang di lapangan hijau. Akan tetapi, kisah pemain yang meninggal pada 15 September 1995 di Sardinia ini tetap layak dikenang sepanjang masa.
Tahun ini ia terpilih dalam 100 pemain terbaik sepanjang masa versi FourFourTwo dengan menempati peringkat 54. Sebuah penghormatan untuk mengapresiasi jasa Nordahl yang setelah pensiun banting setir menjadi agen wisata, karena kariernya tak terlalu bagus sebagai pelatih.
Buon compleanno, Il Pompiere (The Fireman)!
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.