Eropa Italia

Misericordias Domini: Menangis Bersama Francesco Totti

Di penghujung musim 2016/2017 ini, kita harus merelakan sepak bola ditinggal salah satu maestro. Sejak masih belia, ia seperti sudah ditakdirkan menjadi pemimpin kawanan serigala. Ia memang memenuhi takdirnya, menginspirasi, dan menjadi legenda di Colosseum Roma. Namanya Francesco Totti.

Narasi tentang Totti tak jauh dari dua hal, yaitu keajaiban dan kesetiaan. Ia adalah produk vintage fantasista, seorang makhluk langka yang memoleskan gincu ke wajah ayu sepak bola. Golnya ke gawang Internazionale Milano akan selamanya dikenang sebagai salah satu gol terbaik sepanjang masa. Dan Totti seperti melekukannya tanpa perlu berusaha keras.

Perhatikan bagaimana ia mengelak dari dua pemain Internazionale yang mencoba menjegalnya. Totti melindungi bola dengan menyerongkan badan. Ia memindahkan bola ke jangkauan paling jauh dari pemain lawan. Tinggal ia dorong sedikit, bola tak bisa dijangkau oleh dua pemain Nerazzurri.

Tunggu dulu, keajaiban yang ia ciptakan bahkan belum dimulai. Setelah melewati dua pemain Internazionale, Totti berhadapan satu lawan satu dengan Marco Materazzi. Bek tangguh berdarah Italia tersebut sudah menunjukkan teknik bertahan yang baik. Ia menjaga jarak, tak terburu-buru untuk menerjang, dan mengukur situasi. Dan ia sudah melakukannya dengan baik. Namun, di tengah “kesempurnaan” bertahan Materazzi, Totti justru menemukan solusi yang tak terpikirkan.

Lantaran Materazzi menjaga jarak dengan dirinya, Totti justru mendapatkan waktu yang cukup untuk melihat situasi. Beberapa kali, ia menolehkan kepala untuk memastikan ada pemain Roma lainnya yang membuka ruang dan menyediakan diri untuk menerima umpan. Gerakan sederhana tersebut berhasil memengaruhi jalan pikiran Materazzi.

Totti, seolah-olah menunjukkan ia akan mengirimkan umpan terobosan mematikan, yang mana memang menjadi salah satu kelebihannya. Pun jika Totti hendak melepaskan tembakan ke arah gawang, Materazzi sudah hampir berdiri di jalur tembakan. Jadi, situasi nampak sempurna bagi bek yang mendapat julukan The Matrix tersebut.

Namun, di situlah, Materazzi masuk dalam skenario Totti. Ketika ia beberapa kali menoleh untuk memastikan keberadaan kawan, Totti juga memastikan posisi kiper Internazionale yang dikawal Francesco Toldo. Posisi Totti yang bergerak dari sisi kanan pertahan Internazionale membuat kiper sebenarnya mampu melihat pergerakan pemain yang menikahi Illary Blasi tersebut.

Di balik pergerakan yang jelas, fantasista menyembunyikan taringnya. Ketika dirasa sampai di ruang yang memang ia ingin tuju, Totti memasang kuda-kuda untuk menembak ke arah gawang. Materazzi menjatuhkan badan untuk menjangkau bola, sedangkan Toldo maju beberapa langkah untuk memangkas jarak dan mengecilkan ruang tembak Totti.

Selain umpan terobosan yang akurat, Totti juga dikenal menyimpan sepakan kaki kanan yang keras. Atribut itulah yang berkembang di benak Materazzi dan Toldo. Mereka bersiap menyambut sepakan keras pemain yang saat ini berusia 40 tahun itu.

Totti seperti bermain di dimensi yang berbeda, dengan cara pandang yang juga berbeda. Alih-alih melepaskan sepakan keras, ia mengendurkan kuda-kuda, memajukan ujung sepatu, dan mencongkel bola melewati terjangan Materazzi, melewati jangkauan terjauh dari tangan Toldo. Bola melengkung dengan indah.

Komentator berteriak-teriak, “Palonetto! Palonetto!”. Sebuah ungkapan yang biasa untuk melabeli teknik mencungkil bola melewati kiper lawan. Saya menyebutnya sebagai un bellissimo arcobaleno, sebuah pelangi yang cantik. Pelangi yang tercipta di bawah atap Giusepe Meazza, sebuah pelangi yang menegaskan bahwa Totti adalah keajaiban itu sendiri. Fantasista sejati.

Satu momen di atas menggambarkan pesona Totti di atas lapangan. Sebuah alasan mengapa ia disebut maestro. Apakah ada pesona lain yang lebih menggugah dibanding sepakan indah tersebut? Ya memang ada dan kita memberinya nama: kesetiaan.

Ketika Yesus sudah bangkit dari kematian pada hari ketiga, ia menampakkan diri kepada murid-muridnya yang tengah berjalan ke Emaus. Para murid tersebut tak bertahan di Yerusalem, seperti yang sudah diperintahkan Tuhan. Melihat keputusan mereka, Yesus menampakkan diri.

Para murid yang berjalan ke Emaus tak mengenali Yesus, bahkan ketika mereka sudah bercakap-cakap di sepanjang perjalanan. Bahkan ketika sudah mengundang Yesus ke kemah, mereka masih belum mengenalinya. Baru ketika Yesus memecah roti untuk memulai perjamuan dan mendaraskan doa, mata mereka terbuka. Ketika tersadar, Yesus sudah pergi meninggalkan mereka.

Inti dari kisah tersebut adalah jangan tinggalkan kepercayaannmu. Bersetialah, meski di tengah ujian yang berat. Totti mengejawantahkan kisah kesetiaan tersebut dengan imannya kepada wujud kebanggaan lambang Roma di dada.

“Hal ini sangat fundamental bagi saya. Saya ingin seperti sedikit orang yang hanya mengenakan satu seragam sepanjang kariernya,” tegas Totti kepada nytimes.com. Kesetiaannya sangat tebal, bahkan ketika Roma tak bisa menyediakan gaji setinggi tawaran para rival.

AC Milan dan Real Madrid adalah dua klub yang datang dengan segala pesonanya. Uang yang banyak, jaminan prestasi, dan kejayaan. Namun Totti tegas, ia menepikan ego dan bersetia dengan warna merah marun yang lekat dengan Roma. Sebuah sikap yang langka, yang akan sulit kita temui lagi di era sepak bola ultra-modern.

Sikap Totti adalah wujud nyata Misericordia Domini, atau kasih setia yang ditunjukkan Tuhan dan menjadi tema dan semangat Minggu Paskah bagi umat Kristiani. Yesus datang untuk mengingatkan, bukan untuk memberi hukuman kepada murid-muridnya yang alpa. Totti memberikan contoh bahwa kesetiaan adalah perkara fundamental. Karena bukan hanya di sepak bola, di kehidupan rohani dan kehidupan nyata, mau jadi apa kita tanpa rasa setia.

Dan di akhir bulan Mei ini, Totti tak akan lagi memimpin kawanan serigala keluar dari lorong Olimpico. Ia akan menangis di laga pamungkas nanti. Bersedih lantaran berpisah dengan takdir sepanjang hayatnya. Kita pun akan bersedih, melihat seorang fantasista dengan hati jernih, pergi ke sudut ruangan, dan menggantungkan sepatunya di sana.

Mari bersetia, menyemai hati Totti yang penuh untuk AS Roma. Mari menangis bersama kekasih Kota Abadi, Francesco Totti.

Author: Yamadipati Seno
Koki @arsenalskitchen