Musim kompetisi tahun 2017 ini memang berjalan sulit. Kompetisi baru yang digelar selepas Indonesia mendapatkan sanksi dari FIFA nyatanya tidak berjalan jauh berbeda ketimbang sebelumnya. Mulai dari profesionalitas kompetisi hingga wasit. Bahkan di kompetisi era baru ini terhitung sudah tiga kali di musim suporter klub menyatakan kekecewaan secara terbuka terhadap tim pujaan mereka.
Setelah Persiba Bantul dan Persegres Gresik United, kini giliran para penggemar Persib Bandung yang menyampaikan kekecewaan mereka terkait pencapaian buruk tim sepanjang kompetisi tahun 2017 ini. Maung Bandung yang melakukan launching tim dengan begitu meriah, bahkan menjadi tim pertama yang mendatangkan marquee player, yaitu Michael Essien, tidak banyak berkutik di musim kompetisi kali ini. Persib yang digadang-gadang menjadi penantang serius gelar juara sebelum kompetisi berjalan, kini bahkan kepayahan hanya sekadar untuk beranjak dari papan tengah klasemen.
Kondisi tersebut kemudian membuat para penggemar jengah. Mereka kemudian menuntut manajemen untuk bertanggung jawab terkait kondisi tim saat ini. Para penggemar juga meminta kejelasan terutama terkait nakhoda tim yang posisinya tampak tidak jelas sejak Djadjang Nurdjaman mundur pada bulan Juli 2017 lalu.
Pertanyaan besarnya adalah, apakah tindakan suporter memberikan tuntutan kepada klub kesayangan mereka merupakan sesuatu yang wajar?
Sebenarnya tidak perlu penjelasan lebih lanjut. Banyak dari Anda jelas sudah mengetahui bahwa suporter merupakan salah satu stakeholder sebuah klub. Meminjam dari model perspektif yang ada di dunia bisnis, model Polansky bisa jadi yang sangat tepat untuk menggambarkan keberadaan dan peran suporter.
Model Polonsky yang dikemukakan pertama kali pada tahun 1995 ini merupakan adaptasi dari konsep soal stakeholder dunia bisnis atau perusahaan yang sebelumnya dibuat oleh Freeman pada tahun 1984. Model Polonsky mengemukakan siapa saja yang memiliki peran besar dalam keberjalanan sebuah organisasi atau sebuah badan. Dan di antara para stakeholder tersebut saling terkait satu sama lain.
Dari gambar soal model Polansky, bisa diketahui suporter atau penggemar ada di bagian costumers atau pelanggan. Sifatnya memang serupa, suporter adalah konsumen dari sebuah klub sepak bola. Akan tetapi ada satu poin yang membuat ikatan suporter dan sebuah klub bukan seperti antara penjual dan pembeli. Yaitu ikatan emosional yang menghubungkan para suporter secara personal dengan klub pujaan mereka.
Ada sebuah komentar yang buat penulis pribadi sangat bagus terkait kasus yang terjadi ketika seorang pemain Persib kedapatan memaki salah satu suporter. Entah siapa yang memulai, tetapi komentar yang hampir sama konteksnya kemudian viral di media sosial, “Kamu di Persib sampai kontrak habis, kami mendukung Persib sampai mati”.
Boleh jadi terdengar berlebihan, tetapi itulah fakta dan kebenaran terkait keberadaan suporter. Para pemain memang menjadi salah satu stakeholder, tetapi keberadaanya tidak ada yang hanya terbatas durasi kontrak. Apalagi di kancah sepak bola Indonesia, sulit mencari pemain seperti Hariono, Hengky Ardiles, atau almarhum Choirul Huda. Yang bertahan dan loyal di satu klub untuk waktu yang sangat panjang. Atau manajemen klub yang sering “kabur” ketika tim sudah berada dalam kondisi keuangan yang sulit.
Sementara untuk suporter, Anda sendiri juga sudah sering membaca soal cerita bagaimana perjuangan atau kecintaan seorang penggemar kepada suatu klub. Bahkan baru-baru ini ada kisah soal penggemar yang tetap memiliki semangat untuk hidup ketika ditahan oleh teroris, hanya karena ia tetap mendengar kabar soal tim pujaannya. Bagi beberapa orang, menjadi suporter sebuah klub adalah kebanggaan sekaligus identitas.
Firman Utina, mantan kapten timnas Indonesia, pernah berujar kepada penulis, “Yang bikin saya selalu semangat untuk bertanding, selain keluarga, sudah tentu kehadiran para suporter. Saya mesti menampilkan yang terbaik karena mereka bahkan hanya untuk sekadar hadir di stadion saja mesti mengorbankan banyak hal, bahkan nyawa.”
Pada akhirnya sederhana saja. Apa artinya sebuah pertandingan sepak bola tanpa kehadiran suporter untuk membuatnya menjadi lebih meriah?
Maka, rasanya sangat wajar seandainya suporter memberikan tuntutan kepada tim pujaan mereka. Peran sebagai stakeholder ini yang seiring waktu mulai semakin terlupakan dan menghilang. Ada pergeseran yang luar biasa terkait peran dan fungsi suporter di sepak bola era saat ini.
Anda yang sering berkunjung ke stadion tentu bisa melihat sendiri bagaimana para suporter atau penggemar sebuah klub lebih senang berswafoto ketimbang fokus menikmati pertandingan. Dalam suatu unggahan story di akun Instagramnya, gelandang Manchester United, Juan Mata, bahkan beberapa kali sempat mengungkapkan pandangannya terkait perubahan tren ini. Ia beranggapan bahwa penggemar mestinya menonton pertandingan bukan sibuk berswafoto.
Padahal suporter memiliki fungsi yang sangat besar selain hanya sekadar sebagai pembuat kemeriahan ketika sebuah tim sedang berlaga. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya soal ikatan emosional yang dimiliki antara suporter kepada sebuah klub, para suporter inilah yang bisa merawat tradisi dan nilai-nilai yang ada, terutama terkait integritas dalam sebuah klub itu sendiri.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia